Gaya Kepemimpinan Generasi ke-2 Vinilon Besarkan Bisnis Keluarga

Sandy Susanto, Chief Executive Officer Vinilon Group (Foto: Wisnu Tri Rahardjo/SWA)

Brand pipa Vinilon tidak asing lagi bagi dunia infrastruktur di Indonesia. Produk ini menjadi pemimpin pasar pipa HDPE (high-density polyethylene) untuk air bersih selama bertahun-tahun.

Bahkan, Vinilon dilibatkan Kementerian Perindustrian dalam tim perancang standar kualitas SNI (Standar Nasional Industri) pipa polivinil klorida (PVC) atau pipa paralon di Indonesia. Saat ini Vinilon telah memayungi belasan anak perusahaan dan mempekerjakan sekitar 1.400 karyawan dengan dua pabrik, yang beroperasi di Bogor, Jawa Barat, dan Mojokerto, Jawa Timur.

Berawal di Pasar Kenari

Sosok di balik kejayaan Vinilon Group adalah Waluyo Susanto (78 tahun). Waluyo membidani kelahiran Vinilon di Pasar Kenari, Jakarta Pusat. Pada 1960-an, dia menjalankan UD Sinar Mas yang bergerak dalam perdagangan aneka barang, termasuk saniter dan perpipaan. Ini sesuai dengan karakter Pasar Kenari yang identik sebagai pusat barang-barang kelistrikan dan perpipaan.

Seiring dengan berjalannya waktu, UD Sinar Mas berkembang. Pada 1970-an, terjadi lonjakan demand untuk produk pipa PVC, karena Indonesia mulai melakukan investasi pembangunan proyek-proyek infrastruktur, seperti jaringan proyek perpipaan PDAM dan perumahan. Dan, Waluyo melihat hal ini sebagai peluang.

Dia memberanikan diri membangun usaha pabrikan dengan mengibarkan bendera PT Rusli Vinilon Sakti tahun 1979. Brand yang digunakan ialah Vinilon. Nama Vinilon terinspirasi nama pabrik di Australia yang bernama Vinidex; nama Vini diambil dan digabung dengan kata lon yang identik dengan pipa.

Tahun 1979, Waluyo berinvestasi dengan membeli sebidang tanah di Semper, Jakarta Utara, dengan luas 1 hektare dan membeli dua unit mesin perpipaan dari Taiwan. Dia mengerjakan sendiri produksinya dengan belajar operasional mesin secara otodidak. Semua hal dipelajari dari nol: produksi, pemasaran, branding, dll.

Waluyo Susanto, founder Vinilon Group (YouTube: Vinilon Group)

Awalnya, hanya memproduksi pipa PVC. Kemudian, Waluyo yang aktif dalam kegiatan pembahasan standar kualitas pipa PVC dilibatkan oleh Kementerian Perindustrian RI pada 1980-an dalam perancangan standar kualitas SNI pipa PVC di Indonesia. Tentu saja, pipa PVC Vinilon termasuk merek yang meraih sertifikat SNI dari pemerintah. Berikutnya, Vinilon juga memproduksi pipa-pipa jenis lain.

Sejak mengantongi sertifikat SNI, penjualan pipa Vinilon terus meningkat dan perusahaan pun berkembang pesat. Pada awal berdiri, tahun 1979, jumlah karyawan Vinilon ada 20 orang, sedangkan kini lebih dari 1.400 orang.

Berkat semangat kerja keras seluruh tim manajemen dan karyawan, tahun 1990 Vinilon mampu meningkatkan kapasitas produksi hingga 9.000 ton per tahun. Vinilon juga sukses memproduksi pipa PE dengan kapasitas produksi 2.000 ton per tahun.

Tahun 1993, Waluyo melakukan modernisasi dengan memindahkan pabrik dari Plumpang Center, Jakarta Utara, seluas 1 ha ke Jalan Raya Narogong, Bogor, dengan luas 13 ha. Kapasitas produksi pabrik baru itu juga meningkat ribuan persen bila dibandingkan pada awal berdiri, yaitu dengan kapasitas produksi hingga 18 ribu ton per tahun.

Pabrik Vinilon di Bogor inilah yang menjadi milestone perkembangan perusahaan yang signifikan. Dari pengalaman yang dulunya serba dijalankan sendiri, di pabrik baru Waluyo mulai memasukkan profesional. Untuk itu, beberapa karyawan direkrut guna menempati posisi bidang pemasaran, keuangan, dan operasional pabrik.

