Economic Issues

Pendekatan Baru untuk Mendorong Ekonomi Tumbuh Menuju 8%

Ekonomi di Center of Reform on Economic (Core) Indonesia, Hendri Saparini, dalam diskusi bertajuk 'Urgensi Industrialisasi untuk Mencapai Pertumbuhan 8%' d, Jakarta, Rabu (16/10/2024). (Foto: Audrey Aulivia Wiranto/SWA)

Kementerian Keuangan di masa pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto dihadapkan pada sejumlah tantangan untuk merealisasikan target pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen. Ekonom Senior di Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Hendri Saparini, menekankan perlunya perubahan pendekatan dalam pemanfaatan kebijakan fiskal oleh menteri keuangan yang baru.

Hendri berpendapat pertumbuhan ekonomi sebesar 5% tidak cukup untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan nilai tambah yang besar. “Semua negara yang masuk ke negara maju mereka mempunyai lompatan ekonomi. Ada lompatan pendapatan per kapita. Sementara Indonesia sangat minimal dalam pertumbuhan ekonomi,” katanya di Jakarta, Rabu (16/10/2024).

Menurut Hendri, pemerintah mendatang dapat melakukan tiga pendekatan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkualitas supaya bisa keluar dari jebakan negara menengah (middle income trap). Pertama, implementasi pendekatan ekonomi Pancasila sebagai ekonomi kerakyatan. "Ini pesan dari founding fathers untuk melakukan kegiatan ekonomi secara bersama-sama. Artinya, harus ada demokrasi ekonomi," kata Hendri.

Pemerintah bisa melibatkan semua pihak dan memberikan akses untuk terlibat dalam memajukan industri. Dengan demikian, tidak ada lagi orang menganggur dan tidak bisa mendapatkan pendapatan karena tidak bisa bekerja. "Sebenarnya semua orang itu bisa bekerja, tapi pemerintah baru perlu membuat kebijakan ekonomi agar orang bisa melakukan sesuatu," ujarnya.

Kedua, merevitalisasi industri. Hendri mengatakan revitalisasi industri adalah kunci agar ekonomi Indonesia bisa melompat tinggi. Revitalisasi industri ini bisa dilakukan dengan membangun industri dasar dan menggerakan semua sektor di semua daerah. Menurutnya, industri manufaktur bisa menjadi jangkar untuk membangun membangun backward dan forward linkage dengan industri-industri pendukung.

Ketiga, Hendri mengusulkan pemerintah perlu melakukan strategi dan kebijakan industri yang lebih canggih (sophisticated) dan inovatif di tengah perubahan global. Menurutnya, pemerintah seharusnya bukan hanya membuat keamanan untuk konsumen melainkan juga bagi pasar.

Hendri mencontohkan perjanjian perdagangan bebas dan kerja sama ekonomi global yang seharusnya dilakukan lebih terukur dengan berdasarkan pengembangan industri nasional baik hulu-hilir dan besar-kecil. "Selama ini kita belum memanfaatkan instrumen kebijakan untuk revenue maupun untuk belanja. Mestinya, revenue dan belanja itu harus didesain untuk bisa mendorong ekonomi," ungkapnya.

Hendri mengkritisi kebijakan pajak yang selama ini ditanggung pemerintah yang tidak tepat sasaran dan kurang mampu menggerakkan ekonomi. Hendri berharap agar pemerintahan mendatang memberikan perhatian lebih pada masalah ini. Sebagai contoh, dia menyoroti komoditas rumput laut yang ingin didorong oleh Bappenas, yang memerlukan dukungan fiskal dari Kementerian Keuangan. Misalnya, pelaku industri yang mengambil produk rumput laut lokal itu diberikan keringanan pajak atau insentif fiskal.

Hal ini kurang lebih sama dengan inisiatif pajak yang ditanggung pemerintah, tetapi lebih tepat sasaran. Secara umum, Hendri menekankan pentingnya peningkatan industri manufaktur yang menjadi jangkar bagi sektor industri lainnya di masa mendatang. "Manufaktur itu sebagai driver, dia sebagai jangkarnya, anchor. Nantinya, industri lain pasti dan berkembang," ujarnya. (*)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved