Mikro-influencer Membuktikan Popularitas Bukan Segalanya dalam Keterlibatan Konsumen
Pada Juli 2024, Presiden Joko Widodo mengajak sejumlah influencer mengunjungi Ibu Kota Nusantara (IKN), ibu kota masa depan Indonesia.
Hal ini bukan sekadar langkah kehumasan yang biasa, melainkan strategi yang berani dan inovatif untuk menjangkau masyarakat Indonesia di manapun mereka berada melalui media sosial dan memanfaatkan pengaruh besar influencer dalam membentuk persepsi publik.
Hal ini sangat dipahami karena berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Vero dan YouGov dalam whitepaper berjudul The Impact of Indonesia Influencer menunjukkan bahwa influencer di Indonesia memiliki pengaruh yang sangat signifikan, yakni 94% terhadap pembentukan opini dan perilaku followers mereka.
Kemampuan mereka dalam membangun hubungan yang autentik dan mendorong keterlibatan followers serta mengubah narasi yang bersifat umum dan impersonal menjadi pesan yang mampu mempengaruhi cara mereka berpikir dan bertindak. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika influencer saat ini juga dilibatkan dalam kampanye politik—tetapi itu cerita lain.
Bagi banyak brand yang telah menyadari perubahan tren sosial dan budaya ini, melibatkan influencer telah menjadi bagian penting dari strategi mereka dalam menjangkau audiens yang lebih luas.
Kolaborasi dengan influencer telah berkembang pesat, dengan konten bersponsor menempati peringkat keempat tertinggi di dunia. Selain itu, pengeluaran iklan untuk influencer kini tumbuh sebesar 11 persen.
Terkait kolaborasi dengan influencer, terkadang lebih sedikit lebih baik
Meskipun lanskap influencer di Indonesia menyajikan beragam informasi dan hiburan, hal ini juga menyebabkan audiens merasa jenuh dengan volume dan kualitas konten yang beredar. Akibatnya, para influencer yang memiliki banyak followers terasa kurang dapat dijangkau dan dipercaya sebagaimana yang diharapkan.
Dalam lanskap yang kompetitif ini, influencer dengan jumlah followers yang besar tidak selalu lebih baik untuk berkolaborasi. Meskipun makro-influencer dengan followers besar mungkin tampak sebagai pilihan menarik bagi brand, namun mikro-influencer dengan audiens yang lebih kecil berkisar antara 10,000 hingga 50,000, seringkali dapat menjalin hubungan lebih dekat dengan pengikutnya, sehingga dapat mendorong keterlibatan lebih bermakna.
Mikro-influencer menawarkan fleksibilitas dan biaya yang lebih terjangkau bagi brand, karena mereka lebih terbuka untuk berkolaborasi dalam kampanye kreatif yang sesuai dengan keyakinan dan gaya hidup mereka. Hubungan mereka yang otentik dengan para pengikutnya juga meningkatkan kemungkinan konsumen untuk mengikuti rekomendasi mereka.
Hal ini sangat terlihat dalam kampanye produk lokal, destinasi wisata, usaha kecil, dan praktik berkelanjutan. Misalnya, kampanye #MulaiAjaDulu Tokopedia menggunakan influencer untuk meningkatkan visibilitas UMKM Indonesia, yang berdampak pada peningkatan pengenalan produk lokal. Demikian pula, kampanye “Pilih Lokal” Shopee memanfaatkan influencer untuk menyoroti brand lokal, mendorong minat dan dukungan konsumen terhadap bisnis lokal.
Studi terbaru yang dilakukan oleh Vero dan YouGov mengungkapkan bahwa influencer dengan jumlah followers lebih kecil memiliki dampak yang signifikan, seperti advokat hewan, pecinta lingkungan, dan pendukung bisnis lokal. Influencer dengan kategori khusus tersebut mampu memberikan nilai lebih terhadap konsumsi media audiens mereka. Hal ini dikarenakan mereka tidak hanya mempromosikan produk, tetapi juga mendukung kemajuan sosial.
Laporan lainnya juga menunjukkan bahwa mikro-influencer efektif dalam mendorong tindakan konsumen, dengan tingkat keterlibatan antara 10% hingga 25%, jauh lebih tinggi daripada influencer pada umumnya. Mereka dapat membuat konten yang menarik berdasarkan minat mereka dan sesuai dengan kebutuhan serta preferensi audiens mereka.
