Praktik Poaching Agen Pemasar Menjadi Tantangan Berat di Industri Asuransi

null
Eddi Mak, Senior Business Partner & Agency Founder WISE Sequislife. (Foto: Istimewa)

Perkembangan industri asuransi di Indonesia berpotensi untuk terus meningkat tahun ini. Indikasinya antara lain: jumlah pemegang polis asuransi di Indonesia masih jauh di bawah 100 juta, sedangkan jumlah penduduk lebih dari 270 juta. Senior Business Partner & Agency, Founder WISE Sequislife, Eddi Mak, mengungkapkan, salah satu hambatan yang dialami industri asuransi di Indonesia adalah kurangnya jumlah tenaga pemasar.

Berdasarkan data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia, jumlah tenaga pemasar asuransi sempat menembus angka 600 ribu orang pada 2020. Namun, kini jumlah itu turun di angka 576 ribu tenaga pemasar. Kata Eddi, akibat kurangnya tenaga pemasar, maka peruusahaan asuransi kerap membajak tenaga pemasar dari perusahaan asuransi lainnya.

“Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak terjadi kasus poaching yaitu bajak-membajak tenaga pemasar atau agen asuransi. Biasanya, agen asuransi yang dibajak ini diiming-imingi imbalan yang lebih besar sehingga bersedia untuk pindah. Praktik poaching ini menjadi concern utama dan jadi problem yang harus diatasi di industri asuransi,” ujar Eddi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (10/2/2025).

Eddi menambahkan, praktik poaching sebenarnya bukan hal yang baru di industri asuransi. Menurut dia, praktik ini akan merugikan para pemegang polis karena tenaga asuransi tersebut kemungkinan besar akan membawa pemegang polis untuk pindah ke perusahaan asuransi yang baru. “Ini terjadi karena kurangnya tenaga pemasar. Apabila masalah ini tidak dicari solusinya maka industri asuransi ini sulit untuk terus meningkat. Kendalanya memang belum banyak orang yang punya latar belakang asuransi yang bisa diajak untuk bergabung,” ungkapnya.

Eddi yang juga pengurus Perkumpulan Agen Asuransi Indonesia (PAAI) mengungkapkan, agen asuransi yang kerap pindah perusahaan karena tawaran kompensasi yang lebih tinggi juga berpotensi menciptakan ketidakstabilan di industri yang bisa menghambat perkembangan agen asuransi secara berkelanjutan.

Beberapa waktu lalu, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia berencana menyusun aturan pelarangan poaching serta meminta arahan dari Otoritas Jasa Keuangan untuk menentukan strategi yang harus diambil. AAJI akan memberikan sanksi kepada tenaga pemasar atau agen asuransi dan pengurus perusahaan asuransi jiwa apabila terbukti melakukan poaching.

Eddi menambahkan, masalah lain yang dihadapi industri asuransi selain poaching adalah mahalnya biaya rumah sakit. Makin tinggi biaya rumah sakit, maka akan memberikan dampak kenaikan premi asuransi kesehatan. “Biaya medis yang semakin mahal, perkembangan teknologi rumah sakit serta kenaikan harga obat membuat perusahaan asuransi harus menyesuaikan harga premi,” dia menuturkan.

Eddi menekankan pentingnya kerja sama yang erat dengan pihak regulator seperti Dewan Asuransi Indonesia (DAI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Perkumpulan Agen Asuransi Indonesia (PAAI) dan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI). “Kolaborasi ini diperlukan untuk memastikan regulasi yang mendukung pertumbuhan industri, melindungi kepentingan konsumen, dan menjaga profesionalisme agen dalam menjalankan tugasnya,” ungkapnya. (*)

# Tag