Perbedaan Gaya Investasi & Bayar Cicilan Gen Z dan Milenial

Generasi muda, khususnya Gen Z dan Milenial, menunjukkan perbedaan dalam cara mereka mengelola keuangan dan cicilan. Era digital yang menawarkan kemudahan layanan seperti pinjaman online (pinjol) dan paylater telah mengubah pola pengeluaran, tetapi jika dilakukan tanpa strategi yang tepat, maka risiko kesulitan keuangan bisa meningkat.

Dilansir oleh Indonesia Millennial and Gen Z Report 2025 IDN Times, Millennials dan Gen Z di Indonesia menunjukkan pola pengeluaran yang berbeda saat menggunakan layanan paylater, sehingga mencerminkan prioritas finansial masing-masing generasi. Milenial cenderung memanfaatkan paylater untuk pengeluaran kebutuhan esensial, seperti tagihan internet dan utilitas (57%) serta kebutuhan bulanan (55%), yang mencerminkan pendekatan hati-hati dalam mengelola tanggung jawab finansial sehari-hari. Sebaliknya, Gen Z lebih banyak menggunakan paylater untuk pembelian yang terkait gaya hidup, dengan alokasi signifikan untuk perjalanan dan hiburan (54%) serta item fashion (42%), menunjukkan fokus mereka pada kesenangan dan pengalaman pribadi.

"Kami melihat, dengan tren penggunaan pinjaman online dan paylater yang semakin meningkat, penting untuk membekali generasi muda, terutama Gen Z, dengan strategi keuangan yang tepat agar kemudian dapat mengambil keputusan finansial yang lebih bijak," ujar Ria M Warganda, Direktur Insight Investments dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (18/12/2024). Kemudahan layanan digital memang memberikan fleksibilitas, namun juga membuat generasi muda rentan terhadap perilaku konsumtif.

Selain pola pengeluaran yang berbeda dalam penggunaan layanan paylater, Gen Z dan Milenial juga memiliki perbedaan preferensi dalam pemilihan aplikasi fintech lending. Dalam laporan tersebut juga disebutkan juga bahwa Gen Z cenderung lebih fokus pada kemudahan dan kecepatan, salah satunya proses pendaftaran yang sederhana dan pencairan dana yang cepat. Namun, seringkali mereka mengabaikan pentingnya aspek regulasi dan keamanan, seperti lisensi dari OJK. Hal ini bisa menambah risiko finansial jika mereka tidak memilih platform yang tepat dan terpercaya. Di sisi lain, Milenial lebih mengutamakan aspek regulasi dan bunga yang kompetitif, yang memastikan keputusan keuangan mereka lebih aman dan terjaga dari potensi masalah di masa depan.

“Penting juga untuk lebih cermat dalam memilih platform finansial, dengan mempertimbangkan faktor keamanan dan regulasi, untuk menghindari adanya potensi kerugian finansial dan jebakan utang yang berisiko di kemudian hari,” tutur Ria.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga memotret besarnya penggunaan paylater di kalangan anak muda. Pengguna paylater mayoritas merupakan generasi zoomers (Gen Z) dengan rentang usia 26-35 tahun yang mencapai angka 43,9 persen. Penggunaan paylater sebagian besar untuk keperluan gaya hidup. Di antaranya, fashion dengan 66,4 persen, perlengkapan rumah tangga dengan 52,2 persen, elektronik dengan 41 persen, laptop atau ponsel dengan 34,5 persen, hingga perawatan tubuh sebesar 32,9 persen.

Menurut Ria, tren cicilan online saat ini menunjukkan dua arah utama yang menarik perhatian. Pertama, industri fintech terus bertumbuh meskipun dihadapkan pada berbagai dinamika dan tantangan. OJK mencatat outstanding pendanaan P2P lending mencapai Rp 72,03 triliun hingga Kuartal III 2024, mencerminkan peningkatan yang signifikan. Kedua, penggunaan paylater pun semakin populer, khususnya di kalangan anak muda. Dua tren ini menjadi pengingat pentingnya memiliki strategi keuangan yang terencana dengan baik, agar inovasi layanan keuangan ini dapat dimanfaatkan secara bijak dan mendukung kesejahteraan finansial masyarakat.

“Investasi turut menjadi salah satu langkah penting, karena dapat membantu generasi muda mempersiapkan masa depan yang lebih stabil. Bahkan beberapa instrumen investasi juga memiliki dampak sosial dan lingkungan yang sejalan dengan nilai-nilai yang sering dijunjung oleh Gen Z, yakni kepedulian terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan,” tutur Ria.

Mengutip dari buku Zconomy: How Gen Z Will Change the Future of Business—and What to Do About It oleh Jason Dorsey dan Denise Villa, Generasi Z telah mendorong perusahaan dan brand untuk lebih bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan. Keterlibatan mereka dalam berbagai kegiatan sosial membuat perusahaan kini lebih memperhatikan nilai-nilai sosial dan lingkungan dalam strategi bisnis mereka, guna menarik perhatian konsumen dari Generasi Z yang peduli dengan isu-isu tersebut.

Dalam berinvestasi, salah satu pilihan yang dapat dipertimbangkan, kata Ria, adalah Reksa Dana I-Hajj Syariah Fund. Selain karena kinerjanya yang cemerlang, reksa dana ini juga mendukung inisiatif yang memberikan dampak sosial yang positif. Sebagai informasi, sebagian dari Nilai Aktiva Bersih I-Hajj Syariah Fund disisihkan sebagai infaq yang digunakan untuk memberangkatkan orang-orang yang belum beruntung secara ekonomi, namun memiliki peran positif di masyarakat ke Tanah Suci. Sehingga, dengan berinvestasi, investor tidak hanya berkesempatan meraih potensi keuntungan finansial, tetapi juga berperan membantu mereka yang kurang beruntung secara ekonomi untuk dapat berangkat ke Tanah Suci dan selama hampir 20 tahun, program ini telah memberangkatkan lebih dari 900 jemaah.

Sebagai catatan, Insight Investments merupakan perusahaan manajer investasi yang mengedepankan prinsip keberlanjutan dan Socially Responsible Investing serta turut mendukung tercapainya Sustainable Development Goals (SDG's) di Indonesia. Secara menyeluruh, Insight Investments telah mengelola lebih dari 50 produk reksa dana dengan tema social impact yang berbeda-beda, yaitu pendidikan, sosial, lingkungan, dan keagamaan. Produk-produk tersebut dapat dipilih oleh investor sesuai dengan tujuan investasi dan sekaligus berperan dalam mewujudkan dunia yang lebih baik untuk generasi masa depan. (*)

# Tag