My Article

Hidup di Bawah Kendali Algoritma

Dok. Amazon

Saat ini algoritma telah memengaruhi pilihan kita dalam melakukan segala hal. Pilihan akan produk, jasa, atau aktivitas yang kita lakukan semakin dipengaruhi masuknya pilihan yang berasal dari mesin algoritma yang semakin masif.

Dikhawatirkan di masa yang tidak lama lagi algoritma akan mendominasi berbagai pilihan yang kita ambil. Tidak dapat dimungkiri lagi, dalam beberapa hal algoritma sebenarnya telah menggantikan peran manusia dalam mengambil keputusan. Di mana pilihan atau rekomendasi yang diberikan oleh algoritma tidaklah sepenuhnya alami, selalu ada kepentingan tertentu di dalamnya yang tidak sepenuhnya kita ketahui.

Algoritma adalah mekanisme digital yang menggunakan tumpukan data pengguna, memasukkannya melalui serangkaian rumus tertentu, dan mengeluarkan hasil yang dianggap paling relevan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pihak yang membuat rumus. Rekomendasi algoritmik merupakan serangkaian keputusan yang telah dirancang dan diotomatisasi, dengan skala dan kecepatan yang luar biasa. Dijalankan berdasarkan data yang secara kontinyu disediakan oleh pengguna dengan memberikan input data setiap saat.

Rekomendasi algoritmik telah memengaruhi sebagian besar aktivitas dan pengalaman kita di ruang digital saat ini. Walaupun demikian, algoritma tidak bisa menunjukkan suatu pilihan baru atau orisinal bagi diri kita, karena rekomendasi yang diberikannya hanya berdasarkan preferensi kita di masa lalu atau pada pilihan yang telah dibuat kelompok mayoritas. Algoritma kemudian menafsirkan dan menunjukkan kepada kita apa yang ingin kita lihat, dengar, dan lakukan.

Semakin banyak waktu yang dihabiskan pengguna pada suatu aplikasi, semakin banyak data yang mereka hasilkan, semakin mudah mereka dilacak, dan semakin efisien perhatian mereka dapat dijual kepada pengiklan. Laman digital menjadi semakin algoritmik dari waktu ke waktu.

Algoritma sebagai sebuah istilah hanya menggambarkan sebuah persamaan, rumus, atau seperangkat aturan apa pun yang akan menghasilkan hasil yang diinginkan.

Dengan kata lain, segala sesuatu yang dapat diubah menjadi sesuatu seperti data (serangkaian angka) dapat dimanipulasi untuk pencapaian berbagai tujuan tertentu. Segala sesuatu itu termasuk teks, musik, seni, bahkan permainan seperti catur.

Algoritma saat ini juga semakin canggih, mampu menyempurnakan dirinya sendiri menggunakan machine learning. Data yang mereka ambil digunakan untuk perbaikan diri secara bertahap guna mendorong lebih banyak keterlibatan pengguna. Mesin beradaptasi dengan pengguna dan pengguna beradaptasi dengan mesin.

Masalahnya, walau telah mengalami perkembangan yang spektakuler, saat ini, umpan algoritmik sering masih salah memahami kita, menghubungkan kita dengan orang yang salah, atau merekomendasikan jenis konten yang salah, sehingga mendorong terjadinya perilaku dan kebiasaan yang sebenarnya tidak kita inginkan.

Filterworld, yang merupakan judul buku ini, adalah istilah yang digunakan penulis untuk jaringan algoritma yang luas, saling terkait, dan tersebar luas yang mampu memengaruhi kehidupan kita saat ini, memiliki dampak sangat besar terhadap budaya, cara distribusi, serta konsumsinya.

Walau filterworld telah mengubah politik, pendidikan, dan hubungan interpersonal, di antara banyak aspek masyarakat lainnya, fokus buku ini adalah pada faktor budaya.

Rekomendasi algoritma menentukan genre budaya dengan memberikan penghargaan pada kiasan tertentu dengan promosi di laman digital, berdasarkan apa yang paling menarik perhatian pada saat itu.

