Sritex Masih Ajukan Peninjauan Kembali Atas Putusan Pailit Mahkamah Agung
Emiten yang bergerak di bidang tekstil, PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex (SRIL) masih melakukan peninjauan kembali atas putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA) terkait putusan pailit perusahaan tersebut, bersama PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries dan PT Primayudha Mandirijaya.
Sekretaris Perusahaan Sritex, Welly Salam menyatakan bahwa perusahaan telah menerima salinan pututan kasasi tersebut pada 31 Januari 2025.
“Perseroan akan melakukan konsolidasi internal dan eksternal untuk kepentingan para stakeholders dan melakukan persiapan dalam pengajuan Peninjauan Kembali,” jelas Welly dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia pada Selasa (4/2/2025).
Sebelumnya, melalui putusan MA, Pengadilan Negeri Semarang menolak permohonan kasasi dari PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex (SRIL), PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries dan PT Primayudha Mandirijaya. Mahkamah Agung memutuskan, perusahaan tersebut pailit.
Melalui Surat Tercatat Nomor 1345 K/Pdt. Sus-Pailit/2024 Juncto Nomor 1/Pdt. Sus-Homologasi/K/2024/PN Niaga Smg Juncto Nomor 12/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Smg, Pengadilan Negeri Semarang akan mengadili para perusahaan yang mengajukan kasasi. Pengadilan juga mewajibkan mereka untuk membayar semua biaya perkara sebesar Rp5 juta.
“Menyatakan bahwa para termohon yaitu PT Sri Rejeki Isman Tbk, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, PT Primayudha Mandirijaya telah lalai memenuhi kewajiban pembayarannya kepada pemohon (PT Indo Bharat Rayon) berdasarkan Putusan Homologasi tanggal 25 Januari 2022,” jelas Ketua Majelis MA, Prof. Dr. H. Hamdi, S.H., M.Hum dalam surat putusan pailit yang terbit dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia pada Selasa hari ini.
Kemudian MA juga akan mengangkat hakim pengawas Pengadilan Niaga Semarang untuk mengawasi pengurusan dan pemberesan harta para perusahaan termohon, yaitu Sritex, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries dan PT Primayudha Mandirijaya. MA juga menghukum para termohon pembatalan perdamaian Sritex dan perusahaan terkait untuk membayar biaya permohonan sebesar Rp3.245.000.
PT Indo Bharat Rayon mendalilkan skema pembayaran atas tagihan pada Sritex dan perusahaan terkaitnya sebesar Rp127,96 miliar yang akan jatuh pada skema pembayaran pada tier 3. Sritex dan perusahaan tersebut wajib melakukan pembayaran minimum US$17 ribu setiap bulan dimulai pada September 2022. Pembayaran itu wajib dilunasi secara penuh pada waktu empat tahun, sesuai dengan putusan homologasi.
Namun, pembayaran terakhir Sritex dan perusahaannya pada PT Indo Bharat Rayon adalah pada 26 Juni 2023. Sehingga sejak Juli 2023, Sritex dan perusahaannya berhenti melakukan pembayaran, dengan alasan yang tidak dapat dibuktikan untuk membayar utang PT Indo Bharat Rayon.
Hasilnya, PT Indo Bharat Rayon mengirimkan surat peringatan (somasi) pada Sritex dan perusahaannya, namun mereka mengeklaim PT Indo Bharat Rayon sudah tidak mempunyai hak tagih kepada Sritex dan perusahaannya.
Sritex dan perusahaannya mengaku telah membayarkan kewajibannya sebesar Rp26,66 miliar hingga 23 Juni 2023 secara kumulatif. Sritex juga mengaku, penghentian pembayaran itu dilakukan agar tidak terjadi pembayaran ganda, sebab, terdapat informasi bahwa tagihan PT Indo Bharat Rayon telah dilunasi oleh asuransi. Namun, Sritex dan perusahaannya tidak dapat membuktikan adanya pembayaran tersebut.
Karena Sritex dan perusahaannya sebagai pemohon kasasi telah lalai dan melanggar isi putusan homologasi, maka regulasi tentang kepailitan dan PKPU, yaitu Pasal 291 juncto Pasal 170 juncto Pasal 171 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU Nomor 37 Tahun 2004, putusan judex facti telah disahkan pengadilan yang diajukan oleh PT Indo Bharat Rayon.
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh para pemohon kasasi: PT Sri Rejeki Isman Tbk dan kawan-kawan tersebut harus ditolak,” tambah Hamdi selaku ketua majelis.(*)