Kisah Sukses Labubu: Si Peri Monster yang Menawan Hati Dunia

Labubu (Pop Mart)

Labubu, karakter peri kecil yang menggemaskan itu, kini menjadi fenomena global di dunia mainan. Meskipun awalnya hanya dikenal sebagai karakter dalam buku cerita anak-anak, Labubu telah bertransformasi menjadi salah satu mainan koleksi yang paling dicari di berbagai negara. Bahkan menjadi “demam” tersendiri.

Di Indonesia, setiap peluncuran edisi terbatas Labubu di gerai Pop Mart sering kali diiringi antrean panjang. Para penggemar dan kolektor rela datang sejak pagi, bahkan berjam-jam sebelum toko buka, demi memastikan mereka mendapatkan Labubu yang sangat diidamkan. Edisi terbatas ini sering kali habis dalam hitungan jam, memicu euforia di kalangan komunitas penggemar.

Antusiasme ini juga dipicu oleh harga Labubu yang melonjak di pasar sekunder, di mana beberapa edisi langka bisa dijual dengan harga beberapa kali lipat. Aslinya, boneka Labubu Macaron Popmart Original dibanderol dengan harga Rp650.000–Rp2.850.000. Selain itu, para penggemar kerap membagikan pengalaman mereka di media sosial, memperkuat tren ini dan mendorong lebih banyak orang untuk ikut berburu Labubu​​.

Bukan hanya di Indonesia. Labubu berhasil meraih popularitas luar biasa di berbagai negara di Asia Tenggara. Negara-negara seperti Thailand, Malaysia, dan Vietnam menjadi pasar utama bagi karakter ini, dengan antusiasme penggemar yang terus meningkat.

Di Thailand, misalnya, Labubu disambut layaknya selebriti ketika maskot raksasanya tiba di Bandara Suvarnabhumi pada tahun 2024 untuk tur khusus​​. Ratusan penggemar berkumpul untuk menyambut kehadirannya, menunjukkan betapa besarnya daya tarik karakter ini di kalangan masyarakat Negeri Gajah Putih.

Sementara itu, di Vietnam, Labubu juga berhasil menarik perhatian banyak penggemar. Di Ho Chi Minh City, para penggemar rela bermalam di luar toko hanya untuk mendapatkan kesempatan membeli edisi terbatas Labubu​. Strategi blind box yang diterapkan Pop Mart juga berhasil menciptakan rasa antisipasi yang besar di kalangan penggemar di Asia Tenggara, di mana ketidakpastian tentang varian apa yang akan diperoleh menambah daya tarik koleksi ini.

Di Vietnam, orang rela antre untuk Labubu (blog.easyparcel.com)

Keluarga The Monster

Labubu lahir dari imajinasi Kasing Lung, seorang ilustrator buku asal Hong Kong, yang pada tahun 2015 menciptakan Labubu sebagai bagian dari koleksi karakter The Monsters.

Kasing Lung, sang kreator Labubu (Foto: Prestigeonline)

Dunia The Monster dipenuhi dengan karakter unik yang masing-masing memiliki kepribadian dan penampilan khas. Pemimpin di dunia ini adalah Zimomo, memiliki ciri khas ekor yang membuatnya menonjol di antara yang lain.

Kemudian ada Tycoco, sosok yang menjadi pacar Labubu. Tycoco berbentuk seperti tengkorak, namun meskipun penampilannya menyeramkan, karakternya sebenarnya pemalu dan sangat lembut.

Lalu ada Pato. Berbeda dengan Tycoco, Pato memiliki telinga yang layu dan dikenal sebagai karakter dengan wajah paling ramah. Pato cenderung sensitif dan senang berimajinasi.

Selanjutnya, Spooky, karakter yang penuh rasa ingin tahu, sering muncul dalam keheningan malam di bawah sinar rembulan. Kepalanya bulat, mencerminkan sifatnya yang pendiam dan misterius.

Pippo, adalah sebaliknya. Karakter ini membawa suasana pesta dengan telinga lebarnya dan badan biru. Dia sangat suka merayakan dan terkenal karena kemampuannya membuat wine atau minuman anggur.