Melalui platform digital algoritmik seperti Instagram, Facebook, dan TikTok, semakin banyak orang di seluruh dunia yang belajar menikmati serta mencari produk dan pengalaman serupa dengan kehidupan fisik mereka.

Melalui laman digital, mereka mengonsumsi konten digital yang serupa, di mana pun mereka tinggal, sehingga preferensi mereka dibentuk agar sesuai dengan gambaran yang telah ditentukan. Terwujudnya budaya yang homogen merupakan reaksi yang tidak dapat dihindarkan akibat terjadinya penyebaran tersebut.

Jaringan algoritma telah membuat begitu banyak keputusan bagi kita, tapi kita saat ini hanya punya sedikit cara untuk mengatasi atau mengubah cara kerjanya. Ketidakseimbangan ini menyebabkan keadaan pasif: kita mengonsumsi apa pun yang direkomendasikan oleh laman digital tanpa terlalu mendalami materi yang ditawarkannya.

Konsumen di filterworld dikelilingi konten yang sangat melimpah, tapi mereka tidak terinspirasi oleh konten tersebut. Sangat mudah untuk mengabaikan fakta bahwa ketika mengonsumsi konten melalui platform digital, apa yang kita lihat pada saat tertentu lebih ditentukan secara langsung oleh persamaan (rumus) tertentu.

Pilihan yang sering kita ambil adalah sering membiarkan pandangan kita dibentuk oleh laman digital secara otomatis, yang mungkin didasarkan pada tindakan agregat manusia tapi bukan oleh individu manusia itu sendiri.

Lingkungan digital secara keseluruhan ditentukan oleh perusahaan-perusahaan teknologi dengan motif kapitalis dan ekspansif yang kejam, yang tidak memberikan lahan subur bagi tumbuh dan berkembangnya budaya.

Kondisi seperti ini mengarah pada situasi fasis. Fasisme berarti dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan prinsip-prinsip pandangan ideologi tunggal tentang dunia, yang mungkin mengabaikan identitas atau demografi tertentu.

Itu adalah mandat homogenitas. Tempat-tempat yang terhubung secara bertahap tumbuh menyerupai satu sama lain dalam hal-hal tertentu hanya karena keterhubungannya, dalam arti pergerakan produk, orang, dan ide. Semakin cepat pertukarannya, semakin cepat pula kemiripan tersebut terjadi.

Kita sebagai penggunalah yang membuat media sosial berjalan, tapi kita juga tidak diberi kendali penuh atas hubungan yang kita kembangkan di dalam platform tersebut, sebagian besar ditentukan oleh rekomendasi algoritmik.

Filterworld menawarkan gelembung yang semakin kedap udara untuk melintasi dunia, perhatian kita dialihkan dengan lancar dari satu objek ke objek berikutnya, gerakan fisik kita dipandu menuju setiap tujuan tertentu melalui berbagai aplikasi yang kita gunakan.

Faktor popularitas di era TikTok sekarang telah menjadi tujuan utama, yang menjadi semboyan: menjadi populer atau tidak sama sekali. Ketika hal ini terjadi, pengguna harus mengurus diri mereka sendiri, karena kehidupan digital kita lebih ditentukan oleh kepentingan bisnis dibandingkan kepentingan diri sendiri.

Itu adalah fenomena Frankensteinian, diciptakan dan diberi kekuatan oleh manusia tapi hasilnya jauh melampaui peran yang ditentukan. Kita tidak lagi dapat mengendalikan atau memengaruhi mereka.

Konten bergerak terlalu cepat dan dalam skala yang terlalu luas untuk dimoderasi secara manual. Kita tidak memiliki cukup pilihan alternatif untuk menavigasi internet di luar laman algoritmik.

