Frugal Living: Hidup Hemat di Tengah Ekonomi Sulit
Ada masa di mana hidup menyeret kita ke tepian jurang ketidakpastian. Ekonomi melambat, perusahaan memutus rantai tenaga kerja, pajak kian mencengkeram, dan daya beli meluruh bagai daun yang gugur di penghujung musim. Seperti warga Indonesia yang kini dihantui ancaman kenaikan biaya hidup (pajak, BBM, dll).
Di tengah angin kencang ini, suara-suara lirih menyerukan satu kebijaksanaan lama: hidup hemat. Frugal living, mereka menyebutnya — jalan sunyi yang kerap disalahartikan sebagai keterbatasan, padahal sejatinya ia adalah seni hidup penuh kesadaran.
Hidup hemat bukan sekadar angka-angka pada lembar laporan keuangan pribadi. Ia adalah cara berpikir, jalan untuk kembali ke akar-akar kebercukupan. Dalam bukunya Your Money or Your Life (1992), Vicki Robin dan Joe Dominguez berbicara tentang relasi manusia dengan uang, bagaimana kita sering kali lupa bahwa harta hanyalah alat, bukan tujuan. Frugal living mengajak kita untuk mengupas keinginan-keinginan semu dan menakar kembali apa yang benar-benar esensial.
Namun, di dunia yang kian gaduh dengan gemuruh konsumsi, apakah masih mungkin memilih hidup sederhana?
Menjadi hemat di tengah kapitalisme dan masyarakat yang menakar sukses dari merek pakaian yang kita kenakan atau mobil yang kita kendarai, ibarat berjalan melawan arus. Tetapi, seperti air yang menemukan jalannya di sela-sela batu, frugal living menawarkan alternatif yang penuh ketenangan.
Daniel Kahneman dalam Thinking, Fast and Slow (2011) mengungkapkan betapa manusia cenderung terjebak dalam keputusan impulsif. Kita membeli bukan karena butuh, tetapi karena dorongan sekejap yang merayu. Frugal living, pada dasarnya, adalah melatih diri untuk berpikir lambat, bertanya sebelum membeli: "Apakah ini kebutuhan atau sekadar keinginan yang fana?", "Apa benar kita membutuhkannya, atau sekadar impuls buying?"
Bayangkan dapur yang menyala di pagi hari, aroma masakan rumah memenuhi udara. Memasak sendiri bukan hanya hemat, tetapi juga membangun koneksi batin dengan kehidupan. Riset dari American Journal of Preventive Medicine (2017) bahkan mencatat bahwa memasak di rumah meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan. Memasak di rumah berkorelasi dengan kualitas diet yang lebih baik dan pengeluaran makanan yang lebih rendah. Di tengah lonjakan harga kebutuhan pokok, adakah momen yang lebih berharga daripada menyantap hidangan hasil tangan sendiri bersama orang-orang tercinta?
Listrik yang padam ketika tidak diperlukan, lampu-lampu yang dibiarkan mati saat ruangan kosong, adalah tindakan kecil yang mencerminkan pengendalian diri. Menurut World Energy Outlook 2022 dari International Energy Agency (IEA), perubahan kecil ini bisa mengurangi pengeluaran listrik. Dan bukankah hidup sejatinya adalah kumpulan dari tindakan-tindakan kecil yang berulang?
Namun, frugal living bukanlah jalan yang bebas dari tantangan. Pada sejumlah kalangan, ada stigma yang melekat pada mereka yang memilih hidup sederhana: seolah hemat adalah sinonim dari kemiskinan. Padahal, hemat adalah bentuk tertinggi dari kebebasan. Seperti yang ditegaskan Ron Lieber dalam bukunya, The Opposite of Spoiled (2015), hidup hemat mengajarkan anak-anak untuk menghargai apa yang mereka miliki dan menanamkan nilai-nilai kehidupan yang lebih kekal.
Di ujung perjalanan, frugal living bukan soal berapa banyak yang kita simpan, tetapi berapa sedikit yang kita butuhkan untuk merasa cukup. Kebahagiaan, seperti yang ditunjukkan oleh Happiness Research Institute dalam The GoodHome Report (2019), lebih sering ditemukan dalam momen-momen sederhana: makan malam bersama keluarga, percakapan tanpa gangguan, atau waktu yang dihabiskan untuk merawat rumah.
So,... hidup hemat adalah sebuah seni, seni untuk memilih yang penting, menolak yang sia-sia, dan memeluk yang sederhana. Di tengah dunia yang terus berlari, sejatinya frugal living mengajak kita berhenti sejenak, menarik napas panjang, dan merenungi apa yang benar-benar membuat hidup kita bermakna.
Karena pada akhirnya, bukan apa yang kita miliki yang menentukan kebahagiaan, melainkan bagaimana kita menjalani hidup dengan bijak dan penuh kesadaran. Frugal living, dalam segala kesunyian dan kedalamannya, mungkin adalah cara kita bertahan di tengah gelombang, sambil tetap menjaga bara kebahagiaan tetap berpendar. (*)
Penulis adalah Chief Editor swa.co.id