Krisis Industri Manufaktur Masih Terjadi, Doktor FEB UI Ungkap Sejumlah Strategi Bertahan
Sektor manufaktur telah menjadi pilar ekonomi Indonesia sejak tahun 1960-an. Di akhir tahun 1997, tren itu menurun karena isu deindustrialisasi. Menurut survei dari Badan Pusat Statistik (BPS), pandemi COVID-19 tahun 2020 telah menurunkan produksi Industri Besar Sedang (IBS) dan Industri Mikro Kecil (IMK). Adapun penurunannya masing-masing hingga minus 19,73% dan minus 21,31% pada kuartal II/2020.
Doktor ilmu ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Ana Uluwiyah, menjelaskan industri manufaktur di Indonesia telah menghadapi sejumlah tantangan sejak krisis ekonomi Asia pada tahun 1997 tersebut. Ana menekankan, adalah penting untuk menganalisis dampak krisis terhadap kinerja perusahaan.
“[Ini] guna memahami bagaimana krisis memengaruhi ketahanan perusahaan dalam sektor ini,” ujar Ana dalam sidang promosi doktor pada 8 November 2024 lalu di Gedung Pascasarjana FEB UI, Depok, Jawa Barat.
Dalam penelitiannya berjudul “Dampak Pandemi COVID-19 dan Strategi Ketahanan terhadap Kinerja Perusahaan Industri Manufaktur di Indonesia”, Ana mencatat bahwa ada empat tujuan untuk menganalisis dampak krisis terhadap kinerja perusahaan.
Lebih rinci, tujuan pertama, mengembangkan indeks kinerja perusahaan pada level mikro. Kedua, mengukur tingkat ketahanan perusahaan industri besar sedang terhadap COVID-19. Ketiga, menganalisis dampak COVID-19 terhadap kinerja perusahaan industri besar sedang dan industri mikro kecil. Keempat, yaitu menganalisis peran strategi ketahanan terhadap pengaruh dampak COVID-19 pada kinerja perusahaan.
Hasilnya, rata-rata indeks kinerja perusahaan pada masa pandemi untuk industri besar sedang dan industri mikro kecil mengalami penurunan signifikan. Namun, industri besar sedang mengalami pemulihan kinerja pasca awal pandemi, meskipun belum mencapai level sebelum pandemi.
Dari segi lokasi dan jenis produk, Ana mencatat bahwa terdapat perbedaan kinerja, khususnya pada industri mikro kecil di kawasan luar Jawa-Bali. Kawasan tersebut mengalami penurunan kinerja lebih besar daripada di Jawa-Bali.
Sementara, pada perusahaan industri besar sedang di kawasan luar Jawa-Bali cenderung menghasilkan produk pokok dengan kinerja lebih baik. Namun, kinerja perusahaan produk non-pokok pulih signifikan setelah awal pandemi.
“Perusahaan yang terlibat dalam ekspor, inovasi, dan berada di kawasan industri lebih tahan terhadap pandemi,” lanjut Ana. Adapun indeks ketahanan usaha industri besar sedang terhadap pandemi mencapai 84%, turun 16% dari kondisi normal. (*)