Coldspace, Bisnis Rantai Dingin Besutan Mantan Auditor
Kiprah industri rantai dingin (cold chain) selama ini boleh dibilang tak terlihat oleh publik. Padahal, peran industri ini sangat vital, karena menjaga kualitas produk, terutama untuk produk-produk yang memerlukan pengaturan suhu yang ketat. Khusus di Indonesia, tantangan yang dihadapi industri ini juga masih sangat besar. Terutama terkait dengan masih tingginya angka food waste.
Di tengah tantangan tersebut, seorang profesional dengan latar belakang yang kuat di bidang audit, Arnold Giovanni, melihat adanya peluang untuk memberikan solusi melalui pendirian Coldspace sebagai perusahaan penyedia layanan rantai dingin terintegrasi.
Sebelum mendirikan Coldspace, Arnold telah menempuh karier sebagai auditor di salah satu konsultan audit Big 4, yakni Ernst & Young (EY), dengan jabatan terakhir sebagai Supervisor Senior Auditor. Pengalaman ini memberinya kemampuan mendalam untuk memahami alur kerja perusahaan serta pentingnya sistem kontrol internal yang solid dan penerapan standar operasional yang ketat.
Alasan Arnold mendirikan Coldspace ialah ingin mengatasi masalah food waste yang masih sangat tinggi di Indonesia. Berdasarkan data United Nations Environment Programme (UNEP), dalam laporan Food Waste Index Report 2024, Indonesia menempati posisi ke-8 tertinggi di dunia dalam hal food waste. Arnold melihat bahwa dengan solusi rantai dingin yang efisien dan andal, Coldspace dapat menjadi bagian dari solusi untuk mengatasi masalah tersebut.
Pada 2022, Arnold mengajak dua temannya, yakni Ivan Liadi (kini menjabat sebagai Head of Business Development & Strategy Coldspace) dan David Loei (Head of Sales Coldspace), untuk mendirikan Coldspace. Mereka membangun dengan modal yang realtif terbatas, Rp 400 jutaan, yang berasal dari kocek sendiri dan dukungan finansial dari Nanyang Business School (Singapura) saat Arnold mengambil gelar MBA.
Pada Mei 2023, Coldspace berhasil mengantongi pendanaan tahap awal (seed funding) senilai US$ 3,8 juta (sekitar Rp 56 miliar). Pendanaannya dipimpin oleh Intudo Ventures, PT Adi Sarana Armada Tbk. (ASSA), dan Triputra Group, plus partisipasi dari MKA dan ITS.
Bicara jasanya, Coldspace melayani beragam segmen pelanggan, baik business to business (B2B) maupun business to consumers (B2C), mulai dari kalangan importir, eksportir, distributor, produsen makanan dan minuman, farmasi, hingga UMKM. Dalam usianya yang relatif masih muda, sejumlah merek ternama dari industri food and beverages (F&B) dan e-commerce di Indonesia telah memercayai Coldspace sebagai tempat untuk penyimpanan bahan baku (raw materials) maupun barang jadi (finished/processed goods) mereka.
“Kami berangkat dari mindset bahwa customer satisfaction sangat penting. Kualitas layanan menjadi prioritas utama karena hal ini tidak hanya mencerminkan karakter perusahaan, tetapi juga komitmen kami untuk memberikan layanan terbaik,” kata Arnold.
Coldspace menawarkan empat jenis layanan utama yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan spesifik dari setiap klien. Pertama, cold storage dengan menyediakan fasilitas penyimpanan dengan pengaturan empat suhu (frozen, chiller, AC, dan dry). Fasilitas ini dilengkapi dengan sistem pemantauan real time untuk memastikan kualitas produk setiap saat.
Kedua, reefer truck, yakni solusi transportasi berpendingin untuk memastikan produk tetap dalam kondisi optimal selama proses pengiriman.
Ketiga, fulfilment, yakni layanan untuk membantu bisnis dalam mengelola pemesanan, penyimpanan, dan distribusi produk secara end-to-end. Untuk ini, Coldspace menangani seluruh prosesnya, mulai dari penerimaan produk, penyimpanan, hingga pengiriman akhir ke konsumen.
Keempat, managed logistics services, yang menawarkan solusi logistik yang disesuaikan dengan kebutuhan spesifik setiap klien. Layanan ini meliputi manajemen rantai pasok secara keseluruhan, mulai dari perencanaan hingga eksekusi, dengan tujuan meningkatkan efisiensi operasional klien.
Di luar empat layanan utama tersebut, Coldspace memiliki rangkaian solusi manajemen bagi klien untuk membantu mengelola dan memantau produknya, termasuk Warehouse Management System dan Transportation Management System, sebagai nilai lebih bagi klien untuk melakukan aktivitas monitoring dan analitik.
Menurut Arnold, salah satu elemen kunci dalam operasional Coldspace adalah control tower monitoring yang beroperasi selama 24 jam. Control tower ini berfungsi sebagai pusat pengendalian dan pemantauan yang memastikan setiap bagian dari rantai dingin berjalan dengan lancar.
Selain itu, Coldspace juga menerapkan standard operating procedures (SOP) yang dirancang untuk menjaga operational excellence. “Dengan pendekatan ini, Coldspace tidak hanya memastikan kualitas dan keamanan produk yang dikelola, tetapi juga mengurangi risiko kerugian dan kegagalan operasional,” katanya.
Hingga saat ini jaringan cold storage Coldspace telah tersebar di Jabodetabek dan beberapa daerah lain, seperti Bandung, Bali, Lombok, Balikpapan, Yogyakarta, Surabaya, Semarang, Medan, dan Makassar.
Coldspace berencana melakukan ekspansi geografis, dengan fokus pada peningkatan kapasitas cold storage dan penambahan armada reefer trucks. Selain itu, Coldspace juga akan memperluas basis kliennya.
“Saat ini, kami melayani korporasi B2B yang cukup besar, namun kami juga melihat peluang dalam menjangkau UMKM yang semakin banyak yang membutuhkan solusi rantai dingin,” kata Arnold optimistis. (*)