Ada Benefit dan Risiko, AI Generatif Berpeluang Diintegrasikan di Layanan Kesehatan
Kecerdasan Buatan (AI) kian terakselerasi untuk diintegrasikan di layanan kesehatan sehingga mengubah industri, khususnya di sisi layanan. AI generatif, bagian dari AI, menciptakan konten baru dari data yang ada, berada di garis depan transformasi ini. Karthick ChandraSekar, Associate Director ManageEngine, mengatakan AI generatif memungkinkan terciptanya perkembangan layanan medis termutakhir , seperti menyarankan pilihan obat inovatif dan menghasilkan teks medis. Teknologi ini berpotensi merevolusi layanan kesehatan dengan mengotomatisisasi tugas administratif dan membantu tenaga layanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi agar dapat lebih fokus pada perawatan pasien.
Karthick menyampaikan manfaat AI tidak hanya terbatas pada efisiensi. “AI Generatif dapat meningkatkan perencanaan, pemantauan pasien jarak jauh, dan diagnosis cepat dalam situasi kritis, sehingga meningkatkan hasil pasien yang lebih baik dan transisi perawatan yang lebih lancar,” jelas Karthick pada keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (17/9/2024).
Namun, efektivitas AI sangat bergantung pada kualitas data yang digunakan untuk melatihnya. Karthick mengingatkan model AI diolah pada kumpulan data yang andal dan mematuhi peraturan untuk menghindari kesalahan dan bias data. Meskipun ada tantangan seperti masalah privasi data dan kebutuhan terhadap pakar AI yang terampil, manfaat potensialnya sangat besar.
Rencana kesehatan yang dipersonalisasi, peningkatan keterlibatan pasien, dan hasil perawatan kesehatan yang lebih baik secara keseluruhan hanyalah beberapa keuntungan yang yang dihasilkan teknologi ini. “AI generatif, yang dulunya merupakan konsep fiksi ilmiah, kini menjadi kenyataan dengan potensi untuk meningkatkan industri perawatan kesehatan secara signifikan, menjadikannya lebih efisien dan efektif bagi penyedia dan pasien,” tuturnya
Namun, penggunaan AI dalam perawatan kesehatan bukannya tanpa risiko. Di Indonesia, AI telah diintegrasikan ke dalam institusi kesehatan, potensi ancaman telah muncul. Salah satu risiko signifikan, seperti yang disoroti oleh Karthick, adalah kemungkinan cedera pada pasien akibat kesalahan AI. “Sistem AI, meskipun efisien, dapat membuat kesalahan seperti merekomendasikan pengobatan yang salah atau tumor yang terlewatkan pada pemindaian. Kesalahan ini dapat menyebabkan konsekuensi kesehatan yang serius,” ia memperingatkan.
Tidak seperti kesalahan manusia, kesalahan sistem AI dapat memengaruhi banyak pasien secara bersamaan jika masalah yang meluas muncul dalam algoritme AI. Fragmentasi data merupakan tantangan lainnya. Pelatihan sistem AI memerlukan data yang luas, yang sering kali tersebar di beberapa sistem karena pasien menemui berbagai penyedia dan mengubah rencana asuransi.
Fragmentasi ini dapat menyebabkan kesalahan, kumpulan data yang tidak lengkap, dan biaya pengumpulan data yang tinggi, sehingga membatasi pengembangan sistem AI yang efektif. Karthick juga menunjukkan masalah privasi yang muncul dengan AI, dengan mencatat bahwa kebutuhan terhadap kumpulan data yang besar akan memberi insentif kepada pengembang untuk mengumpulkan data dari pasien, sehingga menimbulkan masalah privasi.
Untuk mengurangi risiko ini, beberapa strategi dapat digunakan. Karthick menyarankan regulator memainkan perannya penting dengan menetapkan standar untuk catatan kesehatan elektronik (EHR), memberikan dukungan teknis, dan berinvestasi dalam pembuatan kumpulan data yang komprehensif. Selain itu, peningkatan pengawasan oleh sistem kesehatan, organisasi profesional, dan perusahaan asuransi diperlukan untuk memastikan kualitas sistem AI.
Kementerian Kesehatan Indonesia mengambil langkah-langkah untuk memanfaatkan teknologi AI di tiga rumah sakit terkenal, dengan uji klinis yang dilakukan untuk mengurangi waktu tunggu hasil pemindaian CT, radiologi, atau pemeriksaan patologi anatomi. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan di Indonesia dengan memanfaatkan AI.
Seiring AI terus merevolusi perawatan kesehatan, keamanan siber menjadi perhatian yang semakin penting. Ketergantungan sektor perawatan kesehatan pada teknologi untuk berbagai operasi, termasuk memelihara EHR dan melakukan operasi dengan bantuan robot, membuatnya rentan terhadap serangan siber.
Karthick menekankan pentingnya perencanaan yang cermat dan kewaspadaan terus-menerus dalam melindungi jaringan rumah sakit. Ia menyarankan organisasi perawatan kesehatan untuk mengadopsi beberapa strategi, seperti memantau server informasi kesehatan yang dilindungi (PHI), menegakkan kebijakan kata sandi yang kuat, dan membangun lingkungan zero trust untuk mengurangi risiko dari penyelewengan dari internal.
Karthick menyimpulkan AI berpotensi besar untuk meningkatkan layanan perawatan kesehatan dan menimbulkan risiko signifikan yang harus dikelola dengan hati-hati. Dengan mengatasi tantangan ini secara proaktif, institusi perawatan kesehatan dapat memanfaatkan kekuatan AI untuk memberikan perawatan pasien berkualitas tinggi sambil menjaga keamanan dan kepercayaan. (*)