Mie Gacoan: Pegang Prinsip “Hidup karena Pelanggan”
Antrean panjang hampir selalu mewarnai warung Mie Gacoan yang tersebar di berbagai kota di Indonesia. Warung mi yang memperkenalkan slogan “Mie Pedas No #1 di Indonesia” ini memang digandrungi anak-anak muda.
Bisnis Rumahan
Mie Gacoan pertama kali buka di Malang, tahun 2018. Awalnya, hanya memiliki 20 karyawan dan bisa dikatakan sebagai bisnis rumahan. Pendirinya adalah Anton Kurniawan dan Harris Kristanto (co-founder), yang sebelumnya membuka warung Mie Nelongso di Tulungagung. Saat ini, Mi Gacoan sudah memiliki sekitar 100 cabang dengan karyawan kurang-lebih 10 ribu orang.
Dwiwahyu Haryo Suryo, Chief Executive Officer (CEO) PT Pesta Pora Abadi (pengelola jaringan warung Mie Gacoan), menjelaskan, Mie Gacoan memiliki competitive advantage, yaitu harga yang murah, suasana yang nyaman, makanan yang berkualitas, dan pelayanan yang baik kepada pelanggan. Inilah yang membuat resto mi ini dibanjiri pelanggan, termasuk pembelian lewat aplikasi antaran makanan, seperti Grabfood dan Gofood.
“Pemilik Mie Gacoan memang berkomitmen agar semua restoran Mie Gacoan dapat memberikan standar layanan terbaik kepada pelanggaan, serta menjadikan Mie Gacoan sebagai national market leader F&B Restaurant yang juga mampu berkiprah di level internasional,” kata Dwiwahyu.
Salah satu filosofi yang mereka yakini sebagai landasan kuat kesuksesan adalah “Partner to Grow”. Artinya, perusahaan ini menciptakan kolaborasi dan sinergi yang kuat antara manajemen, karyawan, dan mitra bisnis agar senantiasa tumbuh dan berkembang bersama.
Untuk mitra bisnis, dia menambahlan, 90% supplier Mie Gacoan adalah UMKM. Mereka pun dibantu agar bisa berkembang, dengan menerjunkan tim untuk memberikan advokasi, mulai dari quality management hingga investasi alat. Sehingga, dengan perkembangan Mie Gacoan yang cepat, mereka bisa keep up dengan peningkatan kapasitas produksi dan harus direncanakan.
Dan, sejak tahun 2023, Mie Gacoan telah dikelola oleh Board of Director dari kalangan profesional. Antara lain, Dwiwahyu. Sebelum bergabung dangan Mie Gacoan, dia pernah berkarier di perusahaan multinasional dan nasional, seperti Unilever dengan penugasan di beberapa negara (Indonesia, Thailand, Amerika Serikat), Danone Waters, dan PT Paragon Technology & Innovation. Awal bergabung dengan Pesta Pora Abadi, dia ditempatkan sebagai Chief Supply Chain Officer dan Research & Development (R&D), dan tak lama kemudian didapuk sebagai CEO atau presiden direktur perusahaan ini.
End to End
Untuk membuat brand Mie Gacoan yang kuat, menurut Dwiwahyu, secara internal Pesta Pora Abadi membereskan semuanya secara end to end, mulai dari supply chain, SDM, dan operasional di resto. “Kami tahu bahwa customer mengapresiasi positioning Mie Gacoan sebagai resto yang menjaga kualitas dan harga makanan yang dijual affordable tapi bukan makanan murahan. Selain itu, untuk menjadi brand yang kuat, kami harus paham sebenarnya kemauan konsumen itu seperti apa,” katanya.
Untuk experience di resto, pelayanan di warung Mie Gacoan terus ditingkatkan. Misalnya, pemesanan dapat dilakukan dengan menggunakan QR Code dari kursi pelanggan, sehingga tidak lagi terjadi antrean.
Dwiwahyu menerangkan, dalam membangun brand awareness, media sosial menjadi media andalan Mie Gacoan. Sebab, target pasar yang dibidik, yakni anak-anak muda, banyak yang menggunakan medsos, seperti TikTok dan Instagram.
