Menguak Misteri Kabel Listrik Big 4
Kebakaran yang diakibatkan korsleting listrik telah menjadi momok masyarakat dan menimbulkan kerugian hingga ratusan miliar setiap tahunnya. Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta mencatat, ada 2.286 kejadian kebakaran sepanjang tahun 2023. Dari jumlah itu, 53,19% atau sebanyak 1.216 kejadian kebakaran di Jakarta disebabkan korsleting listrik.
Salah satu penyebab utama dari tragedi ini adalah penggunaan kabel listrik yang tidak berkualitas. Namun, banyak masyarakat yang masih terjebak dalam paradigma memilih kabel berdasarkan popularitas merek, khususnya istilah "Kabel 4 Besar" yang seringkali dianggap sebagai jaminan mutu.
Brand Manager PT Sutanto Arifchandra Elektronik, Dedi Arif Purnomo, mengungkapkan istilah "Kabel 4 Besar" tidak memiliki dasar yang kuat dan tidak menjamin kualitas kabel yang sebenarnya. Seringkali, istilah ini hanya menciptakan ilusi keamanan, mengaburkan fakta bahwa banyak produk berkualitas tinggi lainnya yang tersedia di pasaran.
Stereotipe Big 4 atau Empat Terbesar menjadi membingungkan masyarakat tentang kualitas produk kabel, yaitu produk yang dipakainya sudah sesuai dengan standarisasi keamanan atau belum. Apakah benar ada Big 4 itu? Ataukah hanya isapan jempol belaka?
Mitos Big 4 muncul berawal dari survei yang dilakukan oleh SPLN (Standar Perusahaan Listrik Negara). Pada saat itu PT PLN (Persero) melakukan survei terhadap empat pabrik kabel besar di Indonesia. Survei tahun 1980 ini berimbas pada kepercayaan pasar bahwa terhadap fenomena Big 4. Alhasil, hampir semua perusahaan produksi kabel seluruh Indonesia berebut klaim atas labelisasi Big 4 tersebut. Tentu saja supaya produk mereka laku keras di pasaran.
Padahal survei yang dilakukan 44 tahun yang lalu bisa dikatakan sudah usang. Survei yang sudah tidak relevan ini, justru cenderung tidak valid, karena tidak jelas tolak ukurnya untuk diambil kesimpulan produk tersebut masuk kategori Big 4.
Menurut Dedi, tidak semua merek kabel diciptakan sama, kesalahan dalam memilih merek kabel dapat menyebabkan kerugian besar dan fatal. Memilih merek kabel yang tepat sangat penting dalam menentukan kualitas kabel dan mencegah kerugian besar serta berbahaya. Mengapa ini penting? Instalasi listrik menggunakan kabel dengan kualitas rendah dan tidak memenuhi standar bisa menyebabkan korsleting dan kebakaran hingga membahayakan nyawa dan aset dalam bangunan.
Dedi menyatakan, variabel konkret yang seharusnya menjadi prioritas utama sebagai tolak ukur dalam mempertimbangkan pemilihan kabel adalah sebagai berikut: pertama, kinerja dan keandalan Kabel berkualitas tinggi menawarkan kinerja yang konsisten dan keandalan jangka panjang. Kedua, spesifikasi teknis yang tepat Misalnya, kabel untuk instalasi listrik industri memerlukan isolasi yang lebih kuat dan tahan panas, sedangkan kabel untuk jaringan data membutuhkan kecepatan transmisi tinggi dan perlindungan terhadap interferensi elektromagnetik.
Ketiga, pengujian dan sertifikasi. Sertifikasi seperti ISO, SNI, dan LMK menandakan bahwa produk telah melewati uji kualitas dan keamanan yang ketat serta manajemen mutu yang baik. Keempat, bandingkan merek vs kualitas. Dalam beberapa kasus, kabel dari merek kecil menunjukkan performa yang lebih baik dalam uji daya tahan dan keandalan. Ini menunjukkan bahwa dengan melakukan riset yang baik dan memahami spesifikasi yang dibutuhkan, konsumen bisa mendapatkan produk yang lebih baik dengan harga yang lebih kompetitif.
Sutanto Arifchandra Elektronik dengan merek kabel Kitani pun terus melakukan inovasi untuk meningkatkan kualitas produk-produknya, meskipun sudah mengantongi beberapa sertifikasi kualitas. Salah satunya adalah kabel Kitani menggunakan skinning insulation technology pada semua produk kabel listrik tegangan rendahnya, teknologi di mana lapisan isolasi tambahan diterapkan di atas konduktor utama kabel untuk menambah nilai resistansi isolasinya guna meningkatkan keandalan, keamanan, dan kinerja keseluruhan kabel sehingga kabel menjadi lebih aman, awet, dan tahan panas.
“Sistem kendali mutu ketat yang diterapkan kabel Kitani mencakup 100% pengujian fungsi seluruh produksi dengan mengacu pada standar ISO 9001:2015. Terlebih lagi, kami gencar membudayakan Six Sigma Quality, yaitu metode pengendalian untuk menghapus semua cacat produk atau kesalahan dalam proses dan transaksi yang berlangsung di perusahaan,” ujar Dedi pada siaran pers yang ditulis swa.co.id di Jakarta, Senin (23/9/2024).
Maka terbongkarlah mitos Big 4 yang membingungkan selama ini. Berdasarkan analisis yang dilakukan, tampaknya klaim ini lebih banyak dipengaruhi oleh strategi pemasaran dengan cara mengklaim Big 4 secara sepihak daripada fakta yang didukung oleh data penunjang. Konsumen sebaiknya tidak terlalu terpengaruh oleh klaim tersebut dan lebih baik melakukan swa riset mengenai kualitas dan performa produk yang ada di pasaran. (*)