Buruh Nikel Tak Baik-Baik Saja, Kemnaker Harus Turun Gunung!
Trend Asia dan Rasamala Hijau Indonesia menyelenggarakan diskusi bersama bertajuk “Sengkarut Perburuhan Nikel di Indonesia Morowali Industrial Park” di Grand Cemara Hotel, Jakarta Pusat, pada Kamis (5/9/2024). Acara diskusi ini menjelaskan hasil riset yang digarap sejak pertengahan 2023 hingga awal 2024.
Indonesia disebut-sebut akan melakukan hilirisasi komoditas nikel, batu bara, bauksit dan sejenisnya secara konsisten. Kemudian dijanjikan akan meraih pendapatan per kapita US$10.900 setara Rp153 juta dalam jangka waktu 10 tahun. Hal ini tercermin dari nikel yang masuk kategori “mineral kritis”, menandakan nikel berperan penting dalam stabilitas serta pertahanan ekonomi. Sebab nilainya sangat tinggi dan tak tergantikan.
Di balik target pendapatan per kapita dari industri nikel, ada para buruh nikel yang tak mendapat kesejahteraan ekonomi dan hak-hak pekerja. Idealnya, para buruh nikel harus mendapat posisi yang bagus lantaran mengelola sang mineral kritis.
Dalam hal ini, Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) memiliki total 91.581 karyawan. Rinciannya 72.815 buruh IMIP-tenant, 18.706 buruh kontraktor lokal dan tenaga kerja asing 11.615 orang. Dari tiap 10 dari buruh laki-laki, ada 1 buruh perempuan yang bekerja di sana.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal Gabungan Serikat Buruh Indonesia, Emelia Yanti Siahaan, mendorong Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengawasi langsung hak-hak pekerja di perusahaan tambang asal Morowali, Sulawesi Tengah.
Dia juga heran dengan sistem upah di sana yang memakai standar Upah Minimum Kabupaten (UMK), padahal IMIP masuk ke dalam salah satu Proyek Strategi Nasional (PSN).
Emelia juga menerangkan bila pihak perusahaan harus mengerti bagaimana memenuhi hak reproduksi untuk perempuan. “Ketika perusahaan merekrut perempuan, harus paham konsekuensinya. Perempuan mengalami menstruasi, hamil dan melahirkan. Undang-Undang Ketenagakerjaan sudah melindungi hak reproduksi itu,” ucapnya, Kamis (5/9/2024). (*)