Cromboloni dari Dongshankou
Kolom catatan imlek tahun ini dimulai dari catatan perjalanan saya di Guangzhou.
Tahun ini saya menyajikan artikel imlek dari sudut pandang yang berbeda dibanding tahun tahun sebelumnya. Refleksi mendalam mengenai imlek tahun ini berawal dari Dongshankou sebuah adalah sebuah daerah di Distrik Yuexiu , Guangzhou , provinsi Guangdong , Republik Rakyat Tiongkok.
Nama Dongshankou itu sendiri berarti pintu masuk Bukit Timur. Daerah Dongshankou sendiri dikembangkan menjadi pusat budaya dan pluralisme sejak tahun 2005, tepatnya sejak Dongshankou bergabung dengan distrik Yuexiu.
Desember 2024 saya kembali mengunjungi Dongshankou, kesan yang saya peroleh adalah ketika menyusuri indahnya Dongshankou adalah adanya perpaduan budaya yang kental. Perpaduan budaya nampak dari bangunan yang ada di komplek Dongshankou yakni bangunan bergaya Inggris, Perancis dan Tiongkok kuno.
Demikian juga sore itu saya berkesempatan mencoba nikmatnya kuliner di komplek Dongshankou yang sangat beragam dan merawat budaya pluralisme menjadi satu daya tarik dan menambah indahnya Dongshankou.
Setelah menikmati chinesse dessert sore itu saya kembali menikmati pluralnya kudapan di Dongshankou, sembari menyusuri sisi demi sisi jalanan Dongshankou kami melihat artisan bakery dan coffee shop di sepanjang lorong Dongshankou.
Begitu juga manisnya potongan kue cromboloni memenuhi etalase coffee shop. Akhirnya sore itu kami menikmati manisnya cromboloni sambil menyaksikan diseminasi pluralisme yang meletakkan keberagaman sebagai bagian dari fondasi keindahan dan kekuatan.
Dongshankou sendiri sekarang selain telah berkembang sebagai sentra sejarah juga berkembang sebagai sentra perekonomian berbasis UMKM di provinsi Guangdong, Republik Rakyat Tiongkok.
Setelah puas dengan chinesse dessert, menjajal manisnya cromboloni di artisan bakery dan coffee shop di sepanjang lorong Dongshankou sambil menikmati senja selanjutnya kami berjalan jalan di toko-toko yang ada di sepanjang lorong.
Menariknya toko yang menjual berbagai macam fashion dan pernak-pernik aksesoris itu berada di gedung dan bangunan bersejarah termasuk diantaranya gereja dan kuil kuno yang berada dalam satu komplek. Kondisi tersebut justru menambah daya tarik Dongshankou.
Pelajaran dari Dongshankou
Hal yang paling menarik dari Dongshankou adalah mengemas pluralisme dalam situasi yang menarik dan dapat dinikmati oleh semua orang dan semua usia, bahkan mengemas pluralisme sebagai media untuk tumbuh bersama sama secara mandiri. Dongshankou tidak mengemas pluralisme secara ekslusif, tetapi pluralisme dikemas secara inklusif.
Pengertian pluralisme yang dikembangkan secara inklusif adalah diseminasi nilai-nilai pluralisme yang dikembangkan dan ditujukan pada semua kalangan tanpa membedakan agama, suku dan ideologi yang dianut.
Kawasan Dongshankou menjadi begitu popular di provinsi Guangdong bahkan di Republik Rakyat Tiongkok karena Kawasan ini mengemas pluralisme dengan memberi kebahagiaan dan kenyamanan pada seluruh pengunjungnya yang berasal dari berbagai latar belakang.
Kawan perjalanan saya hari itu telah tinggal di Guangzhou beberapa lama dan ia mengatakan selalu merasa bahagia dan dalam kondisi suasana hati yang baik saat mengunjungi dan menghabiskan waktu di Dongshankou karena suasana yang ada benar benar membangun harmoni dalam berbagi kebahagiaan.
Dongshankou bukan saja dikembangkan sebagai kawasan komersial atau tumbuh sebagai pusat budaya tetapi dapat dikatakan sebagai kawasan ini tumbuh sebagai pusat diseminasi pluralisme.