Transisi Kepemimpinan

Sebagai upaya regenerasi di Vinilon Group, tahun 1999 Waluyo Susanto menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan kepada Sandy Susanto, anak bungsu dari lima bersaudara putra Waluyo. “Kakak laki-laki saya tidak terlibat di Vinilon Group karena sudah memiliki usaha sendiri,” ungkap Sandy yang berumur 35 tahun ketika ditunjuk sebagai Chief Executive Officer Vinilon Group.

Dari kecil Sandy sudah dikenalkan dengan pekerjaan orang tuanya. Memang, dia lebih banyak tinggal di luar negeri. Menempuh pendidikan SD-SMA di Singapura, lalu kuliah S-1 Operation Management dan S-2 General Management di Golden Gate University, San Francisco, Amerika Serikat.

“Sejak kecil kalau liburan sekolah saya mengikuti Mama-Papa yang bekerja di toko atau pabrik, jadi sudah terbiasa melihat lingkungan kerja orang tua. Orang tua juga mengenalkan saya dengan banyak karyawan. Saya pun melihat sendiri naik-turunnya perusahaan sejak anak-anak,” kata Sandy mengenang.

Saat awal bergabung di perusahaan keluarga tahun 2000, posisi Sandy tidak langsung menjadi CEO, melainkan sales supervisor. Tiga tahun kemudian, pada 2003, posisinya naik menjadi manajer. Pada 2005, jabatannya meningkat jadi direktur penjualan. Kemudian, tahun 2012 dia dipercaya menjadi CEO hingga sekarang.

“Saya banyak belajar operasional dari beberapa mentor dan buku untuk melayani pelanggan yang dinamis dan tantangan bisnis perpipaan,” katanya.

Di awal kepemimpinannya, Sandy berbelanja masalah dan bertekad membenahi beberapa hal. Pertama, sistem manajemen masih berorientasi pada orang, bukan pada jabatan/job desc. Kedua, bagaimana agar pendekatan nilai kekuatan tim menjadi standar. Contoh, menciptakan tim sales yang unggul dengan standar skill tertentu agar tim kuat. Semua divisi dibuatkan standar yang sama. Ketiga, pengelolaan pabrik tidak menggunakan data, sekadar diskusi verbal.

Ketika menjabat sebagai CEO, kedua orang tuanya benar-benar lepas dari Vinilon Group di tahun 2013. Ayahnya sudah berusia 78 tahun, sehingga tidak terlibat lagi di perusahaan.

Sandy memimpin perusahaan dengan memberdayakan tim yang sudah ada. “Ayah saya berpesan agar tim karyawan lama jangan diobrak-abrik, karena mereka juga berjasa pada perusahaan, sehingga saya bisa sekolah di luar negeri,” katanya tentang pesan sang founder Vinilon Group.

Dengan memberdayakan sumber daya manusia (SDM), Sandy memperbanyak kegiatan pelatihan internal untuk meningkatkan kompetensi karyawan. Meski begitu, rekrutmen wajah-wajah baru juga diperlukan mengingat pertumbuhan perusahaan sangat cepat.

“Tahun 2000-2022 Vinilon mengalami rekrutmen tertinggi dalam sejarah Vinilon dengan program management trainee,” kata Sandy. Kini, komposisi karyawan mayoritas milenial, sekitar 50%, dan 50% lagi dari Generasi X dan Baby Boomers.

Legacy Sang Pendiri

Legacy nilai-nilai perusahaan yang diwariskan Waluyo kepada Sandy sejak kecil dan saat menjadi bos Vinilon Group disingkat RIGHT. Ada filosofi di balik setiap huruf dalam kata RIGHT ini.

R : Responsibility, siapa pun harus bertanggung jawab. I : Improvement, orang tua berawal dari keterbatasan, toko kecil, berpendidikan minim hanya SMP, dan terus memperbaiki diri hingga memiliki pabrik besar. G : Good adaptation, bisa beradaptasi dengan perubahan zaman. H : Honesty, kejujuran. Meski pandai, jika tidak jujur, ya percuma. T : Teamwork. Perusahaan dibangun dengan superteam, bukan superman.

