Jagoan Online Travel dari Negeri Ginseng
Laporan terbaru dari UN World Tourism Organization mengungkapkan, industri pariwisata global telah rebound ke level sebelum pandemi pada kuartal III/2023. Perusahaan travel berbasis teknologi pun bersiap untuk mempercepat ekspansi bisnis mereka.
Myrealtrip termasuk di antara tech company di bisnis travel di Asia Pasifik yang patut diperhitungkan. Perusahaan ini didirikan pada 2012, dengan misi untuk memadankan kebutuhan para pelancong (traveller) dengan arahan dan rekomendasi tur yang disiapkan dengan sangat baik (highly-equipped). Visinya ialah menjadi one-stop platform yang melayani semua kebutuhan pelancong/turis, baik yang menuju ataupun berangkat dari Korea Selatan.
Lee Dong-gun mendirikannya ketika ia masih kuliah di Korea University. Hanya dalam rentang waktu enam tahun, perusahaan startup ini sudah menjadi marketplace wisata terbaik untuk semua layanan travel di antara para turis Korea. Hal itu tak mengherankan, karena perusahaan travel tech ini cukup agresif mengembangkan layanannya, serta meningkatkan fitur-fitur yang customer-friendly.
Pada Januari 2019, Myrealtrip memperoleh pendanaan senilai US$15,2 juta dari Altos Ventures, Smilegate Investment, IMM Investment, IBK Capital, dan Mirae Asset-Naver Fund. Pencapaian pendanaan itu memberikan tambahan modal yang telah berhasil dikumpulkannya dari seed funding (dari Primer dan Bon Angels) dan pendanaan senilai US$ 6,2 juta pada 2017 dari lima venture capitalist.
Di era pascapandemi, perkembangan Myrealtrip justru makin kinclong. Sebab, para investor memercayai potensinya. Sebagai buktinya, pada Januari 2024 perusahaan startup berbasis di Seoul, Kor-Sel, ini telah berhasil menggaet dana senilai US$56,7 juta (setara dengan 75,6 juta won Korea/KRW) dalam putaran pendanaan Seri F yang berbentuk equity – rencananya digunakan untuk mempercepat inovasi bisnis dan produknya serta merekrut talenta-talenta baru.
Investor lama yang mengucurkan kembali dananya dalam putaran Seri F ke Myrealtrip adalah BlueRun Ventures Korea, IMM Investment, Altos Ventures, Partech Partners, Smilegate, dan SV Investment. Dua yang pertama memimpin pendanaan Seri F ini.
Adapun investor barunya terdiri dari Korelya Capital (merupakan investasi pertamanya di Kor-Sel) dan endowment fund milik Vanderbilt University. Sejak berdirinya pada 2012, Myrealtrip diperkirakan telah mengumpulkan total pendanaan US$ 113 juta (150 miliar KRW) dalam bentuk ekuitas dan US$ 39 juta dalam bentuk pinjaman.
Lee Dong-gun, yang menjadi Founder dan CEO Myrealtrip, mengungkapkan bahwa industri travel di Kor-Sel pada 12 tahun lalu masih terfragmentasi. Selain itu, kala itu juga belum ada platform yang menyediakan informasi tentang travel.
Kini, dalam usia 12 tahun dan memiliki 7,9 juta pengguna di Negeri Ginseng, Myrealtrip (yang beroperasi di bawah nama legal My Real Trip Co.) berniat menjadi super app di industri travel. Perusahaan ini menawarkan layanan booking perjalanan, mencakup penerbangan, akomodasi, aktivitas, hingga transportasi lokal.
Myrealtrip hingga saat ini telah bermitra dengan sekitar 2.000 lembaga dari berbagai kalangan di industri travel, di antaranya agen travel, platform reservasi hotel, penyedia fasilitas akomodasi seperti hotel dan restoran, operator transportasi, dan penyedia layanan perbandingan harga seperti Agoda dan Viator. Dengan begitu, Myrealtrip memungkinkan traveller untuk mem-booking tur, aktivitas pendukung, resto, transportasi lokal, hotel, hingga akomodasi seperti Airbnb secara global.
Sejak putaran equity funding pada tahun 2020, yang merupakan pendanaan Seri D, valuasi startup ini meningkat tiga kali lipat. Lee tak mau menyebutkan angka pastinya. Menurut media setempat, diperkirakan lebih dari 200 miliar won (KRW) pada 2020.
