Rahsa Nusantara: Inovasi Jamu Sehat ala Pasutri Kreatif
Hadirnya Rahsa Nusantara merupakan bukti bagaimana warisan budaya tradisional dapat dihidupkan kembali dengan sentuhan inovasi modern.
Didirikan oleh Hatta Kresna dan Ayu Budiyanti, pasangan suami-istri yang memadukan kecintaan mereka pada alam dan kesehatan, Rahsa Nusantara membawa jamu, minuman herbal khas Indonesia, ke level yang lebih tinggi.
Kresna dan Ayu tidak hanya ingin mengenalkan jamu sebagai minuman kesehatan. Mereka juga ingin mengubah persepsi masyarakat bahwa jamu bukan hanya tentang pahit dan khasiat, melainkan juga tentang kenikmatan rasa yang menyenangkan.
Ayu, Co-Founder & Chief Marketing Officer Rahsa Nusantara, bercerita bahwa sejak kecil, ia enggan minum obat, apalagi jamu yang selalu diidentikkan dengan rasa pahit. “Saya takut sekali dengan dokter, rumah sakit, dan obat-obatan. Setiap kali sakit, saya lebih memilih minum air kelapa dan beristirahat daripada harus minum obat,” ungkapnya.
Ibunya kerap minum jamu kunyit asam, tetapi Ayu kecil tidak pernah tertarik mencobanya. “Bentuknya pucat dan rasanya pahit, jadi saya tidak mau mencobanya,” ujarnya mengenang.
Namun, pemikiran itu berubah setelah ia menikah dengan Kresna dan melahirkan anak keduanya pada 2016. Setelah melalui masa nifas, Ayu merasa lelah dan ingin segera pulih untuk bisa kembali beraktivitas seperti biasa.
Melihat keinginan sang istri, Kresna mencoba mencampur beberapa bahan herbal, yaitu kunyit, asam jawa, dan lada hitam, untuk membuat minuman jamu yang bisa membantu pemulihan Ayu.
“Saya awalnya berpikir rasanya pasti pahit, tetapi ternyata minuman itu enak sekali dan benar-benar membantu pemulihan saya,” kata Ayu. Pengalaman pribadi ini menjadi cikal bakal lahirnya Rahsa Nusantara.
Dengan semangat untuk mengubah cara pandang masyarakat terhadap jamu, Kresna dan Ayu mulai mengembangkan ide bisnisnya. Berbekal modal yang relatif kecil, kurang dari Rp1 juta, keduanya memulai produksi dengan alat seadanya.
“Modal kami berasal dari hadiah pernikahan, blender, beberapa botol ASI yang tak terpakai, dan alat penumbuk dari keramik,” kata Ayu. Dari situ, keduanya memulai langkahnya sebagai bisnis rumahan yang memproduksi jamu dengan citarasa yang unik dan berbeda dari jamu tradisional pada umumnya.
Nama Rahsa Nusantara memiliki makna yang dalam. Ayu menjelaskan, kata rasa tanpa huruf “H” itu kesannya biasa saja. Adapun Rahsa, filosofinya untuk mengaktifkan pancaindra. “Kami ingin jamu ini tidak hanya memanjakan lidah, tetapi juga merangsang semua indra tubuh manusia,” katanya.
Sementara kata Nusantara diambil dari istilah yang digunakan untuk menyebut kepulauan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Nama ini mencerminkan visi keduanya untuk membawa produk jamu ke seluruh penjuru Nusantara, bahkan dunia.
Rahsa Nusantara tidak hanya menawarkan produk jamu, tetapi juga sebuah pengalaman yang menyatu dengan gaya hidup modern.
“Tujuan kami bukan hanya menjual produk, tapi juga membangun ekosistem yang lebih besar. Kami mengedukasi masyarakat tentang khasiat jamu dan gaya hidup sehat,” Ayu menjelaskan.
Salah satu strategi pemasarannya ialah dengan membentuk komunitas Rumah Tumbuh Bersama. Di situ, Rahsa Nusantara tidak hanya berbicara tentang produknya, tetapi juga mengedukasi tentang gaya hidup sehat secara holistik.
Dengan ekosistem ini, Rahsa Nusantara ingin membangun jembatan antargenerasi, menghubungkan kembali masyarakat modern dengan warisan tradisional yang telah terlupakan.
“Kami ingin mengembalikan pengetahuan tentang jamu kepada perempuan, terutama para ibu, agar keduanya bisa menurunkan kearifan lokal ini kepada anak-anaknya. Bahan-bahan untuk jamu sebenarnya ada di sekitar kita dan mudah didapatkan,” ujar Ayu.
