Cloudera Sebut Pemimpin Bisnis dan Tim IT akan Makin Kompak Tahun 2025
Hubungan antara pemimpin bisnis dan tim IT di perusahaan tak jarang mengalami siloed alias terpisah-pisah tanpa memahami satu sama lain. Pemimpin bisnis biasanya membuat permintaan kepada tim IT tanpa memahami cakupan teknologi yang dibutuhkan. Di sisi lain, tim IT meminta insight dari pemimpin bisnis tanpa tahu masalah bisnis apa yang sedang mereka pecahkan.
Sherlie Karnidta, Country Manager Indonesia di Cloudera, mengatakan, tahun 2025 nanti kesenjangan mulai berkurang di mana sebagian besar perusahaan akan saling melengkapi seluruh staf, mulai dari departemen pemasaran dan keuangan, hingga ke tim IT dan data scientist, hingga ke jajaran C-suite, untuk memanfaatkan data, analitik dan Artificial Intelligence (AI) untuk mempercepat pertumbuhan.
Berdasarkan pengamatan Cloudera, kondisi tersebut adalah satu dari beberapa tren dalam bidang teknologi yang diprediksi bakal terjadi di Indonesia pada tahun depan. Selain hal tersebut, optimisme terhadap teknologi Gen AI dan potensinya juga masih akan berlanjut. Namun, alih-alih larut dalam antusiasme belaka, perusahaan tampaknya mulai bergeser ke pendekatan yang lebih praktis. “Pemimpin bisnis mulai menekan tim IT untuk membuktikan bahwa investasi pada teknologi tersebut berhasil memberikan dampak yang jelas,” Sherlie menegaskan.
Sherlie mengatakan, tahun 2025 akan ada dua kubu terkait dengan Gen AI ini. Kubu pertama adalah bisnis yang telah sukses dalam penggunaan Gen AI dan sedang memanen hasilnya. Dia mengutip laporan dari lembaga riset McKinsey yang mendapati bahwa 65% perusahaan melaporkan penggunaan Gen AI secara berkala dan mengalami pengurangan biaya yang besar untuk SDM dan peningkatan pendapatan dalam manajemen rantai pasok.
Berdasarkan laporan PwC, meskipun perusahaan Indonesia masih tertinggal dibandingkan perusahaan Asia Pasifik dalam pengadopsian Gen AI, diyakini bahwa pada tahun depan, Gen AI akan meningkatkan kemampuan CEO dalam membangun kepercayaan pemangku kepentingan (57%) dan meningkatkan kualitas produk dan layanan (56%).
Lembaga layanan keuangan, contohnya, adalah pengadopsi awal Gen AI, dan Cloudera melihat perubahan penting sedang terjadi di industri ini ketika semakin banyak bank beralih dari sistem yang rule-based ke yang model-based untuk pendeteksian penipuan. Value sesungguhnya dari Gen AI adalah mendapatkan pengetahuan dan insight dalam skala besar, sebab tanpa data yang bagus, model AI tidak bisa berjalan dengan baik.
“Dengan demikian, perusahaan yang bakal mendapatkan manfaat adalah dari sektor-sektor yang memiliki kumpulan besar data tepercaya yang bisa mereka akses untuk mendapatkan insight yang bisa ditindaklanjuti,” ujar Sherlie.
Kelompok kedua adalah perusahaan yang secara tradisional tidak memiliki database dalam skala besar untuk memanfaatkan Gen AI, dan mereka akan beralih ke AI tradisional atau model machine learning yang deterministik, untuk mendorong efisiensi dan produktivitas.
Cloudera memperkirakan bahwa bisnis akan berhenti memberikan perhatian besar kepada sensasi dan kejayaan Gen AI, sebaliknya mereka akan berfokus untuk memetakan roadmap investasi teknologi mereka untuk meraih target perusahaan yang lebih besar.
Tren selanjutnya adalah soal bisnis yang akan lebih menyukai fleksibilitas dalam memilih antara private LLM dan public LLM. Dengan inovasi enterprise AI yang menjadi pusat perhatian di tahun depan, bisnis harus dapat memilih kapan harus menggunakan public LLM atau privat yang bisa memberikan insight akurat berdasarkan konteks organisasi.
Mengutip riset McKinsey, kurang dari setengah (47%) perusahaan secara signifikan melakukan kustomisasi dan mengembangkan model mereka sendiri saat ini dan Cloudera yakin ini akan berubah di tahun 2025 saat perusahaan mengembangkan chatbot yang digerakkan AI, asisten virtual, dan aplikasi berbasis agen yang disesuaikan dengan bisnis perorangan dan industri.