Lee menyebutkan, sejak 2022 revenue Myrealtrip naik tiga kali. Pada 2023, perusahaan ini berhasil mencatat nilai gross merchandise volume (GMV) sebesar US$746 juta (sekitar 1 triliun KRW). Ia menargetkan perusahaannya ini mampu menggandakan besaran GMV-nya dan menghasilkan nilai EBITDA US$12 juta tahun 2024 ini.
Tentu saja, seperti kebanyakan perusahaan travel lainnya, startup ini juga menghadapi tantangan berat seiring dengan kebijakan lockdown di berbagai negara pada saat pandemi Covid-19 (yang terpaannya dimulai pada 2020). Namun, perusahaan rintisan yang kini diperkuat sekitar 300 karyawan ini dapat bertahan. Apa kuncinya?
Intinya, itu karena Myrealtrip mampu menyiapkan dana persiapan dengan baik. Terutama, dengan adanya modal yang dihimpun pada 2020, plus dana pinjaman (debt) pada 2022, yang dikumpulkan untuk persiapan pascapandemi.
Perusahaan ini pun bisa survive dalam dua tahun terakhir masa pandemi Covid-19 (2022-2023). Menurut Lee, itu karena memprioritaskan wisata domestik serta menawarkan fitur-fitur baru seperti group trip dan business travel.
Antara tahun 2015 dan 2019, Myrealtrip sebetulnya mampu mencatat pertumbuhan tahunan tiga kali dan transaksi bulanan rata-rata US$ 40 juta, terkait layanan outbound travelling dari orang-orang Kor-Sel ke seluruh dunia. Saat itu, Myrealtrip memperluas bisnisnya dari hanya melayani tur dan aktivitas pendukungnya ke layanan full OTA (online travel agency), termasuk penerbangan dan kebutuhan akomodasi.
Namun, pandemi Covid-19 menahan perkembangan bisnis wisata ke luar negeri (outbound/overseas travel business). Lee menyebutkan, pandemi telah menyebabkan penurunan transaksi bulanan sebesar 97%.
Ia menyadari cobaan pandemi ini bukan short-term. Maka, selama tiga bulan penuh ia dan timnya berjuang untuk mengamankan aliran finansialnya.
Pada Juli 2022, Myrealtrip mampu menghimpun dana US$35 juta, putaran pendanaan yang diikuti beberapa existing investor, antara lain Altos Ventures, IMM Investment, dan Smilegate Investment. Ada pula sejumlah investor baru, termasuk Korea Development Bank, Axiom Asia Private Capital dari Singapura, Partech Partners dari Prancis, dan Tekton Ventures dari Amerika Serikat. Hingga Juli 2022 itu, perusahaan telah menghimpun dana US$68,6 juta.
Setelah berhasil mengamankan pendanaan, perusahaan rintisan ini kemudian mengalihkan prioritasnya (pivoting) ke wisata domestik. “Kami berharap dapat mempertahankan wisata domestik, ketika hasrat konsumen untuk berwisata tidak berhenti. Berbasiskan pengetahuan kami, kami mulai mencari peluang bisnis baru pada pasar wisata domestik,” kata Lee.
Manajemen Myrealtrip kemudian fokus pada satu destinasi potensial: Jeju Island. “Ini adalah destinasi yang menggaet 30 juta kunjungan setahun, dengan lebih dari 28 juta merupakan kunjungan wisatawan mancanegara,” katanya.
Di destinasi potensial itu, Myrealtrip kemudian menyediakan reservasi untuk sewa mobil bagi pengunjung Jeju, yang dapat memeriksa review dan rating untuk tiap operator rental mobil. “Layanan ini telah berkontribusi dengan tingkat cross-selling 30%, mulai dari penjualan tiket pesawat hingga sewa mobil,” ungkap Lee.
Masih di masa pandemi itu, ia merasa pelancong menginginkan tempat wisata yang nyaman dan aman. Karena itulah, Myrealtrip kemudian meluncurkan Staycation Service, yang menyediakan akomodasi berukuran relatif lebih kecil dan bergaya rumahan. Dari bisnis ini, semasa pandemi, Myrealtrip mampu mencatat pesanan akomodasi lebih dari 200 ribu nights.
“Ketimbang menganggap pandemi Covid-19 sebagai sebuah krisis yang akan berlangsung lama, kami menganggapnya sebagai sebuah peluang baru untuk mengembangkan area bisnis yang sebelumnya hanya fokus pada wisata mancanegara,” kata Lee.
