Entrepreneur

Dari Serat Batang Pisang ke Panggung Dunia: Kisah Jatuh Bangun Deddy dan Palem Craft

Deddy bersama produk-produk Palem Craft yang siap dikirim (Foto: Gigin W. Utomo/SWA)

Dalam jagad industri kreatif, nama Deddy Effendi Anakottapary dan Palem Craft telah menjadi warna tersendiri. Di tangannya yang penuh sentuhan seni, barang-barang yang hampir tak berharga di mata banyak orang diubah menjadi karya bernilai tinggi, hasil dari kreativitas yang tak pernah mengenal batas.

Ia mengolah serat batang pisang, bambu, ranting kayu, rumput rayung, biji mahoni, hingga kulit kerang menjadi mahakarya berkualitas premium, produk yang tak hanya memikat pasar lokal tetapi juga laris di pentas internasional.

Di bawah sentuhan lelaki kelahiran 8 Desember 1972 ini, barang-barang sederhana menjelma menjadi cermin dan lampu yang memesona, diserap oleh pasar ekspor dengan dominasi yang kuat. “Pasar kami lebih dari 90 persen untuk ekspor, hanya sedikit yang lokal,” ujarnya bangga pada swa.co.id.

Kesuksesan menaklukkan pasar global tak luput dari perhatian pemerintah. Pada 6 Juli 2024, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengunjungi workshop Palem Craft di Bantul, Yogyakarta. Kunjungan itu sebagai apresiasi kepada UMKM yang berhasil menembus pasar ekspor, sekaligus melepas truk kontainer berisi dekorasi rumah senilai US$ 7.000 yang siap berlayar menuju Spanyol.

“Mendag berharap apa yang dilakukan Palem Craft bisa menjadi inspirasi bagi pelaku usaha lain,” demikian ujar sang Menteri, memberikan harapan baru kepada banyak pengusaha yang ingin mengikuti jejak Deddy.

Berkibar

Di bawah bendera Palem Craft, Deddy kini memang tengah menikmati buah dari perjuangannya selama dua dekade. Nilai ekspor yang terus meningkat menjadi bukti bahwa kerja keras dan kreativitas yang ia tanamkan kini berbuah manis. Selama periode Januari hingga Juli 2024, total ekspor mencapai US$245 ribu atau sekitar Rp3,99 miliar, dengan target penjualan tahun ini hingga US$ 500 ribu — sebuah capaian yang tak sedikit untuk usaha yang dibangun dengan penuh cinta.

Optimismenya kian melambung saat setiap kali mengikuti pameran, selalu pulang membawa cerita manis. Bukan hanya tampil, tapi juga mencatatkan kesepakatan bisnis, baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Baru-baru ini, ia turut serta dalam ajang Shoppe Object New York City Summer 2024, yang digelar pada 4-6 Agustus. Dari ratusan pengusaha yang mendaftar, hanya delapan yang lolos seleksi ketat untuk mengisi Pavilion Indonesia, dan Palem Craft adalah salah satunya.

Bagi Deddy, pameran adalah panggung emas untuk memperkenalkan hasil karyanya, sekaligus uji coba terhadap pasar. Ia selalu mempersiapkan diri dengan matang, menghadirkan desain baru yang mampu menggetarkan hati para pembeli. "Alhamdulillah, produk kami laris manis," ungkapnya dengan syukur yang mendalam.

Dari pameran di Skylight at Essex Crossing, New York, tak hanya mendapatkan kesepakatan bisnis dengan nilai yang lumayan besar, ia juga pulang ke tanah air dengan hati penuh kebahagiaan. “Alhamdulillah kami pulang tidak dengan tangan hampa, karena kami membawa pulang order yang sangat bagus,” ujarnya.

Pameran tersebut, hasil kerja sama dengan Bank Indonesia, menjadi momen penting bagi Palem Craft. Tak hanya mencatat transaksi yang cukup besar, ia juga meraih pembeli baru yang potensial. Salah satu pelanggannya bahkan memesan senilai US$6.893, dan dari 68 calon pembeli potensial, dua di antaranya sudah memberikan uang muka senilai US$1.500.

Tak hanya itu, ada kabar mengejutkan dari Pennsylvania: sebuah perusahaan e-commerce ingin bekerja sama. “Mereka masih mempersiapkan sistemnya, bila sudah siap mereka akan segera menghubungi kami,” jelasnya dengan antusias.

