Gaya Leadership Syaiful Adrian Membesarkan KRI dan Menggaet 100 Klien
Kehadiran perusahaan pemberi peringkat (rating) di industri pasar modal berperan penting. Sebab, rating ini menentukan layaknya tidaknya suatu obligasi yang diterbitkan oleh issuer atau perusahaan tersebut dibeli oleh investor. Jika rating issuer bagus, maka obligasinya akan dibeli investor. Demikian sebaliknya. Tentu saja, faktor rating adalah salah satu pertimbangan selain besarnya kupon yang dijanjikan ke investor.
Di Indonesia, masih bisa dihitung dengan jari jumlah perusahaan pemain bisnis rating. Selain Pefindo dan Fitch Indonesia, kini ada pendatang baru yang masih berumur balita, yaitu PT Kredit Rating Indonesia (KRI). Bendera KRI dikibarkan tahun 2019 dan berhasil mengantongi izin OJK. Bahkan, tahun 2023 KRI berhasil menjadi anggota ACRAA (Association of Credit Rating Agencies in Asia) by Asian Development Bank, sehingga diharapkan lebih kredibel. ACRAA adalah Asosiasi Lembaga Pemeringkat di Asia.
“Saya menyukai tantangan di industri pasar modal. Saham KRI dimiliki oleh pengusaha swasta independen,” ujar Syaiful Adrian, Presiden Direktur PT Kredit Rating Indonesia hingga sekarang kepada swa.co.id.
Selain itu, Syaiful tertarik bergabung dengan KRI karena potensi pasar bisnis pemeringkatan obligasi di Indonesia masih tinggi dibandingkan negara-negara tertangga. Misalnya dibandingkan negara-negara di ASEAN atau Amerika Serikat, pasar obligasi di Indonesia masih tergolong sepi.
Sebab, masih sedikit perusahaan yang memanfaatkan surat utang obligasi sebagai instrument pinjaman. Hal ini dikarenakan sumber pembiayaan masih banyak yang melirik dana perbankan. Tiap tahun pasar obligasi di Indonesia sekitar Rp100 triliun. Bandingkan dengan dana pinjaman dari perbankan sekitar Rp1.000 triliun atau obligasi hanya mencapai sekitar 10%.
Sebelum berlabuh di KRI, Syaiful juga memiliki latar belakang bekerja di beberapa perusahaan. Setamat kuliah dari Teknik Industri ITB Bandung tahun 2005, dia sempat berkarier di perusahaan konsultan information technology (IT). Lalu, dia pindah bekerja di PT Samuel Sekuritas Indonesia pada 2006.
Kemudian, Syaiful berkarier di PT Succor Sekuritas dan PT Ciptadana Sekuritas Asia. Selanjutnya, dia pada 2018-2019 bekerja di PT Fitch Ratings Indonesia. “Sejak kuliah saya memang menyukai dunia pasar modal. Waktu itu, saya bergabung dengan kegiatan Pojok Saham di kampus ITB. Makanya, kerjanya banyak di pasar modal,” ujar peraih sertifikasi CFA (Chartered Financial Analyst) ini.
Dalam perjalanannya, selama 5 tahun memimpin KRI, Syaiful mengaku telah menggaet 100 klien. Kepada para klien, KRI memberikan layanan pemeringkatan obligasi atau pemeringkatan perusahaan itu sendiri sebagai issuer. “Menurut saya, dengan mencaai 100 klien adalah pertumbuhan yang sangat cepat. Sebab, KRI masih baru, tetapi sudah mendapatkan kepercayaan dari banyak klien,” tutur eksekutif kelahiran Jakarta, 17 Januari 1981.
Yang menarik, dari 100 klien KRI itu berasal dari berbagai sektor industri. Mulai dari keuangan, perbankan, pertambangan, konstruksi, properti dan sebagainya. Dan 90 persen perusahaan klien itu berada di Indonesia, sedangkan sisanya perusahaan dari Malaysia, Thailand dan Singapura.