Saat semakin banyak perusahaan menjalankan LLM kelas enterprise, mereka akan membutuhkan dukungan GPU untuk performa yang lebih cepat dibandingkan CPU tradisional, dan sistem tata kelola data yang kuat dengan keamanan dan privasi yang ditingkatkan.
Dalam semangat yang sama, perusahaan juga akan meningkatkan penggunaan metode retrieval-augmented generation untuk mengubah LLM generik menjadi data repository yang khusus untuk industri atau perusahaan tertentu, yang lebih akurat dan andal bagi pengguna akhir yang bekerja di field support, SDM, atau rantai pasokan.
Cloudera juga menyatakan bahwa jika 2024 adalah tahun percontohan untuk Gen AI, maka pada 2025 perusahaan akan melangkah maju menuju ke produksi penuh dan melakukan pengembangan dengan penerapan Gen AI. Ini artinya menjalankan infrastruktur hybrid cloud saja tidak akan cukup, dan perusahaan akan menghadapi kebutuhan mendesak untuk memiliki kemampuan multi-cloud atau hybrid cloud untuk data dan analitik. Dengan pertumbuhan di lingkungan hybrid, jejak data perusahaan akan meluas di on-premise, mainframe, public cloud, dan di edge.
Bisnis membutuhkan kemampuan untuk membawa model Gen AI ke mana pun data berada, dan dengan lancar memindahkan data dan beban kerja ke seluruh bisnis, untuk mendapatkan insight berharga dan menjawab kebutuhan perusahaan. Dengan begitu banyak data yang diberikan kepada layanan model AI, keamanan dan tata kelola akan muncul ke permukaan.
Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang mulai berlaku tahun ini mengharuskan perusahaan untuk memastikan keamanan dan kerahasiaan data pribadi. Pelanggaran terhadap peraturan ini akan membuat perusahaan berhadapan dengan sanksi administratif, hukuman pidana, dan denda yang besar.
Riset Deloitte menyebutkan bahwa hambatan terbesar dalam pengadopsian Gen AI bagi perusahaan adalah risiko kepatuhan dan kekhawatiran terkait tata kelola. Regulasi juga menjadi salah satu penghalang di Indonesia menurut 75% CEO yang mengikuti survei yang dilakukan oleh PwC, selain masalah kemampuan teknis (63%) dan kurangnya tenaga kerja ahli (61%).
Ketika perusahaan menjalankan model AI dan aplikasi secara privat, baik di on-premise maupun di public cloud, menurut Sherlie akan ada penekanan yang lebih besar pada platform manajemen hybrid data yang mengintegrasikan sumber data on premise dan cloud untuk fleksibilitas yang lebih besar dan akses yang lebih luas ke dataset yang berbeda sekaligus menjaga kendali, keamanan dan tata kelola pada endpoint model dan operasional.
Tren terakhir yang diprediksi terjadi pada 2025 adalah terjadinya evolusi pada agen AI. Evolusi ini akan membentuk cara perusahaan dalam memanfaatkan data untuk mendapatkan insight yang bisa ditindaklanjuti dan mendorong ROI.
Menurut Cloudera, pemimpin harus bergerak melampaui metodologi agile tradisional dan mengintegrasikan kemampuan AI ke dalam proses pengembangan core mereka agar bisa berkembang dalam lingkungan yang bergerak cepat ini. Perusahaan yang berinvestasi pada alur kerja agen dan model yang foundational, akan mendapatkan keunggulan kompetitif, mengubah tugas-tugas yang kompleks menjadi tindakan yang efisien dan memberikan hasil dengan cepat.
“Untuk memaksimalkan potensi ini, perusahaan harus memprioritaskan pengembangan tim dengan keahlian yang difokuskan pada pembelajaran berkelanjutan dan mahir dalam pemanfaatan AI,” kata Sherlie.
Menurut Sherlie, saat agen AI berkembang, tata kelola data yang kuat akan jadi penting untuk mendapatkan insight yang bisa diandalkan. Perusahaan yang memanfaatkan AI untuk inovasi dan efisiensi akan menjadi pemimpin pasar.
Dengan mengadopsi alur kerja agen, mereka bisa mengotomatisasi proses yang kompleks, memungkinkan pengambilan keputusan dengan lebih cepat dan respons yang agile terhadap perubahan pasar. Integrasi ini akan mendorong adaptabilitas, memungkinkan tim tetap berada di depan tren. Mereka yang menangkap peluang yang diberikan agen AI akan menentukan masa depan industri mereka. (*)