Ia telah memiliki pembeli setia yang tersebar di berbagai penjuru dunia, mulai dari Perancis, Spanyol, Amerika Serikat, Belanda, Australia, Turki, hingga Persatuan Emirat Arab (PEA) dan Maladewa.

Setiap negara tersebut telah menjadi panggung bagi keindahan karyanya, yang kini menjadi bagian dari kehidupan banyak orang di belahan dunia yang jauh. “Insya Allah makin banyak negara yang tertarik dengan produk kami,” tuturnya penuh keyakinan.

Produk-produk Palem Craft yang laris manis di pasar global.

Desain Eksklusif, Bahan Alami

Ada beberapa keunggulan yang membuat produk asli Indonesia ini begitu diminati di pasar internasional. Desainnya yang eksklusif dan penggunaan bahan-bahan alami yang ramah lingkungan, menjadikan setiap produk tak hanya sebagai hiasan, tetapi juga simbol harmoni antara manusia dan alam.

Deddy tidak hanya menciptakan produk, ia menciptakan cerita tentang keindahan bumi yang dirangkum dalam setiap serat, kayu, dan kulit yang ia gunakan. “Kami memiliki puluhan sertifikat untuk berbagai bahan mulai dari kayu hingga kabel dan lampu,” jelasnya penuh kebanggaan.

Dengan tangan dan imajinasinya, setiap produk lahir secara eksklusif dari desain yang ia ciptakan sendiri. Namun, meski begitu, ia memilih untuk tidak mematenkan karyanya. Tidak gentar dengan kemungkinan penjiplakan, karena lebih memilih menjadi pemimpin daripada pengikut. “Yang penting, saya selalu menjadi trendsetter,” ungkapnya, menyiratkan kepercayaan diri yang tulus, bahwa karyanya akan selalu berada di depan, menjadi cahaya bagi yang lain untuk mengikuti.

Sebagai entrepreneur jempolan, ia melampaui kebanyakan pebisnis di dunia kerajinan tangan. Tanpa tim kreatif di belakangnya, baik dalam hal desain maupun pemasaran online, ia berdiri sendiri, mengandalkan kecerdikan dan imajinasinya.

Pria berkacamata yang gemar membaca ini merancang semua produknya sendiri. Hingga kini, lebih dari 3000 desain telah tercipta dari tangannya, terdokumentasi dengan rapi, seperti sebuah harta karun tersembunyi. Setiap desain lahir dari inspirasi yang datang kapan saja dan di mana saja, sebab baginya, dunia adalah kanvas yang tak terbatas. Kertas dan pensil selalu setia menemaninya, siap mencatat setiap kilasan ide yang melintas.

“Setiap muncul ide saya langsung tuangkan dalam bentuk goresan di kertas agar tidak lupa,” ungkapnya.

Ia merasa penting untuk mendokumentasikan setiap desain. Berdasarkan pengalamannya, tren produk selalu berputar, dan suatu saat desain lawas bisa kembali menjadi tren baru yang diminati. Ia, dengan sabar, menunggu momen itu.

Dalam berkomunikasi dengan pelanggan, ia lebih memilih menggunakan website dan Instagram — dua medium yang dirasakan paling efektif. Segala proses ia tangani sendiri, tanpa perantara. Strateginya sederhana namun cerdas; seringkali ia menggoda konsumennya dengan merilis desain baru yang disembunyikan sebagian, kadang sengaja dibuat buram. Ini membuat pembeli yang mengikuti akun Instagram Palem Craft merasa penasaran, sehingga mereka sering kali menghubunginya langsung untuk mendapatkan detail lebih lanjut.

Deddy selalu berupaya membuat desain-desain yang bukan hanya menarik, tapi juga eksklusif (Dok. Palem Craft)

Usaha Sampingan di Gerai Kecil

Keputusan untuk tidak melibatkan orang lain dalam pengelolaan desain dan media sosialnya terkait dengan pengalaman traumatis yang pernah ia alami. Dua puluh tahun yang lalu, tepatnya tahun 2003, ia menghadapi masa yang sangat berat. Saat itu, bersama istrinya, ia baru memulai bisnis suvenir, menjual aneka produk kerajinan khas Jogja. Mereka membuka gerai kecil di galeri batik Jogja Kembali milik mertuanya di Jalan Ahmad Dahlan, Jogja.

Bisnis ini awalnya hanyalah usaha sampingan. Ia masih bekerja di sebuah showroom mobil, sementara istrinya di sebuah toko komputer. Namun, tak disangka, bisnis suvenir mereka terbilang sukses. Produk-produknya laris, dan ia melihat peluang untuk memperbesar bisnis dengan mengikuti pameran di Jakarta, berharap bisa menarik pembeli besar. Siap melayani pesanan apa saja, dari berbagai jenis kerajinan yang ada di Jogja.