Terakhir, ada Yaya, karakter yang nakal dengan tanduk dan seringai licik. Sifatnya yang usil membuatnya menonjol di antara teman-teman lainnya, menambah warna pada dunia The Monster dengan kenakalannya.

Namun, dari seluruh anggota The Monster, Labubu adalah yang paling terkenal. Dengan telinga runcing, gigi tajam, dan senyum nakal, Labubu memadukan kesan lucu dan sedikit menyeramkan, menjadikannya daya tarik yang unik di kalangan penggemar.

Di balik kesuksesan Labubu, terdapat perjalanan yang tidak mudah. Kasing Lung, yang sebelumnya berprofesi sebagai ilustrator buku anak-anak, tidak pernah menyangka bahwa karyanya akan menjadi sebuah ikon di dunia mainan koleksi.

Motivasi awal Lung untuk menciptakan Labubu datang dari keinginannya menghadirkan karakter yang bisa menghubungkan anak-anak dengan cerita fantasi. "Saya ingin menciptakan sesuatu yang menginspirasi imajinasi anak-anak, karakter yang mereka cintai tetapi juga bisa sedikit nakal," ungkap Lung dalam sebuah wawancara.

FOMO dan Influencer

Satu tantangan datang ketika karakter Labubu harus bersaing di industri mainan yang sangat kompetitif. Tapi bukan hanya itu. Pada awal peluncurannya, Pop Mart, perusahaan mainan yang memproduksi boneka Labubu, menghadapi berbagai rintangan, mulai dari manajemen produksi hingga menghadapi pasar internasional.

Pop Mart adalah perusahaan mainan asal Cina, didirikan oleh Wang Ning. Perusahaanyang mulai bekerja sama dengan Kasing Lung pada tahun 2019, memilih untuk menerapkan strategi pemasaran yang inovatif guna memastikan keberhasilan Labubu. Salah satu strategi yang digunakan adalah konsep blind box, di mana pembeli tidak mengetahui varian apa yang akan mereka dapatkan hingga kotaknya dibuka. Strategi ini berhasil menciptakan sensasi di kalangan kolektor yang bersemangat untuk mengoleksi semua varian Labubu.

Wang Ning, founder Pop Mart (Dok. Forbes)

Maka muncullah FOMO (fear of missing out) di kalangan penggemarnya. Mereka rela antri karena takut nggak kebagian. Apalagi, media sosial turut berperan “memanas-manasi”. Unggahan para kolektor yang memamerkan koleksi mereka atau melakukan unboxing boneka Labubu di Instagram dan TikTok telah menciptakan tren baru di kalangan pecinta mainan. Setiap kali ada edisi baru yang dirilis, media sosial menjadi platform utama bagi para kolektor untuk saling berbagi informasi dan antusiasme.

Strategi lain yang sukses menimbulkan “demam” adalah kepiawaian menggunakan pengaruh selebriti global. Pada April 2024, Lisa BLACKPINK mengunggah foto dirinya dengan boneka Labubu. Efeknya…. booom, aksi ini langsung memicu ledakan popularitas karakter Labubu di seluruh Asia.

Penggemar Lisa berlomba-lomba untuk mendapatkan boneka yang sama dengan idola mereka, dan sejak saat itu, Labubu menjadi tren di kalangan komunitas K-pop dan pecinta mainan.

“Ini adalah salah satu momen penting bagi kami. Unggahan Lisa membuat permintaan Labubu melonjak drastis,” ujar Kevin Zhang, Kepala Kemitraan Strategis Pop Mart.

Bahkan tanpa bisa dicegah, Labubu tidak hanya menjadi mainan yang menimbulkan sindrom FOMO, melainkan juga simbol status di kalangan kolektor.

Tapi, apakah hanya itu kunci sukses Labubu?

Desain yang Menimbulkan Eksklusivitas

Keberhasilan Labubu tidak hanya bergantung pada strategi pemasaran yang tepat, tetapi juga pada desain yang inovatif dan eksklusif. Setiap edisi Labubu dirilis dalam jumlah terbatas, menciptakan rasa eksklusivitas yang sulit didapatkan di produk mainan lain.

Selain itu, Pop Mart bekerja sama dengan berbagai seniman untuk menciptakan varian Labubu yang lebih menarik. "Eksklusivitas dan kejutan adalah dua elemen utama yang membuat produk ini begitu dicari," kata Justin Moon, Presiden Pop Mart Internasional.

Namun, di tengah sukses yang diraih, Pop Mart tidak berpuas diri. Perusahaan ini terus merencanakan ekspansi ke pasar internasional, termasuk memperluas distribusi Labubu ke negara-negara Eropa dan Amerika.

Ekspansi ini dilakukan dengan hati-hati, mengingat setiap pasar memiliki preferensi yang berbeda dalam hal desain mainan. Di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, Labubu telah menjadi bagian dari gaya hidup pop yang diminati oleh kalangan muda. Bahkan, gerai Pop Mart di Jakarta menjadi salah satu destinasi belanja favorit bagi kolektor.

Kesuksesan = Tantangan Baru

Yang menarik, meskipun Labubu telah mencapai kesuksesan global, ia tidak lepas dari persaingan yang ketat. Beberapa karakter lain seperti Molly dan Pucky dari lini Pop Mart sendiri menjadi pesaing utama di pasar.

Selain itu, merek-merek mainan dari Jepang dan Korea yang juga mengusung konsep designer toy dan blind box menjadi tantangan bagi Labubu untuk terus mempertahankan posisinya. Kendati demikian, karakter dan desain unik Labubu masih memiliki tempat tersendiri di hati para penggemar setianya.

Sedikit informasi tentang designer toy, ini adalah istilah yang merujuk pada mainan koleksi yang dirancang oleh seniman atau desainer independen, bukan diproduksi secara massal oleh perusahaan mainan besar. Mainan ini sering kali dibuat dalam edisi terbatas, dengan perhatian khusus pada detail dan kualitas. Designer toy biasanya menggunakan bahan seperti vinyl, resin, atau kayu, dan mencerminkan gaya artistik atau ide kreatif sang pembuat.

Kembali ke Labubu. Kesuksesan yang diraih melahirkan tantangan baru. Popularitas Labubu yang terus melonjak menuntut Pop Mart dalam hal menjaga kualitas dan inovasi produk. Setiap edisi Labubu diharapkan mampu memberikan kejutan baru bagi penggemarnya. "Kami selalu berusaha untuk menghadirkan sesuatu yang segar dan menarik, tetapi tetap menjaga karakteristik yang membuat Labubu disukai," kata Kasing Lung.

Selain kualitas, Labubu harus terus beradaptasi dengan tren pasar yang dinamis. Ia harus mampu menjaga relevansi karakter ini di tengah maraknya produk mainan baru yang bermunculan.

Kasing Lung dan timnya di Pop Mart memahami hal ini. Mereka bertekad untuk terus menghadirkan inovasi, tidak hanya dalam desain, tetapi juga dalam pengalaman konsumen.

Masa depan Labubu tampaknya masih cerah. Dengan dukungan komunitas global dan strategi bisnis yang matang, Pop Mart berencana untuk terus memperluas jangkauan Labubu ke pasar-pasar baru. Ekspansi ini tidak hanya sekadar membuka gerai fisik, tetapi juga melalui platform digital dan kolaborasi dengan berbagai merek besar. Dengan begitu, Labubu diharapkan akan terus menjadi salah satu karakter designer toy yang paling dicari dan dicintai di dunia.

Seiring waktu, Labubu telah berhasil menjembatani dunia anak-anak dan orang dewasa, menjadikannya sebagai mainan koleksi yang mampu melampaui generasi. Apa yang dimulai sebagai karakter sederhana dalam buku cerita kini telah berkembang menjadi fenomena global, membuktikan bahwa dengan kreativitas, strategi yang tepat, dan dukungan dari komunitas, kesuksesan adalah hal yang mungkin dicapai. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Kasing Lung, “Labubu adalah simbol dari imajinasi yang tidak terbatas.” (*)

Diolah dari berbagai sumber.

Riset: Saskia Bella

# Tag