Merek Lokal Berjaya! Boikot Mengubah Persaingan Global & Lokal di Kecantikan dan FMCG
Pasar kecantikan Indonesia, yang dianalisis oleh Compas.co.id, menunjukkan tren yang mengejutkan dengan dominasi merek lokal dalam persaingan e-commerce.
Melalui riset terbaru yang dirilis oleh platform ini, ditemukan bahwa enam dari sepuluh merek dengan nilai penjualan tertinggi di semester pertama 2024 adalah merek lokal. Analisis ini mencakup 150 merek kecantikan teratas berdasarkan nilai penjualan di Shopee, Tokopedia, dan Blibli dari Januari 2022 hingga Juni 2024, menggambarkan bagaimana merek lokal memegang lebih dari 60% total omset kategori perawatan dan kecantikan.
Hanindia Narendrata, Co-founder & CEO Compas.co.id, mengungkapkan bahwa pada semester I 2024 nilai penjualan brand lokal yang berada di jajaran top 150 juga berhasil melampaui brand global, dengan mencapai Rp5,01 triliun atau terpaut sekitar Rp 400 miliar dari brand global yang berada di angka Rp4,62 triliun. Pernyataan ini tidak hanya menunjukkan keberhasilan semata, tetapi juga menandakan pergeseran preferensi konsumen yang signifikan.
Menurutnya ini bukan kali pertama nilai penjualan brand lokal lebih tinggi dari global, sebab pada pada tahun 2022 nilai penjualan brand lokal juga lebih tinggi dibandingkan global. Pada semester I nilai penjualan brand lokal mencapai Rp3,38 triliun dan global Rp2,55 triliun, hal serupa juga terjadi pada semester II, dimana nilai penjualan brand lokal mencapai Rp3,6 triliun sementara brand global Rp3,2 triliun.
Fenomena di tahun 2024 ini bukanlah suatu kebetulan, melainkan hasil dari gerakan boikot terhadap produk-produk yang dianggap terafiliasi dengan Israel yang memulai pengaruhnya pada Oktober 2023. Gerakan ini memengaruhi perilaku konsumen tidak hanya di pasar offline namun juga online, mendorong konsumen untuk beralih dari merek global ke lokal.
Berdasarkan data live dashboard Compas.co.id pada periode 19 Mei - 15 Juni 2024 di Shopee dan Tokopedia, brand global dari sub kategori pelembab mengalami penurunan yang signifikan. Dalam jangka waktu 2 minggu pasca ‘All Eyes on Rafah’ dan kembali maraknya gerakan boikot, nilai penjualan brand global turun hingga Rp95 juta, sedangkan pada periode yang sama brand lokal mengalami peningkatan hingga Rp456 juta.
Gerakan boikot ini juga mempengaruhi kategori lain dalam sektor FMCG, termasuk makanan & minuman serta ibu & bayi, meskipun kesehatan tercatat sebagai kategori yang paling sedikit terpengaruh.
“Saat ini konsumen di Indonesia semakin teliti dalam memilih produk yang sesuai dengan nilai-nilai yang sejalan dengan mereka. Gerakan ini telah membuka peluang bagi brand lokal untuk bersaing di pasar yang semakin kompetitif. Sebaliknya, untuk brand global hal ini menjadi tantangan untuk mempertahankan performa positif layaknya di tahun 2023 lalu,” terang Narendrata.
Dalam konteks yang lebih luas, Compas.co.id menyoroti bagaimana TikTok Shop berhasil meraih market share signifikan di sektor FMCG dengan 18,6% atau senilai Rp8,9 triliun pada semester I 2024, menempatkan platform tersebut di peringkat kedua setelah Shopee dalam hal nilai penjualan. Sementara itu, Tokopedia, meskipun baru diakuisisi oleh Bytedance pada Januari 2024, belum menunjukkan peningkatan yang diharapkan.
Menurut analisis Compas.co.id, melejitnya penjualan TikTok Shop dikarenakan fitur interaktif yang memfasilitasi seller untuk mempromosikan produknya melalui live shopping dan penawaran penjualan secara eksklusif.
Dari sisi lain, Shopee masih menjadi pilihan utama konsumen e-commerce FMCG di Indonesia dan tren nilai penjualannya masih terus meningkat dalam 3 semester terakhir.
“Compas.co.id melihat pasar FMCG di e-commerce terus berkembang setiap tahunnya. Oleh karena itu kami ingin membantu para pelaku bisnis FMCG di e-commerce untuk menggunakan data sebagai landasan dalam pengambilan keputusan bisnis, dan membuat pasar e-commerce di Indonesia semakin berkembang,” tutur Narendrata.
Kesimpulannya, riset ini tidak hanya mencerminkan dinamika pasar saat ini tetapi juga menawarkan perspektif strategis bagi merek lokal dan global untuk memahami dan menyesuaikan strategi mereka dalam menghadapi preferensi konsumen yang terus berkembang. Gerakan boikot, walaupun merupakan tantangan, telah membuka peluang baru bagi merek lokal untuk meningkatkan kehadiran dan pengaruh mereka di pasar Indonesia. (*)