Satu inovasi lainnya, yang sejalan dengan slogan barunya, “Travel Everyday”, Myrealtrip meluncurkan layanan Longstay, yang disediakan untuk longstay traveller. Layanan ini umumnya cocok untuk pelancong yang membutuhkan masa inap dua minggu (14 hari) atau lebih. Termasuk dalam layanan ini: menyediakan rekomendasi untuk produk tur dan aktivitas yang diperlukan pada masa inap panjang tersebut.
Di masa pandemi, layanan Longstay dari Myrealtrip ini cukup dinikmati pelanggan. Terutama karena terkait dengan tumbuhnya pola kerja remote working selama masa pandemi, serta meningkatnya kombinasi antara kerja dan travelling.
Tak hanya itu. Myrealtrip juga melakukan sejumlah akuisisi dan investasi strategis. Pada 2022, perusahaan ini mengakuisisi Startrip untuk menangkap informasi jumlah turis asing yang mengunjungi Kor-Sel pascapandemi.
Platform Startrip memungkinkan pengguna menemukan dan mem-booking spot bertema K-Pop, termasuk lokasi pembuatan video musik BTS, boyband terpopuler Korea. Lee berencana mengoperasikan Startrip sebagai entitas terpisah untuk meningkatkan layanannya dengan teknologi canggih.
Myrealtrip juga berinvestasi di Iwa Trip, yang sekarang dinamakan Myrealtrip Kids, platform travel Korea yang membantu pengguna menemukan spot yang tersedia untuk berwisata dengan anak-anak. Juga menanamkan saham di O-Peace, platform co-working and co-living space yang didesain untuk pekerja digital yang nomaden.
Strategi yang dijalankan di masa pandemi itu berbuah manis. Per Oktober 2022 Myrealtrip mencatat transaksi bulanan US$ 70 juta, hampir dua kali lipat dari capaian sebelum pandemi yang puncaknya pada Januari 2020.
Pertumbuhan bisnis perjalanan mancanegara (overseas travel) Myrealtrip sendiri saja sudah mencapai US$50 juta, atau tumbuh 20% dibandingkan tahun 2019. Padahal, di bisnis perjalanan mancanegara untuk seluruh Korea pada saat itu baru bisa recover 30% dibandingkan volume pada 2019.
Menurut Lee, pihaknya mengidentifikasi peluang bisnis baru dengan berupaya fokus pada kebutuhan pelanggan. “Ketika peluang baru sudah teridentifikasi, kami akan mengonsentrasikan sumber daya perusahaan kami untuk meluncurkan layanan yang mengatasi masalah aktual dari pelanggan kami,” kata Lee, seraya mengungkapkan, perusahaannya berencana IPO pada 2026.
Pada Januari 2023, Myrealtrip meluncurkan layanan reservasi akomodasi luar negeri. Layanan ini merupakan layanan channeling melalui kemitraan dengan Booking.com. Kini, dengan desain sistemnya, Myrealtrip menyediakan layanan mulai dari pencarian akomodasi hingga pembayaran, dengan jumlah akomodasi sekitar 600 ribu di seluruh dunia.
Dengan aplikasi Myrealtrip, traveller dapat menerima rekomendasi untuk semua produk yang dibutuhkan dalam perjalanan ke luar negeri, seperti penerbangan, akomodasi, tur, dan penyewaan mobil, dalam wujud one-stop reservation.
Seiring dengan pengembangan layanan ini, pada November 2022 Myrealtrip merekrut Co Hyun-ah yang pernah mengepalai Lodging Businesss di Yahoo, Google, dan Twitter untuk memperkuat layanan akomodasi ini.
“Kami berencana memfokuskan pada peningkatan layanan secara berkesinambungan, sehingga pelancong yang ingin merasakan perjalanan sejati dapat dengan mudah menemukan akomodasi terbaik yang sesuai dengan selera mereka,” kata Cho Hyun-ah, yang ditempatkan sebagai Head of Accomodation Business Division Myrealtrip.
Myrealtrip hingga saat ini menyediakan one-stop service untuk semua layanan terkait travel, mencakup tiket penerbangan, lodging, sewa mobil, tur (wisata), aktivitas, dan admission ticket. “Seiring dengan permintaan terhadap overseas travel yang meningkat semenjak pandemi, transaksi seputar produk overseas travel ─yang merupakan bisnis utama Myrealtrip─ tumbuh cepat di atas level prapandemi,” kata Cho.
