Dari Kegagalan Sneakers ke Kesuksesan Sandal: Kisah Joshua Wijaya dan Maximall Footwear
Joshua Wijaya adalah sosok pengusaha muda yang mencuri perhatian dalam dunia bisnis dengan perjalanan inspiratifnya bersama Maximall Footwear. Perjalanannya dimulai saat masih duduk di bangku kuliah, di mana dia mengasah minatnya dalam bisnis melalui berbagai usaha kecil-kecilan.
Terlahir dengan hasrat besar dalam dunia bisnis, Joshua telah mencoba berbagai peluang, mulai dari menjual makanan hingga berbagai usaha lainnya. Namun, momen penting dalam karier bisnisnya datang pada tahun 2019, ketika dia mendirikan Maximall Footwear di usia 22 tahun, sambil tetap berupaya menyelesaikan studi akademisnya.
"Saya kasih nama Maximall karena dalam setiap hal, saya nggak pernah mau setengah-setengah. Saya ingin maksimal," katanya dalam acara BizzComm Podcast kerjasama SWA dengan LSPR Faculty of Business.
Pada awalnya, Joshua merasa ada peluang besar di industri alas kaki, terutama di segmen sandal yang sering kali dianggap sebagai produk sampingan oleh banyak brand. Dalam pasar yang didominasi oleh sepatu, anak Bandung ini melihat potensi untuk menghadirkan sesuatu yang berbeda dengan mengangkat sandal sebagai produk utama.
Dia bertekad untuk menjadikan sandal sebagai produk yang tidak hanya fungsional tetapi juga memiliki desain yang menarik dan berkualitas tinggi. Joshua percaya bahwa dengan pendekatan ini, dia dapat memposisikan Maximall Footwear secara unik di pasar.
Namun, perjalanan Joshua tidak selalu mulus. Mendirikan bisnis menghadapi berbagai tantangan, dan Joshua tidak terkecuali. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapinya adalah kurangnya pengalaman dalam branding dan pemasaran.
Ketika dia pertama kali meluncurkan produk sepatu sneakers dengan modal pribadi yang besar, sekitar 1500-2000 pasang sepatu tersebut tidak laku terjual selama lebih dari satu tahun. “Hampir ratusan juta rupiah dan di situ bener-bener gak ada yang laku selama satu tahun lebih lah. Pusing,” dia mengenang.
Situasi ini diakui Joshua membuatnya sempat merasa putus asa, terutama karena modal yang telah dikeluarkan sangat besar, sementara penjualan tidak mencapai target. Joshua mengandalkan modal pribadi yang didapat dari tabungan dan investasi saham untuk memulai Maximall Footwear.
Oh ya, Joshua diajari bermain saham oleh ayahnya. Sejak di sekolah menengah atas, dia rutin menyisihkan uang jajannya untuk membeli saham-saham LQ45.
Meski mengalami kerugian besar dalam produksi sneakers dan sempat putus asa, Joshua tak menyerah. Dia memutuskan untuk memanfaatkan sisa modalnya untuk riset dan pengembangan produk sandal.
Kendati menghadapi kegagalan awal, Joshua tetap bertekad untuk terus maju. Dia belajar dari kesalahan sebelumnya dan mencari cara untuk memperbaiki strategi bisnisnya. Termasuk bertanya pada kawannya di perusahaan sepatu yang tengah hits, Brodo.
Dia pun mulai mempelajari lebih dalam tentang branding, pemasaran digital, dan perilaku konsumen. Dengan pendekatan yang lebih strategis dan fokus pada desain serta kualitas produk sandal, Joshua mulai melihat perubahan positif. Melalui proses belajar, trial and error, serta berkonsultasi dengan teman-teman berpengalaman di industri, anak muda ini akhirnya berhasil meluncurkan beberapa model sandal yang mendapatkan sambutan positif dari pasar.
Joshua memilih industri alas kaki karena dia melihat potensi besar di segmen sandal yang belum banyak digarap serius oleh brand lokal.
Keputusan ini terbukti cerdas, karena sandal memiliki pangsa pasar yang luas dan fleksibel dibandingkan dengan sneakers. Walau mengalami kerugian awal, Joshua terus berinovasi dan memperbaiki strategi bisnisnya. Dia memahami bahwa untuk mencapai kesuksesan, penting untuk terus beradaptasi dengan perubahan pasar dan kebutuhan konsumen.
Dengan fokus pada desain yang menarik, kualitas produk yang tinggi, dan pendekatan pemasaran yang lebih strategis, Joshua pun berhasil memulihkan bisnisnya dan meningkatkan penjualan. Bahkan performanya melampaui impiannya yang paling liar sekalipun.
"Maximall Footwear berhasil melakukan ekspor ke berbagai negara, termasuk Singapura, Kamboja, Vietnam, dan Amerika Serikat," ujarnya bangga.
Salah satu langkah cerdas Joshua adalah berkolaborasi dengan Binance untuk merilis edisi khusus produk bertema cryptocurrency. Langkah ini tidak hanya memperluas jangkauan pasar tetapi juga meningkatkan popularitas Maximall di pasar internasional.
Saat ini, Maximall Footwear diproduksi di pabrik yang terletak di Tangerang, dengan kapasitas produksi bulanan sekitar 20.000 pasang alas kaki, termasuk berbagai model sandal.
Joshua memastikan bahwa setiap produk melalui pengujian ketat untuk memastikan daya tahan dan kenyamanan. Tim riset dan pengembangan di Maximall terus bekerja untuk menghadirkan inovasi dalam desain dan teknologi produk.
Model bisnis Maximall Footwear menggabungkan penjualan online dan offline. Joshua lebih memilih strategi reseller dan distributor, di mana reseller membeli produk secara langsung dari perusahaan, memungkinkan perputaran produk yang lebih cepat.
Di Indonesia, Maximall memiliki store fisik di Bali, yang menjadi salah satu pasar terbesar mereka. Meskipun penjualan online sempat menurun, Joshua terus mengoptimalkan strategi pemasaran digital untuk meningkatkan penjualan dan memperluas jangkauan pasar. (*)