Pertamina: GCG untuk Dual Growth Strategy
Sebagai perusahaan energi nasional, PT Pertamina (Persero) memiliki visi besar, yakni menjadi perusahaan energi kelas dunia (global energy company), yang tidak hanya menjadi kebanggaan bangsa, tetapi juga mampu berkompetisi di panggung internasional.
Dual Growth Strategy
Untuk mencapai ambisi ini, Pertamina mengusung Dual Growth Strategy, sebuah pendekatan strategis yang mencakup dua pilar utama: memperkuat bisnis warisan (strengthening legacy business) dan memperluas bisnis ke sektor energi hijau (expanding into new green business).
Pada pilar pertama, Pertamina fokus pada pengoptimalan bisnis warisan, khususnya di sektor hulu migas, dengan meningkatkan produksi minyak dan gas serta melakukan ekspansi bisnis untuk menjaga ketahanan energi nasional. Sementara itu, pilar kedua difokuskan pada pengembangan bisnis energi hijau.
“Strategi ini sejalan dengan target net zero emission pada tahun 2060, sehingga kami memastikan investasi yang dilakukan tidak hanya memperkuat bisnis migas, tetapi juga mendukung transformasi energi hijau,” ungkap Ahmad Siddik Badruddin, Direktur Manajemen Risiko PT Pertamina.
Ahmad Siddik menambahkan, strategi ini dimulai dari sekarang dengan memastikan investasi yang signifikan pada energi terbarukan sehingga pada tahun 2030 hingga 2060, Pertamina mampu menciptakan bauran energi yang optimal dan berkelanjutan.
Untuk mencapai visi tersebut, Pertamina telah menyusun Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2025-2029. Investasi tahunan senilai US$ 13 miliar dialokasikan guna memperkuat produksi migas serta mengembangkan energi terbarukan, seperti panas bumi (geothermal), tenaga surya, dan biofuel. Langkah ini menunjukkan keseriusan Pertamina dalam membangun fondasi energi masa depan, sekaligus menjaga kontribusinya terhadap ketahanan energi nasional.
Three Lines of Defense
Menyadari betapa vitalnya RJPP demi mencapai visi besar yang dicanangkan, Pertamina berupaya membangun struktur GCG yang matang dan terintegrasi. Salah satu langkah kunci yang diambil ialah implementasi model “Three Lines of Defense” yang banyak diterapkan di industri perbankan.
Model tersebut memastikan pembagian tugas yang jelas antara pemilik risiko, manajemen risiko, dan audit internal. “Dengan model ini, risiko dapat dimitigasi secara komprehensif, dari tahap perencanaan hingga pelaksanaan,” Ahmad Siddik menjelaskan.
Dalam penerapan strategi “Three Lines of Defense”, First Line berperan sebagai pemilik risiko yang bertanggung jawab langsung atas kontrol internal. Lalu, Second Line memastikan bahwa kebijakan manajemen risiko diterapkan dengan benar, sementara Third Line melalui audit internal bertugas memverifikasi efektivitas sistem kontrol yang ada.
Sistem ini juga diawasi secara ketat oleh Direksi dan Dewan Komisaris untuk memastikan pelaksanaan kepatuhan hukum dan etika yang konsisten di seluruh lini organisasi.
Mengiringi hal tersebut, Pertamina membentuk empat komite utama yang bertugas mengawal implementasi tata-kelola perusahaan. Komite Audit bertugas memastikan efektivitas sistem kontrol internal, sedangkan Komite Nominasi dan Remunerasi mengelola proses seleksi serta kompensasi untuk pejabat perusahaan.
Selain itu, ada pula Komite Pemantau Investasi dan Manajemen Risiko yang mengawasi proyek investasi strategis, serta Komite Tata Kelola Terintegrasi yang memastikan keseragaman penerapan GCG di seluruh subholding dan anak perusahaan.
“Dalam lima tahun ke depan, perusahaan akan tumbuh kencang dan akan spend at least sekitar US$ 68 miliar. Jadi, memang harus dikawal ketat pertumbuhannya supaya investasi tersebut tepat sasaran, efektif, dan memang menghasilkan return seperti yang diharapkan,” kata Ahmad Siddik tandas.
Pengelolaan Risiko
Sebagai perusahaan yang terus belajar dari pengalaman, Pertamina juga berupaya memetik pelajaran dari berbagai kasus yang terjadi selama 10-15 tahun terakhir. Salah satu inisiatifnya, membentuk Pertamina Risk Management School, lembaga yang bertujuan mendokumentasikan studi kasus untuk mencegah pengulangan kesalahan di masa depan.
“Tugas akademi tersebut adalah men-develop kurikulum untuk upgrading risk management competency dari berbagai stakeholders within the group,” ungkap Ahmad Siddik. Harapannya, dari dokumentasi pelajaran berbagai kasus, mereka bisa memastikan transfer pengetahuan antargenerasi, sehingga kesalahan yang sama tidak terulang.
Transformasi digital juga menjadi salah satu fokus utama Pertamina dalam mendukung praktik GCG. Meski penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) saat ini masih terbatas pada level operasional, ke depan Pertamina berharap AI dapat berperan dalam membantu pengambilan keputusan strategis. Penggunaan teknologi ini mencerminkan upaya perusahaan untuk terus berinovasi dan meningkatkan efisiensi di semua lini.
Dalam menjalankan tata kelola yang baik, Pertamina juga memperkuat peran Direktorat Manajemen Risiko yang kini telah hadir di tingkat holding hingga anak perusahaan.
Dengan melibatkan lebih banyak personel yang kompeten, BUMN ini memastikan bahwa setiap investasi besar, termasuk proyek-proyek energi hijau, telah melalui proses evaluasi risiko yang mendalam. Hal ini sejalan dengan langkah perusahaan untuk meningkatkan skor maturity risk management melalui evaluasi independen setiap tahun.
Upaya tersebut diiringi dengan pengembangan kebijakan tata kelola yang terintegrasi, yang kini telah diimplementasikan di semua subholding dan anak perusahaan. Pedoman ini dirancang agar dapat diterapkan secara seragam, dengan tetap mempertimbangkan ukuran dan kompleksitas tiap-tiap entitas. Struktur ini memastikan bahwa setiap unit usaha Pertamina mampu menjalankan operasionalnya dengan prinsip-prinsip tata kelola yang sama.
Sejalan dengan penguatan struktur dan sistem tata kelola yang baik, Pertamina juga memprioritaskan penguatan sumber daya manusia. Melalui program pengembangan kepemimpinan yang bekerjasama dengan institusi internasional, perusahaan ini menyiapkan generasi pemimpin masa depan yang mampu membawa perusahaan menuju visinya. Ahmad Siddik menerangkan, program ini tidak hanya bertujuan memperkuat kemampuan teknis, tetapi juga membangun karakter kepemimpinan yang adaptif dan inovatif.
Langkah-langkah strategis yang diambil Pertamina menunjukkan keseriusan perusahaan dalam membangun tata kelola yang kokoh. Dari pembentukan Komite GCG hingga investasi besar-besaran dalam energi hijau, Pertamina berkomitmen untuk menjalankan operasionalnya dengan prinsip keberlanjutan.
Dengan pengawasan yang ketat, inovasi yang berkelanjutan, dan pembelajaran dari pengalaman, Pertamina optimistis mampu menghadapi tantangan di masa depan sekaligus meraih visinya sebagai perusahaan energi kelas dunia. (*)
*Artikel ini telah terbit di SWA, Edisi No. 19 (20 Desember 2024-15 Januari 2025)