Pelajaran yang bisa dipetik dari Dongshankou adalah bahwa mengembangkan ruang-ruang pluralisme adalah lebih efektif melalui ruang diseminasi yang bisa dinikmati oleh semua kalangan tanpa membatasi latar belakangnya. Diseminasi pluralisme di Dongshankou tidak dilakukan di ruang seminar yang membosankan atau mimbar ceramah serta ruang kuliah yang penuh teori.
Dongshankou menghadirkan alternatif baru dalam melahirkan gagasan pluralisme, yakni gagasan pluralisme yang menggunakan modal keberagaman dalam melahirkan kebahagiaan serta memberikan manfaat bagi satu sama lain tanpa membedakan latar belakang agama, suku maupun ideologi.
Dongshankou menghadirkan ruang praktek pluralisme berbasis akulturasi budaya yang langsung melibatkan partisipasi masyarakat luas. Pluralisme bukan terbatas sebagai bahan kuliah, ceramah atau bahkan komoditas politik tapi pluralisme sebagai praktek diseminasi yang memberikan ruang kebahagiaan, keceriaan dan pertumbuhan bagi seluruh masyarakat dengan beragam kepentingannya berada di kawasan Dongshankou.
Momentum Imlek 2025
Potret pluralisme dari Dongshankou tersebut dapat dijadikan role model di Indonesia, khususnya dengan momentum imlek 2025. Perayaan hari raya imlek di Indonesia sendiri sempat mengalami beberapa fase, dimulai dari fase sebelum orde baru yang memperbolehkan perayaan imlek melalui Penetapan Pemerintah Nomor 2/UM/1946 tentang aturan hari raya. Di dalam Pasal 4 Penetapan tersebut dijelaskan tentang hari raya khusus untuk etnis Tionghoa, salah satunya hari raya imlek.
Selanjutnya pada masa orde baru perayaan kultural imlek dilarang melalui Melalui Instruksi Presiden Nomor 14 tahun 1967 tentang Agama Kepercayaan Dan Adat Istiadat Cina, Pemerintah melarang perayaan imlek dilakukan secara terbuka dan pada diktum kedua Inpres tersebut bahwa perayaan imlek hanya boleh dilakukan dalam lingkup keluarga saja. Ironisnya saat itu penentuan tata cara ibadat agama , kepercayaan dan adat istiadat cina diatur oleh Menteri Agama setelah mendengar pertimbangan Jaksa Agung.
Selanjutnya Presiden Abdurahman Wahid menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 6 tahun 2000 yang mencabut Instruksi Presiden Nomor 14 tahun 1967 sehingga tahun baru imlek dapat dirayakan secara meriah dan terbuka. Artinya melihat perjalanan perayaan imlek secara terbuka di Indonesia itu sendiri telah memasuki tahun ke 25 (sejak Keputusan Presiden nomor 6 tahun 2000).
Pertanyaan reflektifnya adalah apa makna perayaan imlek yang meriah selain merayakan pergantian tahun dalam penanggalan tiongkok dengan segala ceremonialnya?
Pemaknaan imlek harus dimaknai sebagai diseminasi pluralisme secara inklusif sebagaimana dikembangkan di tiongkok sendiri sebagaimana kini kawasan Dongshankou telah menjadi sentra pluralisme. Imlek bukanlah hari raya maupun perayaan keagamaan yang dirayakan secara ekslusif, tetapi Imlek setelah 25 tahun dirayakan secara terbuka harus diterima sebagai media diseminasi pluralisme yang saling menguatkan dan produktif bagi seluruh warga NKRI.
Dari refleksi kisah kawasan Dongshankou maka Imlek dapat dipandang bagian dari identitas budaya nasional meskipun pada awalnya dirayakan oleh kalangan terbatas namun dengan pemaknaan imlek pada pluralisme secara inklusif maka imlek merupakan media diseminasi yang merupakan bagian dari kekayaan budaya bangsa Indonesia.
Gong Xi Fa Cai memiliki makna universal yang artinya semoga bertambah sejahtera. Imlek bisa dirayakan siapa saja mengingat nilai-nilai yang terkandung didalamnya bersifat universal sehingga siapa saja yang merayakan imlek mengatakan selalu merasa bahagia dan dalam kondisi suasana hati yang baik seperti halnya saat bersama manisnya cromboloni di Dongshankou. (*)
Assoc. Prof. Rio Christiawan adalah Associate Professor, Pakar Sejarah Hukum, dan Penulis Buku Pancasila dan Pluralisme