“Meski pendidikan hanya SMP, Pak Waluyo sudah memiliki pola pikir manajerial yang bagus. Beliau berani merekrut profesional untuk mengoperasikan mesin pabrik. Padahal, kalau beliau mau, bisa tuh, Ayah taruh saudara-saudaranya. Namun, beliau lebih memilih cari orang yang paham tentang mesin pabrik. Ayah sering mengatakan kepada saya, bahwa keberhasilan Vinilon itu bukan Papa yang hebat, tapi banyak orang yang bantuin Papa,” ungkap Sandy.

Gaya leadership Sandy menggabungkan teori manajemen yang dia pelajari di bangku kuliah dan pengalaman di praktik Vinilon. Apalagi, teori manajemen Amerika, nilai-nilainya tidak sesuai dengan kultur Indonesia.

“Justru saya banyak belajar tentang manajemen dan kepemimpinan saat bekerja di Vinilon. Studi kasusnya banyak dari pengalaman sendiri,” katanya.

Selain mempertahankan orang-orang lama di perusahaan, Sandy juga merekrut beberapa tenaga baru dengan divisi baru. Di jajaran eksekutif, misalnya, dia memiliki sejumlah direktur dan general manager (GM) yang kalau digabung menjadi total 16 orang. Ada direktur research & development (R&D), direktur procurement & purchasing, direktur pabrik, direktur penjualan, GM marketing, GM legal, GM purchasing, GM IT, GM supply chain, dan GM manufacturing.

Beberapa poin menjadi penekanan gaya leadership Sandy. Pertama, akuntabilitas. Artinya, karyawan bertanggungjawab atas pekerjaan yang dilakukan. Dia menekankan pada tim, jangan takut membuat keputusan atau melakukan kesalahan.

“Justru dengan kesalahan itu, kita banyak belajar. Kesalahan pertama itu adalah pengalaman. Dan, jangan kesalahan yang sama diulang-ulang terus,” katanya.

Kedua, kepemimpinan bergaya kekeluargaan. Semua anggota tim manajemen dan karyawan dianggap keluarga yang bekerjasama membangun perusahaan dan memajukan.

Kemudian, ketiga, lebih menyukai tim yang aktif memberikan saran positif. “Saya bukan orang yang paling pintar di Vinilon. Tugas saya adalah menyambungkan ide-ide tim dalam divisi dan menggambarkan visi perusahaan akan dibawa ke mana dengan menghadapi banyak tantangan di luar,” ungkap Sandy.

Keempat, semangat mengejar target perusahaan. Sandy mematok target pertumbuhan bisnis dobel digit per tahun. Menurutnya, pertumbuhan signifikan Vinilon terjadi pada 2010-2014 karena masifnya pembangunan Indonesia.

Saat itu, setelah krisis ekonomi berlalu, harga komoditas naik tajam, sehingga berimbas pada lonjakan permintaan properti. Dan, Vinilon Group pun mendapat berkah dari lonjakan permintaan pipa untuk kegiatan pembangunan properti.

Gebrakan Sang Penerus

Gebrakan lain yang dilakukan oleh generasi kedua Vinilon ini ialah memodernisasi pabrik. Tahun 2017, Sandy melakukan perluasan area pabrik yang sudah mencapai 22, 5 ha di Cileungsi, Bogor, sehingga kapasitas produksi u-PVC Vinilon mencapai 60.000 ton per tahun dan PE 30.000 ton per tahun.

Sementara untuk memenuhi kebutuhan perpipaan di area timur Indonesia, Vinilon kembali membangun fasilitas pabrik baru di Jawa Timur seluas 17 ha. Ekspansi yang berkelanjutan ini bertujuan untuk meningkatkan kontribusi Vinilon dalam pembangunan Indonesia di sektor manufacturing pipa uPVC, PE, dan Fitting.

Jenis pipa yang diproduksi Vinilon Group terus berkembang. Dimulai dari pipa PVC, polietilena (PE), polipropilena (PP-R), hingga produk-produk terbaru Vinilon Group, yaitu pipa Vinilon KRAH. Produk lain yang turut diperkenalkan yaitu produk sanitasi Yuta & Yuta Luxe dan Water Meter B&R.

Pipa paralon Vinilon sangat diterima pasar.

