Liang Wenfeng, Sosok Disruptor di Balik DeepSeek

Di sebuah kota kecil di Guangdong, China, seorang anak laki-laki duduk di samping ayahnya yang seorang guru sekolah dasar. Setiap hari, ia melihat bagaimana ilmu pengetahuan diajarkan dengan kesabaran serta dedikasi.
Anak kecil itu bernama Liang Wenfeng. Dia adalah seorang anak yang tak hanya tumbuh dalam ketekunan, melainkan juga dalam kehausan terhadap angka serta pola yang tersembunyi dalam dunia.
Dari kecil, Liang telah menunjukkan kecenderungan yang berbeda dibanding rekan-rekan sebayanya. Sementara teman-temannya bermain di luar rumah, Liang lebih senang berkutat dengan buku matematika, menelusuri kompleksitas angka yang bagi banyak orang adalah misteri. Anak yang dijuluki kutu buku ini percaya bahwa di balik setiap pola, sesungguhnya tersembunyi sebuah keteraturan, dan dalam keteraturan itu terdapat peluang. Ia ingin mencarinya.
Perjalanan akademiknya membawa si kutu buku ini ke Universitas Zhejiang, salah satu institusi paling bergengsi di negeri China. Berlokasi di Hangzhou, Provinsi Zhejiang, Tiongkok, Universitas Zhejiang adalah salah satu institusi pendidikan tinggi tertua dan paling bergengsi di negara tersebut. Didirikan pada tahun 1897 sebagai Akademi Qiushi, universitas ini telah berkembang menjadi pusat penelitian serta pendidikan terkemuka.
Di universitas ini, Liang tak hanya belajar teori, tetapi juga bertemu dengan dua sahabat yang kelak akan menjadi rekan-rekan petualangannya. Mereka berbagi kegemaran terhadap analisis kuantitatif, berbicara lama tentang bagaimana angka bisa menjadi senjata dalam membaca pasar keuangan.
Pada tahun 2015, Liang serta dua sahabatnya itu mendirikan High-Flyer, sebuah dana lindung nilai kuantitatif yang bertumpu pada AI dan matematika. Tak seperti anak muda lainnya, mereka tidak mengikuti arus. Sebaliknya, mereka menciptakan arus mereka sendiri. Dalam beberapa tahun, High-Flyer tumbuh menjadi salah satu firma investasi terkemuka di Tiongkok dengan aset lebih dari US$10 miliar.
Namun, bagi Liang, keuangan hanyalah awal. Ia bukan hanya seorang analis pasar, tetapi juga seorang pemikir. Jiwanya gelisah. Ia melihat sesuatu yang lebih besar dari sekadar investasi: ia melihat masa depan yang digerakkan oleh kecerdasan buatan.
Tahun 2021 pun menjadi titik balik. Ketika banyak orang masih skeptis terhadap AI, Liang mengumpulkan ribuan GPU Nvidia. Mitra bisnisnya menganggapnya seorang eksentrik, seorang kutu buku yang tak peduli dengan gaya rambutnya, hanya sibuk membangun kluster 10.000 chip yang akan melatih model-modelnya sendiri.
Liang tak mau ambil pusing. Baginya, ini bukan sekadar eksperimen, ini adalah revolusi.
Mei 2023, DeepSeek lahir. Sepintas ini buah cabang dari High-Flyer, tetapi lebih dari itu, sejatinya ini adalah visi Liang yang akhirnya mengambil bentuk nyata. DeepSeek bukan sekadar laboratorium penelitian AI, tetapi sebuah pernyataan bahwa AI China bisa berdiri sejajar dengan Silicon Valley. Dan lebih dari itu, AI mereka bisa memimpin.
Tahun 2024, DeepSeek mulai mengejutkan dunia. Tim Liang mengembangkan model AI yang hanya menggunakan 2.000 chip Nvidia H800 dengan biaya di bawah US$6 juta.
Ini jelas jauh lebih murah dan efisien. Bandingkan dengan para raksasa seperti Meta dan X yang membutuhkan ratusan ribu GPU. Lewat DeepSeek, Liang menunjukkan bahwa kejeniusan tidak diukur dari jumlah sumber daya, tetapi dari cara sumber daya itu digunakan.
Puncaknya terjadi pada 20 Januari 2025, saat DeepSeek R1 diluncurkan. Dunia teknologi berguncang. Silicon Valley, yang selama ini menjadi kiblat AI, harus mengakui bahwa sebuah nama baru telah muncul, dan nama itu adalah Liang Wenfeng, lelaki berusia 40 tahun.
Namun, Liang bukanlah sekadar seorang teknolog. Ia adalah seorang pemimpin dengan prinsip. "Kami tidak mencari keuntungan berlebihan, kami ingin membangun ekosistem teknologi yang kuat," katanya dalam sebuah wawancara. Ia menolak sumber tertutup. AI, dalam keyakinannya, harus terbuka, mesti inklusif, dan kudu menjadi warisan bersama.
Apa yang diyakininya bukan tanpa rintangan. Amerika Serikat memandang DeepSeek dengan kecurigaan, melihatnya sebagai ancaman terhadap dominasi teknologi mereka.
Toh, Liang tak gentar. "AI China tidak bisa selamanya menjadi pengikut," ujarnya tegas. "Kesenjangan sejati bukan dalam teknologi, tetapi dalam orisinalitas dan keberanian untuk menciptakan sesuatu yang baru."
Di balik kesuksesannya, ada sesuatu yang tetap sama. Si kutu buku ini masih pria yang sama yang pernah duduk di samping ayahnya, menyimak bagaimana ilmu ditanamkan dengan kesabaran. Bedanya, kini ia tak hanya menyerap ilmu, tetapi juga menciptakan ilmu.
DeepSeek bukan hanya perusahaan, dan Liang Wenfeng bukan hanya pengusaha. Ia adalah sebuah gerakan, sebuah pertanda bahwa dunia AI kini punya poros baru, bukan hanya di Barat, tetapi juga di Timur.
Mungkin suatu hari nanti, kita akan melihat AI yang benar-benar independen, tidak dibangun dengan batasan geopolitik, tidak dikendalikan oleh kepentingan segelintir pihak. Jika hari itu tiba, nama Liang Wenfeng akan tercatat sebagai salah satu yang pertama kali berani melangkah menuju masa depan itu. (*)