“Kami berupaya memberikan kepuasan pelanggan terbaik untuk layanan penginapan (lodging services) yang terkait langsung dengan penjualan produk kami,” ia menambahkan.
Myrealtrip juga mengeksplorasi pemanfaatan teknologi terbaru untuk memperkuat bisnisnya. Seperti diketahui, kehadiran teknologi ChatGPT 4 dari OpenAI, yang juga diikuti Microsoft, pada Maret 2023, mendorong para pelaku industri untuk memanfaatkan semua kemampuan dari teknologi generative artificial intelligence (Gen-AI) ini. Tak terkecuali industri travel dan hospitality, yang memanfaatkannya untuk mengembangkan tools baru agar bisa lebih dekat dengan konsumen, komunitas traveller, dan para mitra bisnis.
Myrealtrip sendiri mengembangkan AI Trip Planner. Ini semacam platform interaktif yang memungkinkan pengguna membuat itinerary perjalanannya dan menerima rekomendasi untuk tur dan aktivitas pendukungnya.
Seperti halnya para pengadopsi teknologi ChatGPT lainnya, mulanya platform berbasis AI juga belum jadi bagian dari pipeline pengembangan sistem Myrealtrip. Hanya saja, begitu popularitas ChatGPT makin hot, perusahaan tech travel ini tak mau ketinggalan untuk mengembangkan tools berbasis AI ini sebagai layanan barunya.
Di bawah arahan Jonathan Chung, yang menjabat sebagai Chief Experience Officer, Myrealtrip mengembangkan platform berbasis AI ini hanya dalam dua hari saja. Chung menyebutkan, ia dan timnya sudah membicarakan implementasi AI. Ketika ChatGPT keluar, mereka merasa harus memanfaatkannya dengan tepat. “Ketika ChatGPT hadir, saya bilang, ‘Ayo kita kerjakan dalam dua hari’,” ujarnya.
Chung mengungkapkan, ada yang berbeda dari apa yang mereka perkirakan sebelum meluncurkan AI Trip Planner. “Kami pikir orang akan melihatnya sebagai fun dan entertaining, tapi ternyata mereka betul-betul mencari jawaban yang berkualitas tinggi. Kami pikir orang akan bertanya hal-hal yang ringan, tapi ternyata mereka bertanya secara detail,” katanya.
Contoh pertanyaan mereka, ”Saya ingin memberangkatkan orang tua saya ke Seoul. Mereka akan menginap tiga hari. Saya ingin tahu apa restoran yang sebaiknya mereka datangi?” Jadi, seperti dikatakan Chung, orang tidak lagi menanyakan pertanyaan random untuk hiburan, tapi mereka berupaya mengumpulkan informasi yang benar-benar mereka butuhkan.
Myrealtrip kini berupaya mengintegrasikan aplikasi AI Trip Planner ke dalam search engine dari produknya sendiri. Langkah selanjutnya, mengintegrasikan dengan sistem customer service.
“Permintaan terhadap layanan kami sangat tinggi, sehingga tidak realistis mengambil semua panggilan tersebut dan menyelesaikannya dalam satu menit,” kata Chung. “Jadi, kami perlu mengintegrasikannya dengan sistem customer service kami.”
Yang jelas, persaingan di bisnis travel akan makin semarak, baik untuk perjalanan masuk maupun ke luar Kor-Sel. Sudah ada sejumlah pesaing besar bagi Myrealtrip, seperti Agoda, Airbnb, Yanolja, dan Klook yang didukung oleh Softbank (yang berhasil menghimpun dana US$ 210 juta pada akhir 2023). Teknologi akan menjadi kuncinya.
Capaian Myrealtrip dan Klook dalam menghimpun dana di masa tech winter merupakan pertanda bagus bagi pasar tour & travel senilai US$ 250 miliar di kawasan Asia Pasifik yang dengan percaya diri menuju pemulihannya. Sebelum pandemi, Kor-Sel merupakan pasar outbound travel terbesar kedua di kawasan ini.
Kinerja bisnis outbound travel Korea cukup luar biasa pada tahun lalu. Para pelancong Korea menyebar lebih aktif dan sering dibandingkan sejawatnya di China dan Jepang. (*)