Selain melakukan pemeringkatan terhadap obligasi-obligasi yang diterbitkan oleh 100 klien itu, KRI juga memeringkat perusahaan-perusahaan tersebut selaku penerbit (issuer) jika diperlukan.
Syaiful menceritakan, awalnya klien yang berhasil digaet adalah dari sektor telekomunikasi dan asuransi. Klien-klien tersebut didapatkan dari hubungan personal yang baik dengan klien.
Bagaimana strategi KRI meyakinkan calon klien mengingat KRI adalah pemain baru di industri rating? “Kami meyakinkan calon klien, bahwa rating yang dilakukan KRI hasilnya lebih cepat, efisien dan akurat. Jika data lengkap, maka hasilnya tiga minggu bisa diketahui. Selain itu, kami memiliki tim analis kredit yang professional. Dalam industri ini analis kredit yang kompeten sangat penting,” tegas pehobi golf, membaca buku dan traveling.
Untuk menumbuhkan revenue, strategi yang ditempuh KRI adalah bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan sekuritas, melakukan roadshow memperkenalkan produk kepada korporasi dan memperluas networking di kalangan perusahaan aset manajemen yang potensial membeli produk-produk obligasi.
Pemegang saham KRI menugaskan Syaiful untuk meningkatkan kinerja bisnis. Yang pertama, memberikan kontribusi positif di bottom line, karena tantangan perusahaan baru adalah secepatnya mendapatkan klien yang berkualitas. Kedua, harus menjaga stabilitas SDM/ tim, terutama analis-analis yang mumpuni. "Ketiga, meningkatkan brand awareness KRI,” jelas Syaiful.
Gaya leadership yang diterapkan Syaiful adalah pendelegasian tugas dan tanggungjawab secara adil sesuai kompetensi kepada tim. “Intinya, saya tidak suka micro-managing. Tim kami lebih kekeluargaan dan bekerja profesional. Saya pun mesti menguasai ilmu industri rating ini secara teknis dan menerapkan sistem kerja yang nyaman buat tim,” dia menguraikan.
Terobosan AI
Di bawah kepemimpinan Syaiful, KRI juga membuat terobosan penerapan artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan secara agresif di industri rating, sehingga membantu akurasi dan kecepatan laporan kepada klien. Menurutnya, lembaga pemeringkat memiliki peran krusial dalam menilai kredit, investasi, atau risiko keuangan lainnya. Penggunaan AI dalam proses analisis risiko telah menjadi titik fokus yang menarik, membawa perubahan signifikan dalam cara mereka menilai dan mengelola risiko.
“Salah satu keunggulan utama AI adalah kemampuannya dalam mengolah jumlah data yang besar dalam waktu singkat. Lembaga rating memiliki akses ke banyak data, mulai dari sejarah keuangan hingga tren industri,” kata Syaiful.
Baginya, AI tidak hanya membantu dalam mengolah data, tetapi juga dalam memberikan pemahaman yang lebih baik tentang risiko. Dengan algoritma machine learning, lembaga pemeringkat dapat memprediksi risiko dengan tingkat akurasi yang lebih tinggi. Contohnya, dalam menilai kredit, AI dapat mengidentifikasi faktor risiko yang mungkin terlewatkan oleh analisis manusia, membantu menghasilkan peringkat yang lebih akurat, dan memungkinkan lembaga pemeringkat untuk mengidentifikasi risiko yang lebih kompleks. Ini termasuk risiko operasional, risiko pasar, risiko kredit, dan risiko lainnya yang mungkin saling terkait.
Ke depannya, tantangan yang dihadapi KRI masih besar. Dari sisi bisnis, KRI dituntut harus mampu bersaing dengan kompetitor yang sudah punya nama besar. Itu artinya, KRI harus melebarkan networking. Dari sisi rekrutmen, KRI harus selalu siap menghadapi dinamika SDM yang pindah-pindah pekerjaan. Rencananya, bisnis KRI meningkatkan portofolio klien dan meningkatkan brand awareness KRI. Caranya, KRI mengenalkan diri pada asosiasi-aosiasi, seperti perusahaan efek atau manajer investasi. (*)