Soufflé Pancake Viral! Begini Cara Rahma Al Naba Menaklukkan Pasar
Rahma Al Naba memulai perjalanannya di dunia wirausaha dengan cara yang tak terduga. Saat masih kuliah di semester enam pada 2023, ia tidak pernah membayangkan akan merintis bisnis kuliner sendiri. Namun, dari perjalanan keluarganya yang sudah berkecimpung dalam usaha makanan, ia justru menemukan peluang baru.
"Awalnya, kami sekeluarga punya usaha kuliner dan sedang ekspansi ke Medan. Saat itu, kami melihat ada anak muda yang menjual soufflé pancake di tempat kecil. Dia hanya memiliki satu karyawan dan menghadapi kesulitan operasional. Kami pun membantu dan akhirnya berbincang tentang bisnis ini," ujar Rahma dalam acara BizzComm Podcast, kolaborasi SWA dan LSPR Faculty of Business.
Menggali Potensi
Dari obrolan tersebut, Rahma melihat potensi besar dalam soufflé pancake, yang saat itu masih belum banyak dijual di Indonesia. Ia pun memutuskan untuk bekerja sama dengan anak muda tersebut dan mengembangkan brand Hanna Japancake.
"Japanese pancake ini viral di Jepang pada akhir 2022. Cara membuatnya sangat sulit dan sensitif, sehingga tidak banyak orang yang berani menjualnya. Kami pun melakukan riset dan pengembangan untuk meningkatkan kualitas produk," kata perempuan alumnus LSPR ini.
Dari satu outlet kecil, Hanna Japancake berkembang pesat. Hingga kini, brand ini telah memiliki sekitar 10 outlet yang tersebar di Medan, Pamulang, dan Pengasinan. Dalam waktu dekat, mereka juga berencana membuka cabang baru di Depok.
"Kami selalu berusaha menghadirkan produk yang fresh dan berkualitas. Oleh karena itu, semua pancake kami dibuat langsung di outlet, dengan konsep open kitchen. Pelanggan bisa melihat proses pembuatannya secara langsung," jelasnya.
Kualitas dan Persaingan
Meski tampak lancar, perjalanan Rahma sebagai pengusaha muda tidak selalu mulus. Salah satu tantangan terbesar adalah menjaga kualitas produk dan menghadapi persaingan yang semakin ketat.
"Kami sering menemukan brand lain yang meniru produk kami, baik dari segi tampilan maupun harga. Namun, karena teknik pembuatan soufflé pancake ini cukup sulit, mereka tidak bisa menghasilkan rasa dan tekstur yang sama," tambahnya.
Penerimaan pasar pun sempat menjadi tantangan tersendiri. Pada awalnya, Rahma mengira target pasarnya hanya anak-anak muda yang menyukai makanan manis. Namun, ternyata segmen pelanggan mereka jauh lebih luas.
"Kami kaget karena banyak orang tua, bahkan kakek-nenek, yang juga menyukai produk kami. Setelah viral di TikTok dan Instagram, permintaan melonjak drastis. Ada pelanggan yang rela antre berjam-jam untuk membeli pancake kami," ungkapnya.
Pengaruh Medsos
Media sosial memainkan peran besar dalam kesuksesan Hanna Japancake. Salah satu momen yang membuat bisnisnya viral adalah ketika seorang food vlogger mengulas produknya secara organik.
"Tanpa kami duga, ada vlogger makanan yang datang membeli dan membuat konten tentang kami. Videonya ditonton hingga 1,5 juta kali di TikTok, dan sejak itu, pelanggan kami terus bertambah," ujarnya.
Namun, viral di media sosial juga membawa tantangan tersendiri. Selain banyaknya pesaing yang mencoba meniru, Rahma juga menghadapi komentar negatif yang terkadang bisa berpengaruh pada citra merek.
"Kami harus siap dengan segala konsekuensi dari viralitas. Ada yang menyukai produk kami, tapi pasti ada juga yang tidak. Yang penting, kami terus menjaga kualitas dan mendengarkan feedback pelanggan," katanya.
Ekspansi
Ke depan, Rahma berencana untuk terus mengembangkan Hanna Japan Cake, baik dari segi varian produk maupun ekspansi outlet.
"Kami sedang mempertimbangkan opsi franchise agar bisa menjangkau lebih banyak pelanggan. Selain itu, kami juga ingin membuat versi less sugar untuk pelanggan yang tidak terlalu suka manis," ujarnya.
Selain fokus pada bisnis, Rahma juga ingin menjaga keberlanjutan lingkungan dengan mengurangi penggunaan plastik dalam kemasan produknya.
"Kami ingin lebih eco-friendly dengan beralih ke kemasan yang lebih ramah lingkungan," tambahnya.
Sebagai pengusaha muda, Rahma menyadari bahwa perjalanan wirausaha tidak selalu mudah. Namun, ia percaya bahwa setiap kesulitan bisa menjadi pembelajaran.
"Banyak yang berpikir bahwa bisnis itu enak karena kita bisa mengatur waktu sendiri. Padahal, kenyataannya jauh lebih kompleks. Ada masa sulit, ada air mata, dan ada tantangan yang harus dihadapi. Tapi, kalau kita bisa bertahan, hasilnya sangat memuaskan," ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya keberanian untuk memulai bisnis, terutama bagi generasi muda.
"Jangan takut mencoba. Kalau gagal, coba lagi. Kita masih muda, masih punya banyak waktu untuk belajar dan berkembang. Yang penting, jangan pedulikan omongan orang. Fokus saja pada tujuan kita," tutupnya. (*)