Performa Industri Jasa Keuangan di Bali dan Nusa Tenggara Tumbuh 6,6% di Oktober, Capai Rp226,88 Triliun
Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali menilai kinerja industri jasa keuangan (IJK) di Provinsi Bali dan Nusa Tenggara pada Oktober 2024 tetap resilien dan terjaga stabil didukung oleh permodalan yang kuat, kondisi likuiditas yang memadai, dan profil risiko yang terjaga. "Data sektor perbankan Provinsi Bali dan Nusa Tenggara posisi Oktober 2024 menunjukkan kinerja intermediasi yang tumbuh positif sebesar 6,6% atau menjadi Rp226,88 triliun secara tahunan," ujar Kepala OJK Provinsi Bali, Kristrianti Puji Rahayu di Denpasar, Bali pada akhir pekan lalu.
Berdasarkan jenis penggunaannya, sebesar 57,37% kredit di Bali dan Nusa Tenggara disalurkan kepada kredit produktif. Rinciannya, 36,42% untuk modal kerja dan 20,96% pada Investasi. Pertumbuhan kredit secara tahunan didorong oleh peningkatan nominal kredit konsumsi naik menjadi Rp7,37 triliun atau tumbuh 8,25% apabila dibandingkan Oktober 2023. Tingginya pertumbuhan kredit konsumsi ini terutama terjadi pada Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Selanjutnya, kredit Investasi menyumbang pertumbuhan kredit di wilayah Bali dan Nusa Tenggara yang bertambah sebesar Rp6,60 triliun atau tumbuh 16,13%. Berdasarkan sektornya, penyaluran kredit didominasi oleh sektor penerima kredit bukan lapangan usaha sebesar 42,63% dan sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 25,25%. Pertumbuhan kredit disumbangkan oleh peningkatan nominal penyaluran di sektor penerima kredit bukan lapangan usaha yang bertambah sebesar Rp7,37 triliun atau tumbuh 8,25% serta sektor perdagangan besar dan eceran yang bertambah sebesar Rp2,02 triliun, tumbuh 3,66%. "Hal ini menunjukkan bahwa sektor perdagangan masih menjadi pendorong penting dalam perekonomian serta terkait dengan konsumsi masyarakat yang terus tumbuh," tambah Puji.
Berdasarkan kategori debitur, sebesar 44,47% kredit di Bali dan Nusa Tenggara disalurkan kepada UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) dengan pertumbuhan sebesar 7% secara tahunan. Tingginya penyaluran kredit perbankan kepada UMKM menunjukkan bahwa perbankan terus mendukung UMKM menjalankan peran vitalnya dalam menciptakan lapangan kerja dan menjaga daya beli masyarakat. Seiring dengan pertumbuhan penyaluran kredit, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) mencatatkan pertumbuhan positif.
Penghimpunan DPK mencapai Rp277,41 triliun atau tumbuh double digit yaitu 11,67% secara tahunan. Berdasarkan jenisnya, peningkatan DPK dibandingkan Oktober 2023 ditopang oleh kenaikan nominal tabungan yang bertambah sebesar Rp16,42 triliun dan giro sebesar Rp4,62 triliun. Fungsi intermediasi yang tercermin dari loan to deposit Ratio (LDR) di Oktober 2024 sebesar 81,79%, melandai dibandingkan posisi Oktober 2023 yang sebesar 85,68%. Menurunnya rasio LDR disebabkan karena pertumbuhan DPK yang lebih tinggi daripada pertumbuhan kredit.
Adapun kecukupan modal BPR yang tercermin pada likuiditas BPR (cash ratio/CR) dan capital adequacy ratio (CAR) relatif terjaga di atas threshold yang masing-masing 5% dan 12%. Rasio CR dari BPR di Bali sebesar 15,34%, Nusa Tenggara Barat sebesar 19,95%, dan Nusa tenggara Timur sebesar 8,53%. Rasio CAR untuk BPR di Bali sebesar 35,84%, Nusa Tenggara Barat 46,19%, dan Nusa Tenggara Timur 43,37%.
Tingginya permodalan perbankan itu diyakini mampu menyerap potensi risiko. OJK terus mendorong kinerja intermediasi dengan tetap menjaga keseimbangan antara pertumbuhan pembiayaan dan terjaganya likuiditas. Puji menyampaikan kualitas kredit perbankan di Bali dan Nusa Tenggara tetap terjaga yang tercermin dari rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) gross sebesar 3,08% walaupun sedikit lebih tinggi dibandingkan posisi Oktober 2023 yang sebesar 2,41%.(*)