Bahkan, pelanggan membantu mempromosikan Mie Gacoan dengan memviralkan atau menularkan pengalaman mereka makan di warung ini . “Jadi, kami tidak pernah membayar endorsement, tapi terjadi organik,” dia menegaskan.
Untuk menciptakan engagement dengan pelanggan di medsos, Mie Gacoan membangun komunikasi melalui saluran hotline. Kemudian, memonitor komentar mereka di Google dan sebagainya.
“Setiap bulan, kami melakukan meeting untuk memonitor jumlah komplain tiap-tiap resto, apakah terjadi penurunan atau tidak, kemudian mengidentifikasi komplain apa yang disampaikan pelanggan untuk dilakukan follow up,” kata Dwiwahyu. Dia menegaskan, Pesta Pora Abadi tak berhenti berinovasi di proses bisnis (supply chain), yang didukung oleh tim R&D.
Dwiwahyu menyadari, jika terus terjadi antrean, lama-lama orang akan enggan datang ke Mie Gacoan. “Begitu ada pesaing yang buka, kemudian tidak antre, mereka akan pindah ke sana. Jadi, memang continuous improvement harus kami pikirkan. Cuma memang tidak bisa cepat karena perlu capex (capital expenditure) atau investasi baru,” Dwiwahyu mengungkapkan.
Dan, dengan adanya sebagian resto Mie Gacoan yang sudah menggunakan QR Code, konsumen tidak usah antre lagi untuk membayar. Mereka bisa langsung duduk jika ada meja kosong kemudian bisa memesan lewat QR Code tersebut.
Meskipun begitu, Dwiwahyu menganggap bahwa persaingan itu penting. Sebab, kalau tidak ada kompetisi, semuanya akan masuk comfort zone, yang akhirnya bisa membuat pihaknya lupa bahwa Mie Gacoan hidup karena konsumen.
Kalau tidak ada kompetitor, secara tidak sadar perusahaan menurunkan kualitas, sehingga akhirnya ditinggalkan pelanggan. Justru dengan adanya persaingan, hal itu memacu hadirnya ide-ide yang inovatif dan kreatif. Manajemen pun akan berpikir lebih maju lagi dibandingkan pesaing.
Misalnya, bagaimana mendapatkan solusi model bisnis, ketika resto sedang ramai-ramainya, harga cabai melambung tinggi. Padahal, salah satu keunggulan yang ditawarkan Mie Gacoan ialah harganya yang terjangkau konsumen di kelas menengah-bawah.
"Hidup karena Pelanggan"
Prinsip “Mie Gacoan hidup karena pelanggan” pun ditanamkan pada semua insan/karyawan Mi Gacoan. Bahwa Mie Gacoan adalah ladang rezeki, ladang amal ibadah, bagi semua karyawannya yang saat ini berjumlah lebih-kurang 10 ribu orang. Jika tidak berpikir tentang keberlangsungan bisnis ke depan, akibatnya tidak hanya menimpa dirinya sendiri, tapi juga kawan-kawannya.
“Kesadaran tanggung jawab sosial ini kami tanamkan sejak hari pertama karyawan bergabung ke Mie Gacoan,” Dwiwahyu menandaskan. Pendirinya pun memercayakan pengelolaan kepada profesional yang diharapkan mampu menerjemahkan mimpinya untuk menjadikan Mie Gacoan sebagai suatu model bisnis yang sustainable.
Dwiwahyu menegaskan, setiap tahun Mie Gacoan akan membuka cabang baru karena peluangnya masih terbuka di beberapa daerah. Dengan posisinya sekarang sebagai Top 3 di industri restoran dan target sang pendiri menjadi No. 1 dalam 2-3 tahun mendatang, dia optimistis dalam lima tahun ke depan Mie Gacoan bisa menjadi merek internasional.
“Saat ini memang masih dalam tahap feasibility study, dan diharapkan tahun 2026 sudah mulai ekspansi di luar negeri, seraya mengembangkan second brand,” katanya. (*)