Kejahatan Siber Kian Meningkat, Bank Mandiri Memperkokoh Keamanan Data Digital Nasabah
Bank Mandiri terus berinovasi untuk memberikan layanan perbankan terbaik bagi para nasabahnya. Melalui digitalisasi layanan keuangan, aplikasi Livin' by Mandiri yang diluncurkan pada 2 Oktober 2021 mendapat respons positif dari para pengguna.
Jumlah nasabah Livin' by Mandiri pun terus tumbuh signifikan. Kepercayaan yang tinggi ini mendorong Bank Mandiri untuk memperkuat infrastruktur keamanan sibernya, memastikan perlindungan perangkat, jaringan, program, dan data dari ancaman serangan siber serta akses ilegal.
Vice President Digital Retail Banking Bank Mandiri, Harry Sofri Putranda, menuturkan bahwa dengan semakin berkembangnya transformasi digital, ancaman serangan siber juga semakin meningkat.
“Setiap hari, ada 1 juta kali percobaan serangan siber yang menyerang infrastruktur digital Bank Mandiri, serta kebocoran data yang menjadi perhatian serius manajemen,” ujar Harry dalam konferensi pers, Kamis (19/9/2024).
Untuk menghadapi ancaman tersebut, Bank Mandiri membentuk tim khusus yang disebut 'Satpam Digital'. Tim ini, yang beranggotakan 200 orang sejak dibentuk pada 2021, bertugas memantau dan mengantisipasi kejahatan siber setiap hari.
"Tugas satpam digital kami setiap hari seperti menjaga rumah: ada satpam, anjing penjaga, pagar, CCTV, alarm, hingga sniper untuk menghadapi serangan. Kami mengalokasikan 15 persen dari anggaran untuk investasi di bidang IT guna menjaga keamanan data nasabah dari ancaman siber," jelas Harry.
Hingga 2024, aplikasi Livin' by Mandiri telah mencatat 26 juta pengguna terdaftar. Harry juga mengungkapkan peningkatan signifikan dalam pembukaan rekening, yang melonjak hingga 85 persen dengan nilai transaksi mencapai Rp1.883 triliun. Dari aplikasi Livin', Bank Mandiri berhasil meraup laba hingga Rp8 miliar per hari.
Transformasi digital ini memudahkan nasabah mengakses layanan perbankan kapan pun dan di mana pun. "Dulu, proses pembukaan rekening memakan waktu beberapa hari. Sekarang, melalui Livin' by Mandiri, hanya butuh 15 menit dan rekening bisa langsung digunakan," kata Harry.
Transformasi digital yang dilakukan Bank Mandiri didasarkan pada lima prinsip fundamental. Pertama, meningkatkan kesiapan digital dengan memperkuat kapasitas karyawan, infrastruktur, dan memanfaatkan cloud computing.
Prinsip kedua adalah memperkuat struktur organisasi, personel, dan budaya dalam dua tahun terakhir. Salah satu langkahnya adalah membentuk tim khusus digital dan mengadopsi pola pikir industri financial technology.
Ketiga, Bank Mandiri terus mengembangkan berbagai kanal distribusi, seperti Livin' by Mandiri untuk nasabah individu, Kopra by Mandiri untuk korporat, Livin Merchant untuk UMKM, dan Smart Branch untuk layanan offline.
Prinsip keempat, Bank Mandiri memperluas ekosistem digitalnya dengan bermitra dengan lebih dari 600 rekanan untuk pembukaan rekening, transaksi, dan pinjaman digital. Terakhir, prinsip kelima adalah memanfaatkan data analytics dan kecerdasan buatan untuk meningkatkan manajemen data nasabah.
Sementara ekonom senior Samuel Sekuritas Indonesia dan dosen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi, mengatakan, digitalisasi perbankan telah berdampak pada meningkatnya produktivitas.
Saat ini, kontribusi sektor digital perbankan mencapai Rp1.000 triliun. Angka itu memang dalam PDB tidak terlalu banyak. Di tahun 2030 diharapkan, kontribusi terus meningkat mencapai Rp4.500 triliun.
Fithra menyarankan agar nasabah Bank Mandiri dan masyarkat melek terhadap literasi keuangan dan tidak mudah tertipu daya oleh penawaran terkait permintaan data-data pribadi saat menerima tawaran dalam proses pendaftaran transaksi di dunia perbankan. Contohnya, maraknya fenomena masyarakat yang terlilit pinjaman online (pinjol) terus meningkat.
Nasabah yang sudah melek terhadap literasi keuangan akan memberikan dampak positif bagi mereka tidak mudah tergiur dengan hal-hal semacam itu. Dampak positif nanti akan dirasakan oleh nasabah dan perbankan dengan membuat layanan perbankan semakin inklusif.
"Banyak masyarakat terjerat pinjol. Utang mereka dibayar pakai utang. Habis penghasilan mereka untuk membayar utang. Risiko kurangnya literasi keuangan ini menjadi tanggung jawab semua pihak. Kita harus menciptakan manusia yang paham digital teknologi," ujarnya. (*)