Kaspersky Prediksi AI dan Privasi Bakal Bentuk Lanskap Keamanan Siber Konsumen pada 2025

Kaspersky Prediksi AI dan Privasi Bakal Bentuk Lanskap Keamanan Siber Konsumen pada 2025
Suasana kantor perusahaan keamanan siber global Kaspersky di Moskow, Rusia. Foto Kaspersky

Perusahaan keamanan global Kaspersky memperkirakan, kecerdasan buatan (AI) dan privasi akan menjadi bagian yang menyatu dalam kehidupan konsumen pada tahun 2025. Proyeksi ini merupakan bagian dari Kaspersky Security Bulletin, yang menyatakan bahwa penjahat dunia maya, perundungan siber (cyberbullying), dan layanan berlangganan bakal menjadi tren di tahun tersebut.

Pakar privasi Kaspersky, Anna Larkina menjelaskan, menjelang tahun 2025, dampak paling signifikan terhadap konsumen diperkirakan akan muncul dari persimpangan antara inovasi dan regulasi. Kemajuan dalam teknologi AI, perlindungan privasi, dan kerangka kerja kepemilikan data akan mengubah cara orang berinteraksi dengan teknologi dan mengelola kehidupan digital.

“Ini memiliki potensi yang sangat besar, tetapi juga membutuhkan pengawasan yang cermat,” tegas Anna dalam keterangan resmi pada Senin (2/12/2024). Lebih lanjut, berikut prediksi Kaspersky dalam laporan Kaspersky Security Bulletin.

Pertama, AI akan terintegrasi sepenuhnya dalam kehidupan sehari-hari pada tahun 2025. Teknologi itu akan menjadi utilitas standar alih-alih teknologi baru. Dengan sistem operasi terkemuka seperti iOS dan Android yang meluncurkan fitur-fitur yang disempurnakan dengan AI, orang-orang akan semakin bergantung pada AI untuk komunikasi, alur kerja, dan tugas-tugas kreatif.

Tantangannya, teknologi ini akan memacu teknologi penipuan seperti deepfake semakin dipersonalisasi. Deepfake akan semakin canggih tanpa adanya alat deteksi yang andal.

Kedua, peraturan privasi bakal memperluas kepemilikan data pengguna. Hal ini dapat memperkuat kontrol pengguna atas data pribadi. Pada tahun 2025, individu dapat memperoleh hak untuk memonetisasi data, mentransfernya dengan mudah di seluruh platform, dan mendapatkan manfaat dari proses persetujuan yang disederhanakan.

Peraturan itu diwujudkan dalam kerangka kerja global, seperti GDPR Uni Eropa dan CPRA California, sementara teknologi penyimpanan yang terdesentralisasi dapat semakin memperkuat otonomi pengguna atas informasi.

Ketiga, pelaku kejahatan di dunia maya akan terus mengeksploitasi pengguna dengan berbagai macam tren baru. Mereka akan menargetkan peluncuran game, konsol, dan film terkemuka pada tahun 2025. Judul-judul seperti Mafia: The Old Country, Civilization VII, dan Death Stranding 2, serta Nintendo Switch 2, kemungkinan akan menarik penipuan yang melibatkan pra-pemesanan palsu, rootkit palsu, dan unduhan berbahaya. Film-film seperti Superman dan Jurassic World Rebirth dapat memicu kampanye phishing dan penipuan barang dagangan palsu yang ditujukan pada basis penggemar.

Keempat, polarisasi politik yang meningkat akan memperburuk perundungan siber pada tahun mendatang. Menurut Kaspersky, algoritma media sosial akan semakin memperkuat dan membentu gelembung konten yang memecah belah. Hal ini dikombinasikan dengan ketersediaan luas alat AI untuk membuat deepfake dan posting yang direkayasa, yang memungkinkan adanya pelcehan daring secara intensif. Cyberbullying lintas batas juga dapat meningkat, karena platform global memfasilitasi penargetan individu berdasarkan keyakinan politik pengguna.

Kelima, pengguna akan semakin banyak melakukan pembelian layanan berlangganan (subscription). Ini dapat memicu risiko penipuan, khususnya dari promosi langganan palsu. Penjahat dunia maya diperkirakan akan membuat layanan palsu dengan meniru platform yang sah. Tujuannya, untuk menipu pengguna agar memberikan informasi pribadi dan keuangan, yang mengakibatkan pencurian identitas dan kerugian finansial.

Kemudian, pertumbuhan akses diskon atau gratis ke layanan berlangganan secara tidak resmi akan menjadi sumber ancaman, yang membuat pengguna rentan terhadap serangan phishing, malware, dan pelanggaran data.

Terakhir, adanya pelarangan media sosial untuk anak-anak akan menyebabkan pembatasan pengguna lebih luas. Di Australia, terdapat regulasi yang melarang akses media sosial bagi anak-anak di bawah 16 tahun. Jika ini berhasil diterapkan, pembatasan tersebut dapat membuka jalan bagi pembatasan akses yang lebih luas untuk demografi lainnya.

Selain itu, platform media sosial seperti Instagram telah mulai mengadopsi sistem verifikasi usia bertenaga AI. Ini menandakan pergeseran ke arah tata kelola ruang daring (online) yang lebih ketat. (*)

# Tag