Indonesia Mendorong Kemitraan Global Demi Mencapai SDG's di 2030
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional sekaligus Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Suharso Monoarfa, menegaskan langkah transformatif dan kerja sama internasional yang lebih kuat antarnegara berkembang sangat dibutuhkan guna mencapai agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030. Hal tersebut disampaikan saat memberikan sambutan pada Sidang Pleno Tingkat Tinggi Forum Tingkat Tinggi Kemitraan Multipihak (HLF MSP) 2024 yang bertajuk Membangun Jembatan: Memaksimalkan Potensi Negara-negara Berkembang Melalui Kemitraan Multipihak di Nusa Dua, Bali, Senin (2/9/2024).
Langkah-langkah ini diperlukan karena negara-negara Global Selatan menghadapi tantangan yang signifikan, seperti pertumbuhan ekonomi yang tidak stabil, defisit infrastruktur, gangguan dalam rantai pasokan global, dan bangkitnya kembali kebijakan proteksionis yang menghambat dan mengikis kepercayaan global terhadap lembaga-lembaga internasional.
Mengutip penelitian dari Organisasi Perdagangan Dunia, yang menunjukkan skenario di mana dunia terbagi menjadi dua blok perdagangan yang berbeda. Pembagian ini berpotensi menyebabkan penurunan 5 persen dalam produk domestik bruto (PDB) global dan fragmentasi perdagangan internasional.
“Dunia tidak bisa lagi membiarkan adanya perpecahan. Menghadapi masa penuh gejolak saat ini merupakan tantangan tersendiri. Oleh karena itu, langkah-langkah transformatif dan kerja sama internasional yang lebih kuat menjadi lebih penting dari sebelumnya dalam memajukan agenda 2030 untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan,” kata Suharso.
MSP HLF 2024 juga membahas solusi kemitraan multipihak sebagai jembatan antara Utara-Selatan dan Selatan-Selatan, yang bertujuan untuk membuka potensi penuh negara-negara Global Selatan.
Perdana Menteri Timor-Leste, Xanana Gusmao,mengapresiasi pemerintah Indonesia atas penyelenggaraan HLF MSP, dengan menyoroti fokusnya pada isu-isu penting bagi negara-negara berkembang dan negara-negara berkembang di belahan bumi selatan, serupa dengan apa yang ditunjukkan Indonesia pada Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955.
Xanana menyampaikan Konferensi Asia-Afrika di Bandung itu memperkenalkan prinsip-prinsip penting kerja sama Selatan-Selatan, seperti penghormatan terhadap kedaulatan, non-intervensi dalam urusan dalam negeri, penyelesaian sengketa secara damai, dan penerapan hukum internasional secara universal. Prinsip-prinsip ini harus terus menjadi panduan kita dalam mengembangkan model-model baru kerja sama multilateral dan kemitraan multipihak. "Sidang pleno tingkat tinggi hari ini melanjutkan tradisi Indonesia dalam membangun solidaritas di antara negara-negara di belahan bumi selatan dan mendukung kemitraan multipihak,” kata Xanana. (*)