Paula Renata: dari Pramugari Jadi Bos Resto Ramen

null
Paula Renata, dari pramugari menjadi bos resto ramen (Foto: Agung Sudrajat/SWA)

Paula Renata, telah menempuh perjalanan panjang penuh lika-liku hingga akhirnya menemukan jalan hidupnya di dunia kuliner. Dengan restoran ramen bernama Megumi Mazesoba, ia tak hanya menjual makanan, tetapi juga membagikan cerita ketekunan dan inovasi. Akan tetapi, sebelum sampai di titik ini, Paula lebih dulu menghadapi perjalanan yang menantang, penuh dengan pelajaran berharga.

Sejak kecil, Paula tumbuh dalam keluarga entrepreneur. Orang tuanya memiliki toko, dan Paula sering diminta menjaga kasir. Meski hanya sekadar menghitung uang kembalian, pengalaman itu diam-diam menanamkan benih mimpi untuk mengikuti jejak kedua orang tuanya. Namun, ia memilih jalan yang berbeda dengan menjadi pramugari selama lima tahun.

"Orang tua saya ingin saya belajar bekerja keras dulu, merasakan perjuangan sebelum benar-benar terjun menjadi entrepreneur," ujarnya dalam acara BizzComm Podcast, kerjasama SWA Media Group dengan LSPR Faculty of Business.

Keputusan membuka bisnis pertamanya di Toronto, Kanada, menjadi titik balik besar dalam hidupnya. Biaya sewa ruko yang mencapai Rp100 juta per bulan, cuaca ekstrem hingga minus 30 derajat, serta minimnya pelanggan di awal menjadi tantangan berat.

"Saya pernah nangis dan menelepon mami karena merasa nggak kuat. Tapi, mami bilang, nggak apa-apa, nangis saja dulu, lalu bangkit lagi," kenangnya. Dukungan ini menjadi dorongan awal untuk terus maju.

Megumi bukan hanya sekadar restoran ramen biasa. Paula membawa konsep unik, yaitu dry ramen — ramen tanpa kuah —yang terinspirasi dari kebiasaan pelanggan di Toronto. "Saya lihat banyak orang tidak meminum kuah ramen, padahal kuah adalah elemen utama. Akhirnya, saya berpikir untuk membuat ramen kering dengan bumbu pedas khas Indonesia," kata Paula. Inovasi ini menjadi pembeda Megumi dari restoran ramen lain.

Namun, perjalanan tidak selalu mulus. Di bulan-bulan pertama, penjualan harian Megumi hanya mencapai delapan mangkuk. Paula tak menyerah. Ia mencatat setiap perkembangan, sekecil apa pun, sebagai bentuk syukur. Saat penjualan mencapai 30 mangkuk sehari, ia merasa seperti memenangkan lotre.

“Bagi saya, bisnis itu adalah maraton, bukan sprint. Kamu harus lihat progres jangka panjang, bukan hanya sehari atau seminggu,” tambahnya.

Kesuksesan di Toronto mendorong Paula untuk membuka cabang di Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta Utara. Namun, adaptasi dengan budaya kerja di Indonesia menjadi tantangan baru. "Di luar negeri, apresiasi terhadap pekerja sangat tinggi. Di sini, saya belajar untuk lebih sabar dalam memberikan arahan," tuturnya dengan tanpa maksud mebanding-bandingkan. Pastinya, ia harus belajar cara berkomunikasi yang lebih halus agar timnya merasa nyaman.

Fokus pada kualitas adalah prinsip utama Paula dalam menjalankan Megumi. Menu yang ditawarkan hanya terdiri dari beberapa pilihan, tetapi ia memastikan setiap hidangan memiliki kualitas terbaik. Menurutnya, lebih baik punya sedikit menu tapi semuanya sempurna, daripada banyak menu yang malah membingungkan. Pendekatan ini membuat Megumi dikenal sebagai restoran dengan cita rasa autentik.

Selain itu, Paula percaya bahwa inovasi harus terus dilakukan untuk mempertahankan relevansi bisnis. Ia rutin melakukan riset pasar, bahkan kembali ke Jepang untuk memperbarui ilmunya tentang cara membuat sup ramen. Dia ingin memastikan pelanggan mendapatkan pengalaman terbaik, mulai dari rasa hingga kualitas pelayanan.

Resiliensi menjadi kunci Paula dalam menghadapi setiap tantangan. Ia percaya bahwa keberhasilan hanya datang kepada mereka yang terus mencoba, meskipun berkali-kali gagal. "Mindset itu penting. Kalau kamu nggak punya mental yang kuat, semua ide dan konsep bisnis akan sia-sia," tegasnya.

Paula juga memanfaatkan feedback dari pelanggan sebagai alat untuk terus berinovasi. Ketika pelanggan mengeluh tentang rasa yang terlalu asin atau tekstur yang kurang tepat, ia tak segan untuk melakukan penyesuaian. Dia meyakni setiap masukan, bahkan kritik, adalah peluang untuk tumbuh lebih baik.

Salah satu momen yang menjadi titik balik bisnisnya adalah saat media besar di Toronto datang untuk me-review Megumi. Artikel yang mereka terbitkan membuat nama Megumi semakin dikenal. “Penjualan naik hingga 50% setelah artikel itu keluar. Itu sangat membantu membangun kredibilitas restoran saya,” kenangnya. Berkat perhatian media, Megumi mulai memiliki pelanggan setia dan dikenal sebagai restoran ramen dengan konsep unik.

Selain menyajikan ramen yang berkualitas, Paula juga membawa nilai-nilai etika kerja yang ia pelajari selama di Kanada. Di sana, ia belajar tentang pentingnya menjaga keamanan pangan dan kebersihan yang ketat, yang kemudian ia terapkan di Megumi. Di Toronto, katanya, inspeksi kebersihan dilakukan tiga kali setahun tanpa pemberitahuan. Itu membuatnya lebih disiplin dalam menjaga standar restoran.

Namun, ia juga belajar bahwa pelanggan di Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda. Menyesuaikan rasa dan memberikan pengalaman yang sesuai dengan ekspektasi lokal menjadi prioritasnya. “Di sini, pelanggan suka rasa yang kuat dan pedas. Saya mencoba menghadirkan itu tanpa kehilangan identitas ramen Megumi,” tambahnya.

Melihat masa depan, Paula berencana memperluas Megumi ke lebih banyak kota di Indonesia, bahkan kembali ke pasar internasional. Ia juga ingin membawa nilai-nilai kerja keras dan inovasi kepada lebih banyak orang. "Megumi berarti berkah. Saya berharap restoran ini terus menjadi berkah bagi banyak orang," katanya.

Paula Renata adalah bukti nyata bahwa mimpi bisa diraih lewat keberanian, dan kerja keras. Dari seorang pramugari hingga pemilik restoran ramen, kisahnya mengajarkan bahwa perjalanan tidak pernah instan, tetapi selalu sepadan dengan usaha yang dikeluarkan. (*)

# Tag