Pelindo Terus Berbenah, Tekan Biaya Logistik Lewat Transformasi Digital

Mona Yudika, Group Head Transformasi Korporasi Manajemen Program Pelindo (Dok. Pelindo)

PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) terus melakukan transformasi besar-besaran dalam operasional perusahaannya, dengan tujuan utama menekan biaya logistik di industri pengiriman maritim.

Langkah besar ini dimulai dengan penggabungan empat entitasnya—Pelindo I hingga Pelindo IV—menjadi satu pada 1 Oktober 2021, menjadikan Pelindo sebagai satu-satunya perusahaan BUMN yang mengelola seluruh pelabuhan di Indonesia.

Transformasi ini tidak hanya menyatukan struktur organisasi, tetapi juga mendorong digitalisasi dalam operasional logistik melalui Pelindo Digital Solution Provider (ILCS). Berbagai aplikasi seperti Inaportnet dan Phinnisi untuk pelayanan sisi laut, PTOS-M untuk operasi terminal non peti kemas, dan TOS Nusantara untuk operasi peti kemas kini mendukung kegiatan operasional Pelindo.

Saat ini, Pelindo memiliki empat layanan utama: peti kemas, non peti kemas, pandu dan tandu (parkir pelabuhan), serta logistik, dengan 71 cabang yang melayani 110 pelabuhan di seluruh Indonesia.

Namun, transformasi digital Pelindo tidak dapat terwujud tanpa transformasi sumber daya manusianya. Pelindo menyadari pentingnya meningkatkan kesadaran karyawan akan perkembangan teknologi dan urgensi penerapannya di industri logistik maritim. Oleh karena itu, Pelindo memulai transformasinya dengan meningkatkan keterampilan dan kesiapan sumber daya manusia sebelum meluncurkan digitalisasi melalui ILCS dan standarisasi operasional lainnya.

Group Head Transformasi Korporasi Manajemen Program Pelindo, Mona Yudika, mengungkapkan bahwa transformasi yang dilakukan selama tiga tahun terakhir telah membawa hasil positif. Pada tahun 2023, Pelindo berhasil mencatatkan laba bersih sebesar Rp4,01 triliun, meningkat 3% dibandingkan tahun 2022.

Selain itu, aset Pelindo juga meningkat sebesar 6%, mencapai Rp123,2 triliun pada semester I/2024, dibandingkan dengan Rp118,3 triliun di tahun 2023 dan Rp116,2 triliun pada tahun 2021.

Meskipun mencatatkan kinerja yang solid, Mona mengakui bahwa Pelindo masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah ketimpangan distribusi kargo antara kawasan Indonesia Barat dan Indonesia Timur.

"Mengirim dari Jawa ke Ambon sebanyak 20 cargo. Ketika menggali itu cuma satu atau dua yang berisi. Artinya apa? Karena pusat-pusat industri itu masih terpusat di area Sumatera dan Jawa. Otomatis supply kebanyakan masih berada di area kawasan Indonesia Barat," jelasnya pada Rabu (2/9/2024).

Mona berharap adanya kebijakan nasional yang dapat mengatasi ketidakseimbangan pasokan kargo, terutama untuk meningkatkan konektivitas dan ekonomi di Indonesia Timur. Langkah ini diyakini akan menjadi kunci penting untuk menciptakan ekosistem logistik yang lebih merata di seluruh wilayah Indonesia. (*)

# Tag