Selain itu, inovasi produk juga menjadi salah satu kunci keberhasilan Rahsa Nusantara. Kresna menekankan bahwa produknya unik karena menggabungkan beberapa bahan herbal dalam satu minuman.
“Kami tidak hanya menggunakan satu bahan seperti kebanyakan produsen jamu lainnya. Sebagai contoh, kami mencampur kunyit, asam jawa, dan lada hitam, yang menghasilkan zat aktif yang lebih bermanfaat bagi tubuh,” Founder & CEO Rahsa Nusantara ini menjelaskan. Hal tersebut membuat produk Rahsa Nusantara memiliki nilai tambah yang tidak ditemukan pada produk jamu tradisional lainnya.
Keunikan ini tecermin dalam berbagai produk best seller Rahsa Nusantara. Antara lain, Sapujagad Alit Regas, ramuan herbal untuk anak-anak yang membantu meredakan batuk dan pilek, serta Laras Jagat, yang dirancang untuk menyeimbangkan hormon wanita terutama saat menstruasi. Nama kedua produk itu juga diambil dari bahasa Sansekerta, menambah kesan filosofis dan memperkuat identitas merek yang berakar pada tradisi lokal.
Meskipun tumbuh dari bisnis rumahan, Rahsa Nusantara kini memiliki kapasitas produksi yang cukup besar. “Kami memproduksi sekitar 30 ribu botol per bulan dengan satu shift produksi. Jika dalam sehari ada dua shift, produksinya bisa bertambah 10 ribu botol,” ungkap Ayu.
Mereka juga sudah memiliki pabrik di Bandung, yang telah bersertifikat Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) serta Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Hal itu memastikan standar kualitas yang tinggi untuk setiap produk yang mereka hasilkan.
Salah satu aspek yang membuat Rahsa Nusantara berbeda ialah komitmennya terhadap keberlanjutan. Melalui program Rahsa untuk Bumi, Kresna dan Ayu mengajak konsumen untuk lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan dengan cara mengumpulkan botol-botol bekas produk Rahsa Nusantara untuk ditukar dengan voucer atau produk.
“Kami juga mengganti penggunaan bubble wrap dengan corrugated wrap yang terbuat dari sisa-sisa kardus. Ini adalah bagian dari komitmen kami untuk menjaga lingkungan,” kata Ayu.
Tidak hanya itu, Rahsa Nusantara juga memberdayakan komunitas lokal, terutama kelompok petani. “Kami bekerja dengan sekitar 50 kelompok tani di Jawa Barat dan Jawa Tengah untuk memastikan bahan baku kami berkualitas tinggi. Kami juga menemukan bahwa nutrisi dari rempah-rempah berbeda di tiap daerah, tergantung pada kualitas tanahnya,” ungkap Kresna.
Kerjasama tersebut tidak hanya membantu meningkatkan kualitas produk, tetapi juga memberdayakan petani lokal, memberikan keduanya akses pasar yang lebih luas.
Rahsa Nusantara juga telah merambah pasar e-commerce sejak 2019, menjual produknya melalui platform, seperti Tokopedia, Shopee, dan media sosial.
“Kami mulai dari Tokopedia, lalu berkembang ke Shopee dan Facebook. Sekarang reseller kami ada di seluruh Indonesia,” kata Kresna.
Selain itu, keduanya juga fokus pada penjualan offline, dengan membuka dua toko baru di Bandung tahun ini. Hal itu untuk mengantisipasi perubahan perilaku konsumen yang mulai kembali berbelanja secara langsung setelah pandemi.
Ke depan, Rahsa Nusantara memiliki ambisi besar untuk memperluas jangkauan pasarnya, baik di dalam maupun luar negeri. “Kami sedang mempersiapkan ekspor ke Asia Tenggara dan Australia. Namun, proses ini membutuhkan waktu karena kami harus memahami regulasi dan standar pasar di negara tujuan,” kata Ayu. Meskipun tantangannya besar, keduanya optimistis bisa membawa jamu sebagai produk kesehatan Indonesia ke kancah internasional.
Dengan inovasi produk, komitmen terhadap keberlanjutan, serta visi untuk melestarikan warisan tradisional Indonesia, Rahsa Nusantara tidak hanya sekadar sebuah bisnis, tetapi juga gerakan untuk mengembalikan kearifan lokal dalam kehidupan masyarakat modern.
Rahsa Nusantara telah membuktikan bahwa tradisi dan inovasi dapat berjalan beriringan, menciptakan produk yang tidak hanya bermanfaat, tetapi juga relevan dengan kebutuhan dan gaya hidup konsumen masa kini. (*)