Herry Kristanto Pelopori CSR Wash
Herry Kristanto boleh dibilang ‘wajah’ Monsanto Indonesia. Pada awal masa jabatannya sebagai Corporate Affairs Lead, Herry dan timnya mencetuskan inisiatif program tanggung jawab sosial Water Access Sanitation and Hygiene (Wash).
Menurutnya, proses mengegolkan proposal Wash di meja direksi Monsanto Fund Amerika Serikat (MFAS) tidak semudah membalik telapak tangan. Buahnya, Monsanto Indonesia yang berbadan hukum PT Branita Sandhini memperoleh rekognisi sebagai partner Habitat for Humanity dari industri pertanian, pada 2 November 2012. Berikut ini tanya jawab SWA online dengan Herry langsung dari Desa Gunung Mas, lokasi pelaksanaan Wash terkini di Lampung Timur beberapa waktu lalu.
Bagaimana munculnya gerakan Wash?
Pelaksanaan Wash dimungkinkan oleh hibah dari Monsanto Fund yang berpusat di AS. Lembaga amal ini mulai memberi bantuan ke Indonesia pada 2008. Pada awalnya, sifat bantuan Monsanto Fund baru tanggap darurat, yaitu ketika terjadi bencana seperti tsunami, banjir, gunung meletus. Kebetulan, saya mempunyai perhatian pribadi pada kegiatan amal dan ini sesuai dengan posisi saya sebagai Corporate Affairs Lead sejak 2010. Saya ingin berbuat, bagaimana agar tanggung jawab perusahaan saya tidak sebatas tanggap darurat saja? Maka, lahirlah program CSR Wash.
Apa saja yang sudah Anda lakukan dalam gerakan itu?
Aksi Wash berupa bantuan penyimpanan air bersih dan pendirian toilet umum di Malang serta pembangunan sarana air bersih dan rumah layak huni di Tuban. Yang terbaru adalah pembangunan sumur bor dan pemasangan pipa air di Gunung Mas, Lampung Timur. Di samping itu, sudah dilakukan pula perbaikan gedung sekolah di beberapa lokasi.
Sebagai seorang Corporate Affairs Lead, apa tugas Anda di perusahaan?
Tanggung jawab seorang Corporate Affairs Lead adalah mempertahankan bisnis yang sudah berjalan, membangun citra perusahaan, menjalin hubungan harmonis antara perusahaan dengan pemerintah, dan juga mendorong perusahaan mencapai future business yang lebih baik.
Dalam penyelenggaraan Wash, apa tantangan yang Anda hadapi?
Kegiatan amal Monsanto Fund, yaitu yayasan milik Monsanto Company, lebih merata di Eropa dan Amerika. Bagaimana supaya mereka melirik Indonesia? Saya dan tim harus menciptakan program dulu. Proposal dikirimkan untuk meyakinkan bahwa komunitas di Indonesia sungguh butuh dana. Lalu kami harus bersaing dengan banyak negara karena Monsanto Company hadir di hampir 500 lokasi di dunia.
Apa strategi Anda dalam pelaksanaan Wash?
Pertama dari sudut program, saya berfokus pada pengadaan sarana air bersih walaupun di beberapa titik, diadakan pembangunan sekolah. Kedua dari pemilihan lokasi, saya dan tim melihat desa mana yang bisa berkembang, termasuk berkembang pertaniannya, sehingga bisa dicontoh bagi daerah sekitar. Ketiga, sebelum mengirimkan proposal pada MFAS, kami memvalidasi dahulu kebutuhan masyarakat, seberapa besar kebutuhan mereka, dan siapa saja yang akan merasakan manfaatnya.
Bagaimana cara penyaluran dana CSR?
Sebelum permintaan dana disetujui MFAS, tim saya bersinergi dengan LSM. LSM bertugas mensurvei desa yang memerlukan bantuan, melakukan perbandingan (comparison study) dengan daerah sekeliling, mensurvei lagi potensi program yang bisa dijalankan di desa terkait, kemudian menyampaikan kebutuhan dana pada kami. Kamilah yang mengajukan kebutuhan ini pada MFAS. Jika MFAS setuju, dana ditransfer pada LSM langsung tanpa melalui perusahaan. Selanjutnya, tugas saya dan tim adalah mengawasi pelaksanaan program CSR agar sesuai dengan perencanaan.
Apa dampak yang Anda harapkan dari program CSR untuk perusahaan?
Ini bukan semata-mata CSR, melainkan bagian dari customer added value. Saya tidak ingin perusahaan hanya menjual bibit dan herbisida, tanpa memberi nilai lebih pada pelanggan, masyarakat, dan pemerintah. Dampak yang saya harapkan bukan untuk bisnis, melainkan citra yang baik di mata masyarakat.
Kembali ke soal tanggung jawab sebagai Corporate Affairs Lead, apa future business yang Anda cita-citakan?
Saya ingin Indonesia bisa memproduksi pangan biji-bijian yang mencukupi kebutuhan dalam negeri dan ke depannya mengekspor hasil pertanian seperti jagung, kedelai, beras. PT Branita Sandhini memang sudah mengekspor bibit tanaman pangan, sayuran, dan buah. Namun, saya ingin para petani yang menanam bibit Branita dapat mengekspor hasilnya pula. (EVA)