Prospek Positif Bitcoin di Tengah Konflik Timteng dan Ketidakpastian Ekonomi AS
Bitcoin menghadapi tantangan baru setelah kenaikan harga sekitar 7,3% yang berhasil dibukukan selama bulan September. Ketegangan yang terjadi di Timur Tengah, pemogokan pekerja pelabuhan di Amerika Serikat, dan dampak badai Helene, telah memicu meningkatnya kekhawatiran investor terhadap outlook ekonomi AS.
Peristiwa-peristiwa tersebut meningkatkan ketidakpastian inflasi Amerika Serikat yang sempat diproyeksikan akan dapat mencapai target lebih cepat. Analis menilai kondisi ini cukup menimbulkan kekhawatiran investor pasca menguatnya tren positif di bulan September menyusul keputusan The Fed untuk mulai melonggarkan kebijakan moneter demi menstimulasi pertumbuhan ekonomi.
“Kemungkinan akan kembali naiknya inflasi menjadi perhatian utama para investor saat ini. Sebab hal tersebut berpotensi membuat The Fed menahan tren penurunan suku bunga yang telah dimulai September lalu,” kata Crypto Analyst Reku, Fahmi Almuttaqin, Jumat (4/10/2024).
Dalam pertemuan tahunan National Association for Business Economics (NABE) di Nashville, pemimpin The Fed, Jerome Powell sempat memaparkan pandangannya terkait kondisi ekonomi AS yang solid. Sektor tenaga kerja dengan indikator seperti angka pengangguran dan partisipasi angkatan kerja menunjukkan tren yang semakin stabil, meskipun pertumbuhan lapangan pekerjaan melambat. Inflasi telah mereda secara signifikan dengan tingkat inflasi inti saat ini berada di angka 2,7%.
Perkembangan positif yang disampaikan Powell tersebut kini menghadapi tantangan yang serius. Konflik di Timur Tengah dapat memicu guncangan harga minyak, yang berpotensi meningkatkan kembali kekhawatiran terhadap meningkatnya inflasi.
Selain itu, kerusakan akibat badai yang diperkirakan mencapai US$160 miliar, juga berpotensi mempengaruhi belanja konsumen di wilayah Tenggara AS. Kemudian, pemogokan sementara di pelabuhan juga menimbulkan kekhawatiran tentang gangguan rantai pasokan.
Meski demikian, potensi The Fed akan kembali menurunkan suku bunga sebesar 25 atau bahkan 50 basis poin pada pertemuan 6-7 November mendatang masih cukup terbuka. “Hal ini dikarenakan dampak negatif dari perkembangan yang ada termasuk ketegangan di Timur Tengah masih sangat mungkin untuk diminimalisir atau bahkan diisolasi,” ucap Fahmi.
Secara historis pasar kripto juga cenderung mengalami tren positif dengan reli yang cukup kuat pasca pemilihan presiden AS. Pasca periode pemilihan presiden Amerika Serikat sebelumnya yang terjadi pada 3 November 2020, harga Bitcoin terapresiasi signifikan dari level US$13 ribu hingga hampir mencapai US$30 ribu pada akhir Desember 2020 sebelum melanjutkan reli hingga mendekati level US$70 ribu pada 2021.
Pemilihan presiden AS tahun ini pada 5 November mendatang yang akan diikuti oleh pertemuan pejabat The Fed untuk menentukan kebijakan suku bunga pada 6-7 November, akan menjadi momentum krusial yang memengaruhi dinamika pasar kripto baik di sisa tahun ini maupun di tahun depan.
““Kami melihat situasinya saat ini tidak terlalu jauh berbeda bagi Bitcoin dan pasar kripto secara umum. Jika pemilu AS berlangsung dengan baik dan The Fed memutuskan untuk menurunkan suku bunga pada pertemuan tersebut, reli utama fase bullish kali ini mungkin akan terjadi setelahnya,” kata Fahmi.
Di tengah potensi bullish tersebut, Fahmi menghimbau investor untuk tetap mengambil keputusan yang cermat dan tidak tergesa-gesa. Investor bisa melakukan menabung rutin dan memantau kondisi pasar secara reguler. (*)