Dengan modal Rp 30 juta dari mertuanya, ia dan istrinya membayar stand dan operasional pameran, serta membeli aneka produk kerajinan dari gerabah, serat, rotan, perak, hingga bambu. “Pokoknya banyak sekali produk handicraft yang kami bawa untuk dipajang di pameran,” kenangnya.

Keberuntungan berpihak padanya. Meski awalnya merasa salah tempat, ternyata pameran yang diikuti adalah pameran produk ekspor. Setelah membuka stand, ia baru sadar bahwa sebagian besar pengunjung adalah pembeli dari luar negeri. “Alhamdulillah, mereka tertarik dengan produk yang saya bawa,” ucapnya dengan rasa syukur yang mendalam.

Dari pameran itu, ia langsung kebanjiran pesanan. Nilainya tak main-main, mencapai 30 kontainer, sebagian besar dari negara-negara Timur Tengah. Produk yang diminati berupa aneka kerajinan untuk kebutuhan rumah tangga, hasil karya tangan yang sarat dengan jiwa seni.

Namun, di balik kesenangan itu, terselip stres yang tak terhindarkan. Ia dan istrinya diliputi rasa bahagia karena mendapatkan pesanan besar, namun di sisi lain, mereka merasa tegang. Ini pertama kalinya mereka menghadapi pesanan dalam jumlah sebesar itu, sementara pengalaman dalam menangani produksi skala besar masih minim. Apalagi, saat itu ia bahkan belum memiliki bendera bisnis yang sah.

Berbekal pengalaman kerjanya di showroom mobil, ia bergerak cepat. Menghubungi para pengrajin yang siap mengerjakan pesanan, merekrut karyawan untuk menangani segala proses, dari produksi, pengemasan, hingga pengiriman ke luar negeri. Sebuah nama pun lahir untuk menaungi bisnisnya — CV Palem Craft, yang kelak menjadi penanda perjuangan panjangnya.

Beruntung, ia menemukan mitra kerja yang berpengalaman dalam bisnis kerajinan tangan, seseorang yang ia percayai sepenuh hati. Untuk menyelesaikan pesanan 30 kontainer itu, ia menyewa workshop di Bantul, mempekerjakan sedikitnya 15 orang.

Di tengah kesibukan membagi waktu antara showroom mobil dan menjalankan usahanya sendiri, ia tetap merasa antusias. Urusan produksi dan komunikasi dengan pembeli ia percayakan penuh kepada manajer yang dianggapnya dapat diandalkan.

Pengkhianatan

Saat itu, semua tampak indah. Semua berjalan lancar, hingga badai itu datang tanpa aba-aba...

Satu hari, manajer kepercayaannya mengundurkan diri. Lebih mengejutkan lagi, seluruh karyawan bagian produksi turut mundur. “Dia tidak sendirian, tapi diikuti semua karyawan bagian produksi,” kenangnya, merasakan kembali luka pengkhianatan yang tak pernah ia duga.

Lebih dari sekadar mundur, karyawannya membuka workshop sendiri, mencuri pesanan yang diperoleh dari pameran di Jakarta. Nama perusahaannya pun dijiplak dengan hanya menghilangkan satu huruf, berubah dari Palem Craft menjadi Palm Craft — tiruan yang nyaris identik.

Ia mengaku terkejut luar biasa. Nyaris putus asa, merasa seolah usaha yang baru saja dirintis dirampas begitu saja.

“Saya sangat terpukul, karena semua mereka ambil,” tuturnya dengan lirih, mengingat rasa kecewa yang begitu dalam.

Namun, setelah perenungan yang panjang, didampingi istri dan keluarga, ia menemukan kekuatan batin. Sebuah dorongan spiritual yang membangkitkan semangatnya untuk tidak menyerah. Segera ia melakukan konsolidasi, mengumpulkan kembali sisa-sisa harapannya.

Atas saran istrinya, ia memutuskan keluar dari pekerjaan showroom mobil dan fokus sepenuhnya pada bisnis handicraft. “Kami bersama istri resign dari kerjaan demi menjalankan bisnis bersama. Kami berbagi tugas, istri ngurus keuangan, saya produksi,” ungkapnya dengan tekad baru.

