Geliat Manufaktur Indonesia Memantul ke Zona Ekspansif

Ilustrasi Aktivitas Manufaktur. (Foto: Freepik)
Ilustrasi Aktivitas Manufaktur. (Foto: Freepik)

Aktivitas manufaktur Indonesia mengalami peningkatan signifikan, ditandai dengan ekspansi pada Desember 2024. Sepanjang tahun 2024, PMI Indonesia menunjukkan dinamika sektor manufaktur, dengan tujuh kali berada di zona ekspansi dan lima kali di zona kontraksi. Purchasing Managers Index (PMI) Indonesia pada Desember 2024 naik menjadi 51,2 dari 49,6 pada November 2024.Angka ini merupakan level tertinggi sejak Mei 2024 yang didorong oleh kenaikan produksi dan permintaan baru dari pasar domestik maupun internasional, yang meningkat menjelang Hari Raya Natal dan perayaan Tahun Baru.

Beberapa negara ASEAN dengan ekonomi berbasis manufaktur, seperti Vietnam dan Malaysia mencatatkan PMI manufaktur yang terkontraksi yang masing-masing berada pada level 49,8 dan 48,6. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) di Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, menjelaskan aktivitas manufaktur Indonesia yang kembali ke zona ekspansif menjadi kabar baik di awal tahun ini.

Kondisi ini mencerminkan perekonomian Indonesia yang tetap solid di tengah berbagai tantangan global maupun domestik. “Pemerintah semakin optimis pertumbuhan ekonomi lebih dari 5% untuk tahun 2024 dapat tercapai,” ujar Febrio pada siaran pers di Jakarta, Kamis (2/1/2025).

Adapun, Indeks Penjualan Ritel (IPR) mencatat kenaikan sebesar 1,7% pada November 2024 jika dibandingkan periode yang sama di 2023 (year on year). Pada periode ini Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) melonjak ke level 125,9. Indikator tersebut merefleksikan daya beli yang terus meningkat dan optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi yang lebih baik di tengah perkembangan inflasi yang terkelola.

Berdasarkan komponen PMI, peningkatan jumlah persediaan barang jadi mencerminkan optimisme pelaku usaha terhadap permintaan atas produk manufaktur Indonesia. Peningkatan aktivitas manufaktur ini juga diikuti dengan penyerapan tenaga kerja yang lebih ekspansif.“Optimisme konsumen dan pelaku usaha, tercermin dari indeks penjualan ritel, keyakinan konsumen, dan aktivitas manufaktur yang ekspansif, menjadi modal penting bagi Indonesia menghadapi tantangan 2025. Konsumsi domestik dan aktivitas industri tetap menjadi pilar utama pertumbuhan ekonomi. Pemerintah melalui APBN berkomitmen menjaga momentum ini dengan menciptakan kondisi yang kondusif, melindungi daya beli masyarakat, dan tetap menjaga level inflasi,” lanjut Febrio. (*)

# Tag