Tekan Angka Stunting, Diperlukan Sinergi Program Kementerian/Lembaga dengan Program Makan Bergizi Gratis
Salah satu agenda strategis nasional untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia adalah pencegahan stunting. Untuk menekan angka stunting, Pemerintah terus berupaya mensinergikan program-program kementerian/lembaga dengan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi III Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Nunung Nuryartono menuturkan program MBG yang akan diluncurkan pada Januari 2025, memiliki cakupan luas yang mencakup anak sekolah, ibu hamil, ibu menyusui, serta balita, kelompok yang juga menjadi sasaran intervensi stunting.
Nunung menambahkan kolaborasi lintas kementerian/lembaga (K/L) menjadi kunci keberhasilan percepatan penurunan angka stunting. “Pencegahan stunting membutuhkan koordinasi lintas sektoral,” katanya dalam Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang mengangkat tema 'Makan Bergizi Gratis Solusi Atasi Stunting', Senin (18/11/24).
Banyak K/L, baik di tingkat pusat maupun daerah, telah menjalankan program terkait. Namun, integrasi dengan MBG menjadi krusial untuk mempercepat target pemerintah, yakni prevalensi stunting di bawah 20% sesuai standar WHO, bahkan hingga 5% pada 2045.
Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan, Sekretariat Wakil Presiden RI, Suprayoga Hadi, menambahkan Stranas yang tengah disiapkan untuk periode 2025-2029 memiliki pendekatan yang berbeda dibandingkan periode sebelumnya. Strategi ini tidak hanya melibatkan pemberian intervensi spesifik dan sensitif, tetapi juga mencakup identifikasi lima kelompok sasaran utama.
Menurut Suprayoga, lima kelompok sasaran prioritas yaitu ibu hamil, ibu menyusui, baduta (balita di bawah dua tahun), balita (usia 2-5 tahun), serta remaja putri dan calon pengantin. Jika fokus utama adalah percepatan penurunan angka stunting, kini paradigma pencegahan mendapat porsi lebih besar. Pendekatan ini mencakup pemenuhan gizi seimbang, pemeriksaan kesehatan rutin bagi calon pengantin, serta edukasi bagi remaja putri dan ibu hamil.
Ia optimistis, kerangka kerja yang lebih terfokus dan berbasis pencegahan ini dapat mendorong pencapaian target prevalensi stunting turun menjadi 14,2% pada 2029, dan mencapai 5% pada 2045.
Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), Nopian Andusti, menilai salah satu langkah utama yang ditekankan untuk bisa menurunkan, bahkan mencegah munculnya kasus baru stunting, adalah intervensi dini. Pendekatan ini mencakup seluruh siklus kehidupan, dimulai bahkan sebelum seseorang menjadi orang tua.
Deteksi dini ini memungkinkan pemerintah memberikan intervensi berupa suplemen penambah darah atau nutrisi tambahan, sehingga calon ibu berada dalam kondisi optimal saat memasuki masa kehamilan. Untuk mendukung program ini, BKKBN mengembangkan aplikasi Siap Nikah dan Siap Hamil, yang mempermudah pasangan muda memantau kesiapan fisik dan kesehatannya.
Menurut Nunung, Posyandu dan Puskesmas berperan penting dalam upaya pencegahan stunting di Indonesia. Sebagai garda terdepan, kedua institusi ini memastikan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui, dan balita tetap terpantau dengan baik, terutama menjelang implementasi program MBG.
Posyandu dan Puskesmas memainkan peran vital sebagai ujung tombak pelaksanaan program. Dengan jumlah sekitar 300.000 Posyandu dan 10.000 Puskesmas di seluruh Indonesia, kedua institusi ini menjadi andalan dalam memantau status kesehatan masyarakat.
"Posyandu dan Puskesmas adalah garda terdepan untuk memantau anak-anak balita, ibu hamil, dan ibu menyusui,” ujarnya. (*)