Mengukur Dampak, Bukan Hanya Keuntungan: Impact Investing, Tren Baru di Dunia Investasi

null
Fikri Syaryadi, pegiat dan investor berdampak. (Dok. Pribadi)

Tren investasi berdampak (impact investing), terus berkembang di Indonesia sejalan dengan arus global yang menunjukkan pertumbuhan signifikan.

Berdasarkan laporan Global Impact Investing Network (GIIN), sebanyak 88% investor berdampak melaporkan bahwa investasi mereka tidak hanya memenuhi atau melampaui ekspektasi keuntungan, tetapi juga memberikan dampak sosial yang nyata. Dengan memprioritaskan manfaat sosial dan lingkungan jangka panjang, investasi berdampak menarik investor yang mencari lebih dari sekadar keuntungan finansial.

Fikri Syaryadi, pegiat dan investor berdampak menuturkan investasi berdampak menawarkan pendekatan unik yang tidak hanya berorientasi pada keuntungan finansial tetapi juga memberikan solusi konkret terhadap isu-isu kritis di sektor sosial dan lingkungan.

Ia menambahkan investasi ini mencakup sektor-sektor seperti energi terbarukan, pertanian, kehutanan, perikanan, dan pengelolaan limbah. “Tujuannya bukan hanya investment return, tetapi juga social dan environmental return yang terukur. Berbeda dari donasi, investasi berdampak tetap menggunakan prinsip pasar dan keuangan untuk menjaga keberlanjutan usaha,” kata Fikri dalam siaran pers yang diterima swa.co.id, Senin (06/01).

Indonesia tengah menghadapi kepelikan lingkungan yang serius, mulai dari deforestasi hingga pengelolaan sumber daya alam yang kurang optimal. Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) mencatat bahwa Indonesia kehilangan hingga 26 juta ton ikan setiap tahun akibat praktik penangkapan ilegal.

Environmental Performance Index (EPI) 2024 menempatkan Indonesia di peringkat ke-162 dari 180 negara, dengan skor hanya 33,8 dari 100. Di Asia Tenggara, Indonesia tertinggal dari negara-negara seperti Singapura, Thailand, dan Malaysia.

Pemerintah telah mengambil berbagai langkah untuk mendorong praktik bisnis berkelanjutan melalui kebijakan dan insentif. Indonesia memiliki peluang potensi besar untuk investasi yang mendorong pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB). Hal ini didorong sebagai salah satu negara dengan dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di Asia Tenggara, populasi lebih dari 270 juta, sumber daya alam melimpah, dan ekosistem kewirausahaan dinamis.

Menurut Gita Syahrani, Sustainability and Collective Impact Convener dari Ekonomi Membumi, investasi berdampak mampu memberdayakan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sekaligus membantu menyelesaikan permasalahan lingkungan.

“Hingga saat ini, ekosistem investasi berdampak di Indonesia melibatkan 66 investor, baik yang aktif maupun potensial. Dengan dukungan investor, pelaku UMKM dapat mengakses sumber daya untuk berinovasi, sehingga mempercepat dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan,” kata Gita.

Sumber pendanaan untuk UMKM yang memiliki visi berkelanjutan adalah tantangan terbesar, dan ketiadaannya menjadi penghambat utama pelaku bisnis ini. Enggannya para investor melirik ke investasi berdampak, karena kurang terdengar reputasi baiknya dalam hal memberikan keuntungan finansial.

“Praktik bisnis berkelanjutan memerlukan modal awal yang besar, namun investor tradisional seringkali fokus pada keuntungan jangka pendek, sementara imbal balik dari investasi berdampak umumnya akan terjadi jangka panjang. Hal ini menciptakan kendala keuangan yang menghambat pengembangan bisnis kecil di sektor sosial-lingkungan,” tutur Fikri.

Diakui Fikri kendala keuangan tidak hanya membuat bisnis sulit bertahan, tetapi juga berdampak pada kerusakan lingkungan yang lebih luas dan peningkatan emisi polutan. Kendala keuangan berdampak signifikan terhadap kerusakan lingkungan karena perusahaan dengan keterbatasan pendanaan sering kali mengurangi pengeluaran untuk praktik berkelanjutan dan teknologi ramah lingkungan.

Rizky Wisnoentoro, Kepala Program Sustainable Finance Universitas Islam Internasional Indonesia, membuat penekanan dalam pentingnya investasi berdampak untuk pelaku bisnis. Ketidakmampuan mengintegrasikan langkah-langkah keberlanjutan ini tidak hanya memperburuk masalah lingkungan, tetapi juga menghambat transisi menuju ekonomi hijau.

“Investasi berdampak, dengan fokus pada solusi yang terukur, menawarkan jalan keluar dari siklus ini melalui penyediaan modal yang mendorong adopsi praktik ramah lingkungan,” kata Rizky.

Dalam hal kerangka pemikiran dan pengukuran hasil, prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) dapat menjadi pondasi penting dalam investasi berdampak. ESG membantu memastikan keberlanjutan bisnis sekaligus menciptakan nilai tambah.

Dengan menerapkan prinsip ESG, investor dapat mengintegrasikan analisis risiko jangka panjang dan profitabilitas dalam setiap keputusan investasi, baik melalui saham, obligasi, reksa dana, maupun pinjaman mikro.

Eri Budiono seorang sustainability practitioner yang juga Direktur Utama Bank Neo Commerce memaparkan lebih jauh mengenai ESG. Penerapan prinsip ESG tidak hanya memandu keputusan investasi yang berkelanjutan, tetapi juga membutuhkan kerangka evaluasi yang mampu mengukur dampaknya secara konkret.

“Dengan pendekatan berbasis bukti, investor dapat memastikan bahwa upaya mereka menghasilkan dampak jangka panjang yang terukur dan relevan, sekaligus memperkuat transparansi dalam pengelolaan investasi,” kata Eri.

Diakui Eri kolaborasi dengan sektor swasta menjadi pondasi penting dalam mencapai target pembangunan berkelanjutan. “Dengan kerangka pengukuran yang terstandarisasi, investor akan lebih percaya diri menyalurkan dana ke proyek sosial-lingkungan. Ekosistem yang mendukung akan mempermudah perkembangan sektor ini,” katanya. (*)

# Tag