Meski tak berpengalaman dalam manajemen produksi, ia mulai belajar dari nol. Mempelajari bahan baku, manajemen produksi, hingga pemasaran. “Alhamdulillah, dengan cepat saya paham dan berhasil memiliki jaringan pengrajin di berbagai daerah,” tandasnya dengan syukur yang terus membimbing langkahnya.

Awalnya, ia menyelesaikan sisa pesanan dari Timur Tengah sebanyak dua kontainer. Tak butuh waktu lama, pesanan baru berdatangan, karena semua diselesaikan tepat waktu tanpa keluhan dari pembeli. Lebih bersyukur lagi, pelanggan yang sempat direbut anak buahnya kini kembali ke pelukannya.

Dari titik itu, bisnisnya terus melejit. Awalnya ia lebih banyak bertindak sebagai trader, bekerja sama dengan pengrajin lain. Namun, ketika mitra-mitranya kewalahan menerima pesanan, ia memutuskan untuk mendirikan workshop sendiri — pijakan baru dalam pertumbuhan bisnisnya yang semakin cemerlang.

Atas masukan dari pembeli, fokus usaha akhirnya hanya pada produksi cermin hias dan lampu. Keputusan ini membuka jalan lebar menuju kesuksesan. Setelah fokus pada dua jenis produk tersebut, bisnisnya melesat seperti bintang yang tak terbendung.

Seperti Phoenix

Namun, seperti dalam kisah hidup yang sering kali diwarnai badai, ujian berat kembali datang. Gempa DIY tahun 2006 mengguncang segalanya, tak hanya menghancurkan bangunan dan harapan, tetapi juga barang-barang yang telah siap diekspor. Semua rusak, dan mimpi-mimpi yang sudah hampir terwujud terasa runtuh seketika.

Keberuntungan tidak hanya terletak pada kualitas produk, tetapi juga pada relasi baik dengan pembeli. Ketika melihat dirinya terpukul oleh bencana, tangan-tangan dermawan terulur, menawarkan bantuan finansial untuk membantunya bangkit.

Dari dukungan ini, perlahan tapi pasti, ia mulai membangun kembali bisnis dari puing-puing. Palem Craft kembali berdiri, bukan sekadar pulih, tetapi menjadi pemimpin di dunia produk kaca rias dan lampu hias, layaknya burung phoenix yang terlahir kembali dari abu.

Kehidupan sekali lagi memperlihatkan paradoks yang mengejutkan saat pandemi COVID-19 melanda. Ketika banyak bisnis terpuruk, Palem Craft justru mencatatkan prestasi gemilang. Omsetnya meroket, naik hingga 60 persen, sebuah lonjakan yang luar biasa. Pasar yang meningkat drastis pasca pandemi membawa angin segar bagi perusahaannya.

Namun, di tengah keberkahan itu, musibah tak terduga kembali menimpa. Pada dini hari, sekitar pukul 03.30 tanggal 19 Juli 2021, api melalap habis workshop di Bantul. Tak ada yang tersisa, termasuk puluhan ribu item yang sudah siap masuk peti kemas untuk diekspor.

“Semua habis, tak ada yang tersisa,” katanya dengan suara bergetar, air mata mengalir menandai kehilangan yang begitu dalam.

Menghadapi cobaan itu, ia tidak sibuk mencari siapa yang salah. Sebaliknya, merenung dan introspeksi diri, meyakini bahwa mungkin ini adalah teguran dari Tuhan agar bisa berbuat lebih baik, tak hanya untuk dirinya tetapi juga untuk sesama.

Tempaan cobaan membuat Deddy makin kuat untuk bangkit dan membesarkan bisnisnya (Dok. Pribadi)

Dengan hati tabah, ia meminta stafnya mengabarkan kepada pembeli tentang musibah kebakaran. “Alhamdulillah, buyer kami bisa menerima dan memberikan bantuan untuk modal kerja saya,” tuturnya dengan syukur yang tak terhingga.

Pasca kebakaran tersebut, bisnis justru semakin bersinar. Ia tidak berdiri sendirian menikmati buah dari peningkatan penjualan yang kian melejit. Ribuan pengrajin yang tersebar di Bantul, Kulonprogo, dan Sleman turut menikmati berkahnya.

Begitu pula para petani yang menyuplai serat pisang dan rumput rayung, serta para nelayan yang mengumpulkan kulit kerang. Semua merasakan manfaat dari ketangguhan dan kebangkitan seorang Deddy Effendi Anakottapary, yang tak pernah rebah dan menyerah pada tantangan, tetapi justru merangkulnya sebagai bagian dari perjalanan hidup yang penuh arti. (*)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved