Saham-Saham Prajogo Pangestu Ambruk Pekan Lalu, Berikut Rekomendasi Saham di Pekan Ini
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di level 7.743 atau melemah 0,83% dalam seminggu pada akhir perdagangan Jumat, 20 September 2024. Pelemahan IHSG terdampak saham-saham Prajogo Pangestu seperti BREN, BRPT dan TPIA yang ambruk terimbas berita FTSE.
Meskipun melemah, IHSG sempat membentuk level tertinggi baru di area 7.900 pada 19 September 2024. "Apabila level 7.700 dapat dipertahankan sebagai area support maka IHSG berpotensi melanjutkan penguatan hingga level all time high-nya," ujar Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas, David Kurniawan pada risetnya di Jakarta, Senin (23/9/2024).
David menjelaskan FTSE pada 19 September 2024 itu mengumumkan akan mengeluarkan Barito Renewables Energy dari indeks FTSE Global Equity Series-Large Cap karena terganjal aturan free float seiring konsentrasi pemegang saham yang tinggi. "Sekitar 97% total saham yang diterbitkan hanya dimiliki oleh 4 pemegang saham," tandasnya.
Menyusul berita dari keluarnya BREN dari FTSE, ternyata ikut direspon juga oleh beberapa saham lainnya di grup Barito. "Di sisi lain, pergerakan dari emiten-emiten di sektor basic industry in general juga masih terlihat kurang bergairah," imbuhnya.
Adapun sentimen yang memengaruhi market pada 17-20 September 2024 itu neraca perdagangan Indonesia, pemangkasan BI Rate dan The Fed serta data Initial Jobless Claims. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan surplus neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2024 sebesar US$2,40 miliar lebih rendah dibandingkan bulan Mei 2024 US$2,93 Miliar yang menandai surplus 50 bulan beruntun. Surplus terjadi karena nilai ekspor lebih besar dari pada impor.
Terkait suku bunga, Bank Indonesia memutuskan untuk memangkas BI Rate sebesar 25 bps dari sebelumnya 6,25% ke 6,0%. Angka ini lebih rendah dari konsensus di 6,25%. Pemangkasan BI Rate ini menjadi sentimen yang positif bagi pasar mengingat ekonomi yang melambat dan USD/IDR yang stabil. Sentimen suku bunga ini masih akan memengaruhi market dalam beberapa minggu ke depan.
Selanjutnya, The Federal Reserve (The Fed) juga memangkas suku bunga acuan sebesar 50 bps menjadi 4,75 - 5,0%, di luar ekspektasi pasar sebesar 25 bps atau 5,0 - 5,25%. Pemangkasan suku bunga ini dilakukan karena The Fed yakin bahwa tingkat inflasi AS sudah sesuai ekspektasi The Fed.
“Perlu diketahui bahwa pemangkasan suku bunga sebesar 50 bps atau lebih ini biasanya hanya dilakukan ketika dalam kondisi darurat. Dalam 30 tahun terakhir, The Fed memangkas suku bunga 50 bps pada dot-com bubble 2001, subprime mortgage 2008, dan pandemi Covid-19 2020.”
Terakhir, ada sentimen data Initial Jobless Claims yang dilaporkan menurun sebesar 12.000 ke level 219.000 dibandingkan bulan sebelumnya di level 230.000, ini jauh lebih rendah dibanding konsensusnya yang berada di level 231.000. Hal ini mengindikasi bahwa pasar tenaga kerja Amerika Serikat masih dalam kondisi yang sehat dan sejalan dengan harapan The Fed.
Pada awal pekan ini semua mata akan tertuju pada global market, khususnya data-data Price Consumption Expenditure (PCE) US. Baik indeks harga PCE utama maupun inti diperkirakan naik sebesar 0,2%, sama dengan bulan sebelumnya.