Sandy menjelaskan, pipa produksi Vinilon memiliki karakteristik unik yang tidak dapat ditemukan pada merek lain. Selain memiliki fleksibilitas tinggi (kekuatan tensil > 22 mPa dan elasitas > 700%), pipa Vinilon juga memiliki kemampuan dalam menahan benturan dan ketahanan akan temperatur rendah, bahkan temperatur air beku, dengan bobot yang ringan sehingga bisa mengapung di air dengan densitas = 0.94 gr/cm3.

“Banyak inovasi yang dilakukan Vinilon di industri pipa. Vinilon memelopori pipa HDPE ukuran 120 milimeter, terbesar pertama di industri. Kami juga berani investasi besar terlebih dahulu, sehingga banyak demand dari market. Vinilon juga meluncurkan pipa dengan ukuran 3.000 milimeter dengan teknologi Jerman. Kami memberikan solusi kepada pelanggan dengan sistem perpipaan lengkap,” Sandy mengklaim.

Ringkasnya, segala jenis kebutuhan perpipaan akan dipenuhi oleh Vinilon. Yaitu, mulai dari kebutuhan properti (pembangunan pipa saluran air, HVAC, kelistrikan, dan PPK); perkapalan dan kebutuhan infrastruktur, seperti PDAM, manufaktur, tambang, perkebunan, bahkan telekomunikasi yang membutuhkan produk berkualitas tinggi.

Kiprah Sandy dalam memimpin perusahaan pun sangat gesit. Tak mengherankan, anak perusahaan berkembang biak, hingga kini mencapai total 11 perusahaan tergabung di bawah induk Vinilon Group.

“Penjualan Vinilon di Indonesia sudah merata dari Sabang sampai Merauke dengan 65 distributor. Setiap provinsi sudah ada perwakilan Vinilon, dan perusahaan ini banyak me-supply ke proyek-proyek strategis pemerintah sejak tahun 1980. Biasanya penjualan tinggi pada semester kedua,” Sandy memaparkan.

Menurut Sandy, tahun 2021, Vinilon sempat mengekspor pipa ke Singapura dan digunakan untuk kebutuhan infrastruktur Changi Airport. Juga, pernah ekspor ke Malaysia dan Afrika dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Pasalnya, biaya logistik pengiriman pipa ke luar negeri sangat mahal dan persaingan bisnis di negara tujuan juga sangat ketat.

Tiga Jurus

Bagaimana strategi menghadapi sengitnya persaingan bisnis?

Kata Sandy, Vinilon memiliki tiga jurus. Pertama, membuat kompetitor lebih sulit mencontek produk pipa yang inovatif milik Vinilon. Kedua, memiliki Divisi R&D yang kuat. “Vinilon sebagai satu-satunya pabrik pipa yang memiliki Divisi R&D di Indonesia,” dia mengklaim. Ketiga, pipa Vinilon satu-satunya yang ada QR Code, dengan reward untuk pelanggan, seperti digital wallet, pulsa, dan hadiah barang.

Tahun 2025, dengan pemerintahan baru Prabowo-Gibran, Sandy optimistis, meski terjadi ketegangan geopolitik global, prospek industri perpipaan masih menarik.Overall ekonomi Indonesia relatif masih baik dibandingkan banyak negara lain,” ujarnya. Adapun visi Vinilon adalah menjadi perusahaan perpipaan nomor satu di Indonesia.

Ke depan, Sandy membeberkan sedikit rencana pengembangan bisnis Vinilon. “Market Indonesia potensinya sangat besar. Zaman Presiden Jokowi banyak infrastruktur yang dibangun selama 10 tahun. Tapi, wilayah di Indonesia Timur masih kurang, sehingga potensinya masih besar yang bisa digarap. Kami juga sudah supply ke proyek pembangunan IKN (Ibu Kota Nusantara) di Kalimantan Timur,” katanya.

Yang jelas, kunci sukses Vinilon, sebagaimana dituturkan Sandy, terletak pada dua hal. Pertama, memiliki tim yang loyal. Turn-over karyawan rendah, di bawah 1%, sehingga pengelolaan SDM bisa lebih komprehensif. Kedua, mengelola keuangan dan manajemen secara konservatif.

Untuk generasi ketiga, Sandy belum mempersiapkan. Dia membuka diri jika ada profesional di luar keluarga yang kompeten untuk menggantikan posisi dirinya. “Pemimpin Vinilon Group nantinya tidak harus dari keluarga, bisa saja dari kalangan profesional,” kata ayah dua anak ini. (*)

# Tag