Pertamina Geothermal Energi (PGEO) Usul Indonesia Jadi Pemain Kunci Transisi Energi Global di Forum Selandia Baru
Emiten yang bergerak di pengelolaan gas dan panas bumi, PT Pertamina Geothermal Energi Tbk atau PGE (PGEO), membagikan wawasan tentang potensi Indonesia dalam transisi energi global di forum New Zealand Geothermal Workshop 2024 di Auckland, Selandia Baru pada 19 November sampai 22 November.
Direktur Utama PGE, Julfi Hadi menjelaskan, Indonesia dapat berperan kunci dalam transisi energi tersebut dan berpotensi mengukuhkan posisinya sebagai penyedia energi hijau. Setidaknya, terdapat 24 gigawatt (GW) potensi energi panas bumi di Indonesia, dengan karakteristik energi terbarukan berbasis baseload. Namun, baru 10% yang dimanfaatkan.
Menurutnya, panas bumi dapat mengurangi ketergantungan pada energi batu bara dalam sistem listrik. Selain itu, Julfi menekankan, lokasi Indonesia yang masih berada di kawasan cincin api membuat panas bumi yang dihasilkan berpotensi menjadi tulang punggung transisi energi.
“Dengan pendekatan yang lebih strategis dalam pengembangan energi panas bumi, Indonesia tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan energi nasional, tetapi juga berkontribusi pada energi hijau global," jelas Julfi dalam keterangan resmi yang dikutip pada Jumat (22/11/2024).
PGE selaku pengelola panas bumi di Indonesia, saat ini fokus pada tiga strategi untuk mengembangkan panas bumi yang lebih efisien, hemat biaya dan mengurangi risiko, mempercepat proses ekplorasi, dan lebih komersil dan kompetitif secara ekonomi. Berikut rinciannya.
Pertama, PGE mengadopsi teknologi terkini seperti electrical submersible pumps (ESP), sistem power plant binary, dan sumur multilateral. Ini bertujuan dapat meningkatkan efisiensi operasional dan menyelesaikan proyek pengembangan. Harapannya, langkah ini dapat mendukung pencapaian target nasional kapasitas terpasang panas bumi sebesar 10,5 GW pada 2035, dengan penambahan kapasitas hingga 700-800 MW per tahun.
Kedua, PGE melakukan diversifikasi bisnis hijau. Langkah ini termasuk pada pengembangan pilot project hidrogen hijau di Ulubelu, Lampung. Kawasan itu diproyeksikan dapat memproduksi 107 kg per hari hidrogen untuk mendukung transportasi dan industri petrokimia berkelnajutan.
Ketiga, PGE melakukan kolaborasi dengan berbagai mitra global dan lokal, baik dari segi transfer teknologi hingga peningkatan kapasitas. Upaya ini mencakup pengembangan manufaktur domestik dan layanan operasional berbasis lokal, serta kerja sama strategis antara Universitas Pertamina dan University of Auckland. Kesepakatan itu dilakukan pada Rabu 20 November lalu.
Kehadiran PGE di forum internasional itu menunjukkan upaya perusahaan untuk memperluas pengaruh di tingkat global. Julfi menambahkan, pengembangan panas bumi kelak memberikan penciptaan peluang kerja dan mendorong hilirisasi industri hijau.
“Dengan memanfaatkan potensi besar yang dimilki, Indonesia dapat memimpin transisi menuju masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan,” tutup Julfi. (*)