Seperti strategi pemasaran lainnya, berkolaborasi dengan influencer memerlukan keseimbangan
Meskipun kemitraan dengan mikro-influencer menawarkan banyak keuntungan, brand seringkali menghadapi beberapa tantangan dalam pelaksanaannya. Salah satunya adalah menemukan mikro-influencer yang sesuai dengan nilai dan tujuan brand.
Berbeda dengan makro-influencer yang memiliki jangkauan luas dan dokumentasi yang baik, mikro-influencer memerlukan evaluasi lebih mendalam. Merek harus menganalisis calon mitra secara menyeluruh untuk memastikan keaslian dan relevansi mereka dengan target audiens, yang bisa memakan waktu dan sumber daya.
Selain itu, mengelola kolaborasi dengan banyak mikro-influencer juga dapat menimbulkan tantangan dalam aspek logistik. Mengoordinasikan kampanye dengan berbagai influencer memerlukan perencanaan yang cermat dan komunikasi yang jelas untuk menjaga konsistensi pesan dan brand. Tantangan ini semakin kompleks karena gaya dan preferensi mikro-influencer yang beragam, sehingga brand perlu berinvestasi pada perangkat dan proses manajemen yang efektif untuk mempermudah proses tersebut.
Pada aspek regulasi, brand perlu mengikuti peraturan pemasaran influencer yang terus berkembang. Seiring meningkatnya pengawasan terhadap praktik periklanan digital, kepatuhan terhadap standar periklanan dan persyaratan dalam menyampaikan informasi sangat penting.
Memastikan bahwa strategi pemasaran selalu up-to-date dengan regulasi terbaru adalah kunci. Beruntung, kemajuan teknologi, seperti analitik berbasis AI dan platform manajemen influencer, dapat membantu brand melacak kinerja dengan lebih baik, memastikan kepatuhan, dan mengoptimalkan upaya pemasaran influencer mereka.
Dalam hal ini, data akan menjadi alat penting untuk memastikan bahwa kemitraan dengan influencer bersifat strategis dan memiliki pengaruh positif bagi semua pemangku kepentingan. Berbagai poin data — seperti jangkauan, tingkat keterlibatan, demografi audiens, minat, relevansi dan kualitas konten, otoritas, serta nilai — memberikan gambaran komprehensif tentang efektivitas dan kesesuaian influencer, sekaligus membantu memastikan bahwa kemitraan tersebut sejalan dan mampu mencapai hasil pemasaran yang diinginkan.
Langkah berikutnya: Tren dan peluang
Di masa depan, mikro-influencer akan memainkan peran yang signifikan dalam lanskap digital, sosial, dan ekonomi Indonesia. Fokus mereka pada komunitas khusus dan keterlibatan autentik akan menjadi lebih krusial, selaras dengan kebutuhan audiens Indonesia akan pengalaman digital yang lebih personal dan pesan yang mencerminkan nilai-nilai lokal serta tradisi.
Pertumbuhan e-commerce sosial dan platform live-streaming, seperti Tokopedia, TikTok Shop (ShopTokopedia), dan Shopee, akan menciptakan lebih banyak peluang baru untuk brand dapat berkolaborasi dengan mikro-influencer.
Platform ini memungkinkan pembuatan konten yang dinamis dan interaktif sehingga yang dapat meningkatkan keterlibatan langsung dan mendorong konsumen untuk bertindak dengan cepat. Seiring dengan perkembangan saluran digital ini, mereka akan memiliki lebih banyak cara untuk mendiversifikasi konten dan meningkatkan visibilitas brand.
AI akan menjadi pendukung penting bagi brand dan influencer dalam mengoptimalkan strategi konten dengan memprediksi tren dan preferensi konsumen, memungkinkan kampanye yang lebih dipersonalisasi dan berdampak. Integrasi teknologi ini tidak hanya akan memperbaiki pemilihan influencer tetapi juga meningkatkan efektivitas kampanye, mendorong keputusan pemasaran yang lebih strategis dan berbasis data.
Merek yang ingin tetap memimpin dan memanfaatkan kekuatan mikro-influencer perlu mengadopsi pendekatan kolaboratif yang seimbang, strategis, dan berbasis data. Dengan berkolaborasi dengan mikro-influencer yang selaras dengan nilai dan tren lokal, sepertimempromosikan kerajinan tradisional Indonesia atau mendukung inisiatif komunitas, brand dapat membuat konten yang menarik dan relevan secara budaya dan mampu menyentuh hati konsumen Indonesia. (*)
Chatrine Siswoyo, Vero Senior Advisor untuk ASEAN