David menegaskan indikator lainnya yang perlu diperhatikan pada 23-27 September 2024, yakni angka pertumbuhan PDB final untuk Q2, pesanan barang tahan lama, keyakinan Konsumen CB, PMI regional termasuk Indeks Aktivitas Nasional Fed Chicago, Indeks Manufaktur Fed Richmond, Indeks Manufaktur Fed Kansas, Indeks Perumahan FHFA dan Indeks Harga Rumah S&P/Case-Shiller, penjualan rumah baru dan yang tertunda serta angka final untuk sentimen konsumen Michigan.
Bergeser ke Asia, pelaku pasar mencermati PMI di Jepang untuk September dan risalah dari keputusan kebijakan terakhir Bank Sentral Jepang untuk potensi kenaikan suku bunga.Dari dalam negeri, dengan penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia sebesar 25 basis poin tentunya akan mendukung banyak pelaku usaha dan membuat Rupiah semakin menguat.
Sentimen ini masih akan sangat memengaruhi market minggu ini. "Sentimen ini direspon baik investor asing yang membukukan pembelian bersih di pasar reguler sebesar Rp4,2 triliun di minggu lalu. Pembelian asing didominasi oleh big banks, TLKM dan ASII. Di sisi lain, meskipun data PMI Indonesia terkontraksi sedikit di bawah area 50, dengan kebijakan moneter yang diambil oleh Bank Indonesia, sepertinya tidak akan butuh waktu lama untuk industri ini kembali bergairah," tandasnya.
IPOT merekomendasikan 3 saham dan 1 Power Fund Series (PFS) untuk trading di sepanjang pekan ini;
1. Buy TLKM (support Rp3.050, resist Rp3.400).Secara teknikal jangka pendek terlihat TLKM sudah mengkonfirmasi area Rp2.700 sebagai area support yang cukup dan sudah diuji berkali-kali. Jika dilihat lebih detail menggunakan beberapa indikator seperti moving average dan MACD, terkonfirmasi bahwa 2 indikator ini memberikan indikasi yang baik dimana saat ini harga bergerak di atas MA5 dan line MACD masih mengarah ke atas yang ditopang dengan histogram positif. Di sisi lain, di hari perdagangan terakhir Jumat lalu, terlihat ada kenaikan volume yang menandakan banyak tekanan beli tersengat sentimen pemangkasan suku bunga.
2. Buy on breakout LSIP (support Rp980, resist Rp1.090). Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 62 Tahun 2024 resmi menurunkan tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit. Tarif pungutan ekspor yang lebih rendah akan meningkatkan daya saing CPO dibandingkan minyak–minyak nabati lainnya, sehingga berpotensi meningkatkan permintaan dan memberikan dukungan (support) pada harga CPO. Hal ini akan berdampak positif terhadap emiten-emiten sawit. Secara teknikal, terlihat ada semacam flag pattern dimana pattern ini adalah pola dari bullish continuation. Jika LSIP mampu menembus area resist minor di level 1035, ada potensi untuk LSIP terus melanjutkan kenaikan di level Rp1.080-1.100.
3.Buy AUTO (support Rp2.250, resist Rp2.500). Secara teknikal AUTO yang sebelumnya bergerak downtrend, secara perlahan mulai membentuk trend baru. Secara pergerakan harga, AUTO saat ini bergerak di atas indikator MA5 & MA20. Selama fase kenaikan ini juga terlihat dari sisi volume perdagangan AUTO yang naik di atas rata-rata ketika dalam fase turun. Sedangkan jika dilihat melalui indikator MACD, garis line baru saja golden cross dan histogram mulai positif yang mana ini adalah indikasi dari awal mula kenaikan suatu saham.
4.Buy on pullback Reksa Dana Premier ETF IDX30 (XIIT) (support Rp560, resist Rp605). Dengan kondisi ekonomi yang membaik, seperti Rupiah yang kembali menguat dan pemangkasan suku bunga, berpotensi memberikan outlook positif pada saham-saham yang berada di indeks IDX30. Terlebih, berbeda dengan IHSG yang ambruk karena besarnya porsi BREN pada pekan lalu, Power Fund Series (PFS) yang memang tidak menyertakan BREN di dalamnya justru makin menguat. Nah, berpijak dari dasar hal ini, IPOT merekomendasikan XIIT dengan target Rp605 dan SL Rp560. (*)