Strategy

Jurus Bank Mandiri (BMRI) Wujudkan Ekonomi Rendah Karbon

Wakil Direktur Utama Bank Mandiri, Alexandra Askandar, di acara IISF 2024. (Dok BMRI)

Bank Mandiri Tbk (BMRI) mendukung upaya pemerintah mewujudkan target net zero emissions (NZE) pada tahun 2060. Dalam rangka melakukan efisiensi energi, perseroan telah melakukan transformasi melalui digitalisasi layanan yakni dengan SuperApps seperti Livin' dan Kopra.

Di samping itu, perseroan juga telah menjajaki strategi pengimbangan karbon, termasuk pembelian kredit karbon dan investasi dalam proyek karbon seperti restorasi lahan dan konservasi. Bank Mandiri juga memiliki peran sebagai agen pembangunan.

“Komitmen perseroan yang telah dilakukan dalam memimpin transisi Indonesia menuju ekonomi rendah karbon adalah dengan pendekatan yang berfokus pada klien,” kata Wakil Direktur Utama BMRI Alexandra Askandar dalam sesi diskusi Indonesia International Sustainability Forum (IISF) 2024, Jumat (5/9/2024).

Untuk itulah perseroan secara khusus membentuk ESG Desk, yang menawarkan pinjaman terkait keberlanjutan (SLL), pembiayaan untuk perusahaan yang sedang bertransisi, dan produk hijau lainnya.

Melalui ESG Desk, Bank Mandiri telah menyelenggarakan banyak forum diskusi kelompok (FGD), lokakarya, dan seminar untuk nasabah seperti PLN Group, Pertamina Group, Semen Indonesia Group, Sinarmas Group, dan nasabah korporasi besar lainnya.

Langkah untuk mensosialisasikan pembiayaan berkelanjutan ini juga diikuti oleh sektor ritel, di mana bank berlogo pita emas ini juga meluncurkan kredit pemilikan rumah (KPR) hijau dan reksadana hijau. Dalam mewujudkan target ekonomi Indonesia yang rendah karbon tentu tidaklah mudah, terdapat tantangan yang harus dihadapi dan disiasati.

“Pertama, Indonesia telah menggunakan bahan bakar fosil dalam waktu yang cukup lama, sehingga membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk berpindah menggunakan energi yang lebih ramah lingkungan. Kendati begitu, kami tetap optimistis lantaran potensi energi terbarukan di Indonesia sangat melimpah,” ujar Alexandra.

Di sisi lain, juga perlu dukungan regulasi dan kebijakan melalui mekanisme insentif maupun disinsentif seperti subsidi dan pajak karbon. Menurutnya, adanya mekanisme insentif dapat memberikan konsekuensi finansial bagi bisnis yang menghasilkan emisi tinggi dan memberikan insentif jika bisnis beralih ke praktik berkelanjutan.

"Namun, saya yakin dengan adanya kebijakan dan mekanisme yang kuat untuk mendukung investasi iklim, kita tidak perlu lagi memilih antara keberlanjutan dan pertumbuhan karena keduanya dapat berjalan beriringan untuk mencapai tujuan keberlanjutan kita," kata Alexandra. (*)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved