Intip Kejayaan Sritex (SRIL), Pernah Dipuji SBY Kini Pailit
PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex sempat menjadi pabrik tekstil terbesar se-Asia Tenggara. Emiten tekstil ini pernah memasok seragam militer di 30 negara dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Namun, kemegahan masa lalu itu bakal pudar atau sirna. Sebab, SRIL ditetapkan pailit. Hal ini berdasarkan keputusan sidang di Pengadilan Negeri Niaga Semarang pada Perkara dengan nomor 2/Pdt.Sus- Homologasi/2024/PN Niaga Smg.
Cikal bakal Sritex bermula dari lapak di Pasar Klewer di Solo, Jawa Tengah. Pendirinya HM Lukminto sukses mengembangkan bisnis ala UMKM menjadi produsen tekstil dan garmen terbesar di Asia Tenggara. Saat jayanya, Sritex adalah pemasok seragam militer ke lebih dari 30 negara di dunia, tak hanya TNI-Polri. Mereka bahkan dipercaya memproduksi seragam militer NATO. Tak hanya seragam, mereka juga memproduksi perlengkapan seragam militer seperti ransel, topi, tenda, rompi, decker, sarung tangan hingga jaket.
SRIL mulai memasok seragam militer ke sejumlah negara sejak tahun 1994. “Agar pertumbuhan bisnis bisa sustain, kami melakujkan ekspansi kapasitas produksi, meningkatkan efisiensi, memperluas diversifikasi produk, dan jaringan pelanggan. Saat ini, produk Sritex sudah ada di 55 negara di seluruh dunia,” kata Presiden Direktur Sritex, Iwan Setiawan Lukminto, kepada Majalah SWA pada Februari 2016.
Produk andalan Sritex meliputi benang, kain mentah, kain jadi, dan pakaian jadi yang meliputi seragam militer, seragam perusahaan, serta fesyen dari merek-merek ternama di dunia. Penetrasi produk mereka di pasar luar negeri lumayan aduhai.
Iwan mengatakan perseroan berkomitmen terus melakukan inovasi untuk pengembangan produk yang berkualitas dan punya nilai tambah tinggi dengan dukungan teknologi mutakhir. SRIL memproduksi seragam militer berteknologi canggih, semisal seragam antipeluru, antiapi, anti radiasi, dan anti infra merah. Uni Emirat Arab dan Kuwait pernah memesan yang memesan seragam anti radiasi. Jerman memesan seragam anti infra merah.
Produk jenis itu punya margin keuntungan yang jauh lebih besar. Pemasaran juga aktif dilakukan lewat pameran-pameran serta melalui agen-agen pemasaran di luar negeri seperti di Australia, Jerman, UEA, Hong Kong, Singapura, dan Amerika. “Kami punya tim andal di bidang produksi, desain, dan marketing. Mereka adalah orang-orang yang berpengalaman di bidangnya selama puluhan tahun. Kami juga mempekerjakan tenaga kerja asing untuk memperkuat tim. Rekrutmen biasanya dari referensi karyawan serta rekan bisnis,” kata Iwan.
Perseroan mengusung strategi multiproduk sehingga mampu bertahan dari terjangan krisis ekonomi. Produknya, mulai dari benang, hingga kain mentah, kain jadi, hingga garmen. Garmen pun bervariasi mulai dari fashion ware, corporate ware, hingga military ware. Manajemen SRIL mengklaim sebagai manufaktur pertama dan satu-satunya di ASEAN yang memiliki lisensi pembuat seragam militer Jerman, salah satu seragam anggota NATO.
Tak hanya piawai di seragam militer di 30 negara, Sritex juga memproduksi berbagai merek fesyen terkenal. Kala itu SRIL memproduksi jenama global di pabriknya di Sukoharjo. Sebut saja, Zara, Guess, Uniqlo, JCPenney, New Yorker, Timberland, dan Sear, yang diproduksi oleh SRIL.
Oh ya, Iwan Setiawan Lukminto pada 2014 diinobatkan sebagai Entrepreneur of The Year oleh perusahaan terkemuka internasional EY, sekaligus memilihnya sebagai wakil Indonesia dalam pemilihan World Entrepreneur of The Year di Monaco.
Berbagi Resep Bisnis di Buku
Iwan berbagi strategi dan kiat berbisnis yang ia lakukan dalam menyukseskan Sritex ini di buku berjudul Inovasi Tanpa Henti untuk Indonesiaku. Buku yang ditulis oleh Dr. Nasir Tamara, MA, MSc. ini terdiri dari 14 bab dengan tebal 400 halaman. Buku ini menyajikan sekilas mengenai latar belakang Iwan dan menjalankan roda perusahaan hingga saat ini melalui strategi dan kiat-kiat berbisnis di dunia tekstil dan garmen.
“Sukses bukanlah suatu kerahasiaan. Melalui buku ini, saya ingin menyampaikan kita harus berbagi strategi kesuksesan. Saya percaya bahwa bangsa ini adalah bangsa yang baik, berideologi baik, dan taat pada Pancasila. Dengan berbagi kiat-kiat sukses akhirnya juga akan membawa perusaah kami agar lebih maju”, tutur Iwan seperti diwartakan oleh swa.co.id pada 30 Juni 2015
Buku yang proses pembuatanya memakan waktu 1,5 tahun ini, terbit dalam dua bahasa, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Buku “Inovasi Tanpa Henti untuk Indonesiaku” ini diharapkan nantinya dapat memberikan efek optimisme terhadap generasi muda melalui figur Iwan.
SRIL pada HUT ke-50 di 17 Agustus 2016 menggelar perayaan yang meriah dan mengundang para tokoh publik, antara lain Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) serta sejumlah pejabat dan mantan pejabat, pengusaha, artis dan masyarakat. Saat itu, SBY menghadiri HUT Sritex sebagai masyarakat, bukan pejabat publik. “Saya datang dan menyatakan sambutan ini bukan karena kapasitas saya sebagai mantan Presiden RI, melainkan sebagai sahabat dari Pak Lukminto,” ucap Yudhoyono pada keterangan tertulisnya itu. Menurutnya, banyak pelajaran yang dipetik saat bertemu dengan founder Sritex, mendiang H.M Lukminto. SBY mengenal Lukminto sejak menjabat sebagai menteri.
SBY menjelaskan tiga kunci kesuksesan Sritex. Pertama, kekompakan rasa ikut memiliki perusahaan, baik dari pendiri, pemilik, manajemen dan karyawan, sehingga membuat Sritex makin kuat. Kedua, rasa tanggung jawab dari semua pihak yang menjadikan hubungan antar semua karyawan dan manajemen semakin solid. Ketiga, mutu dari produk yang dihasilkan diakui di dunia. (*)