Terapkan 8 Strategi, PLN Optimistis Tekan Emisi Karbon
PT PLN (Persero) optimistis dapat menekan emisi karbon dengan menghapus rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Pembangkit tersebut sebelumnya masuk dalam program Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). “Dengan ARED, PLTU tidak disuntik mati langsung, tetapi [dengan] coal phase down,” kata Direktur Manajemen Risiko PLN, Suroso Isnandar, di Jakarta, Selasa (17/9/2024). ARED atau Accelerated Renewable Energy Development merupakan sebuah program transisi energi listrik PLN yang memungkinkan kapasitas pembangkit energi terbarukan meningkat hingga 75% pada tahun 2040.
Suroso menyampaikan bauran energi tenaga listrik di Indonesia masih didominasi batu bara. Menurut data internal PLN, PLN menggunakan sekitar 72,3 juta MWh atau 65,87% batu bara dalam PLTU. Kemudian disusul gas sebesar 18,3 juta MWh (16,97%). Adapun pemanfaatan bahan bakar alternatif seperti air, panas bumi, surya, dan biomassa masing-masing sebesar 7,9 juta MWh (7,24%), 5,6 juta MWh (5,10%), 777.685 (0,12%) dan 565.331 MWh (0,51%).
Adapun langkah strategis yang dilakukan PLN antara lain sebagai berikut. Pertama, PLN membatalkan PLTU baru berkapasitas 13,3 GW yang sebelumnya masuk dalam rencana RUPTL tahun 2019-2028. Suroso mengeklaim, langkah ini dapat mengurangi 1,8 juta karbon dioksida (CO2).
Kedua, PLN membatalkan kontrak power purchase agreement (PPA) PLTU berkapasitas 1,4 GW dalam RUPTL tahun 2021-2030. Ini dapat menghemat 0,2 juta CO2. Ketiga, PLN mengganti PLTU berkapasitas 1,1 GW dengan pembangkit energi baru terbarukan (EBT), dapat menghemat 0,2 juta CO2. Keempat, PLN mengganti PLTU berkapasitas 800 MW dengan pembangkit gas, dapat menghemat 6,1 juta CO2.
Kelima, PLN melakukan skema co-firing biomassa pada 46 PLTU. PLN mengeklaim, mereka dapat mencapai 52 PLTU pada 2025. Skema ini dilakukan dengan mencampur biomassa dengan batu bara, sehingga penggunaan batu bara sebagai bahan baku utama pembangkit listrik dapaat berkurang. Langkah ini dapat menghemat 0,1 juta CO2.
Keenam, PLN melakukan program dedieselisasi berkapasitas 1 GW. Selanjutnya, PLN menggantinya dengan EBT seperti kombinasi tenaga surya dan baterai. Suroso menambahkan, program ini telah dilakukan pada 90 lokasi daerah terpencil di Indonesia. Langkah ini dapat memghemat 0,1 juta CO2.
Ketujuh, PLN menerapkan carbon trading di 55 PLTU dengan volume sekitar 5,26 juta CO2. Kedelapan, PLN merencanakan dan mengembangkan pembangkit EBT berkapasitas 21 GW dalam RUPTL. “Ini adalah bentuk komitmen program ke depan, bagaimana kami akan bergerak dari sistem tenaga listrik berbahan baku fosil menuju sistem tenaga listrik dari energi terbarukan,” tambah Suroso.
Pada kesempatan ini, Ekonom INDEF, Abra Talattov menjelaskan, program transisi energi terbarukan tersebut dapat berjalan mulus jika melibatkan kontribusi semua pihak, mulai dari pemerintah, masyarakat, hingga komunitas. “Jangan hanya menjadi beban negara atau BUMN saja,” pungkas Abra. (*)