Algoritma telah melakukan kurasi atas berbagai pilihan kita. Hilangnya kurator merupakan hal yang berbahaya, karena pekerjaan yang serius ataupun yang ringan akan kelihatan sama saja. Dalam beberapa konten, yang paling menarik perhatian penonton bukan produk itu sendiri, tapi sering yaitu kehidupan pribadi influencer, lingkungan sekitar mereka yang menarik secara estetis, dan aktivitas yang menghibur.

Bagaimanapun, merekomendasikan sesuatu sebenarnya adalah pekerjaan manusia yang profesional. Ada orang-orang yang berupaya mencari tahu budaya apa yang harus kita kenali dan apa yang mungkin kita hargai, dengan mengadaptasi pendekatan mereka terhadap momen tersebut dan memperluas batas-batas dari apa yang dianggap menarik.

Kurasi tidak hanya sebagai tindakan konsumsi, menampilkan rasa, atau bahkan definisi diri, tapi sebagai pemeliharaan budaya, sebuah proses yang ketat dan berkelanjutan. Umpan algoritmik mengganggu penjajaran yang dikurasi dan mempersulit penafsiran budaya yang luas, untuk mengetahui tema mana yang menyatukan berbagai hal dan aspek mana yang membedakannya.

Kurasi adalah proses analog yang tidak dapat sepenuhnya diotomatisasi atau ditingkatkan skalanya seperti yang dilakukan oleh laman jaringan sosial selama ini. Sesuatu yang dianggap baik tergantung pada manusia yang menyetujui, memilih, dan mengatur sesuatu. Budaya dibangun berdasarkan rekomendasi pribadi, bukan rekomendasi otomatis, saat kita berbagi, menafsirkan, dan merespons hal-hal yang kita sukai.

Filterworld merupakan realitas mendasar yang tidak dapat dihindari. Belum pernah dalam sejarah manusia, ada begitu banyak orang yang mengalami hal yang sama, konten yang sama disebarluaskan secara instan melalui laman digital, ke layar masing-masing.

Setiap konsekuensi mengalir dari fakta itu. Bahkan, dalam waktu singkat, rekomendasi algoritmik telah mengubah segalanya, mulai dari seni visual hingga desain produk, penulisan lagu, koreografi, urbanisme, makanan, dan mode.

Segala jenis pengalaman budaya telah direduksi menjadi kategori konten digital yang homogen. Konten apa pun, baik gambar, video, suara, maupun teks, harus mampu menarik respons langsung, meskipun sering dangkal.

Rekomendasi algoritmik telah menjadi sangat berpengaruh sebagai penentu budaya baru karena keberadaannya di mana-mana dan memiliki kedekatan dalam rutinitas kita sehari-hari sebagai konsumen.

Dalam hal bagaimana budaya menjangkau kita, rekomendasi algoritmik telah menggantikan manusia sebagai editor berita, pembeli butik ritel, kurator galeri, DJ radio ─orang-orang yang seleranya kita andalkan untuk menyoroti hal-hal yang tidak biasa dan inovatif.

Umpan algoritmik berada di antara manusia pencipta dan manusia konsumen, yang membuat serangkaian keputusan tak terbatas mengenai budaya. Jika fotografi mereproduksi karya seni, mungkin rekomendasi algoritmik mereproduksi hasrat terhadap seni itu sendiri, merendahkan dan mematikan rasa keingintahuan kreatif, membuatnya lebih mudah dipuaskan dengan hal yang lebih sedikit atau dangkal.

Oleh karenanya, langkah pertama untuk melepaskan diri dari cengkeraman algoritma ialah dengan mengenalinya. Kita sebagai manusia harus bisa mengenali algoritma untuk menyelamatkan jati diri kita sebagai manusia kini dan di masa depan. (*)

Judul Buku : Filterworld: How Algorithms Flattened Culture

Pengarang : Kyle Chayka

Penerbit : Doubleday, New York

Cetakan : Pertama, Januari, 2024

Tebal : 304 halaman

Peresensi: Eko Widodo

Peresensi adalah Staf Pengajar Program Studi Magister Administrasi Bisnis, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved