Chatib Basri Ungkap Peluang Indonesia Pertahankan Ruang Fiskal dan Moneter
Ekonom senior sekaligus anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Chatib Basri, menjelaskan Indonesia masih memiliki ruang untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Menurutnya, satu-satunya cara untuk mengejar hal tersebut dengan reformasi struktural.
“Saya melihat kesempatan ini, karena perang dagang menempatkan Indonesia dalam posisi yang lebih baik,” jelas Chatib pada SMBC Indonesia Economic Outlook 2025 di Jakarta, pada Selasa 918/2/2025).
Menurut Chatib, reformasi struktural menjadi satu-satunya jalan akibat ruang sempit Bank Indonesia (BI) untuk menentukan kebijakan fiskal dan moneter. Sebab, hingga saat ini bank Sentral Amerika Serikat The Fed masih menjadi penentu kebijakan suku bunga. Hal tersebut dapat berimbas ke seluruh bank sentral di seluruh dunia, yang mengakibatkan adanya pelemahan nilai tukar.
“Opsi dari Bank Indonesia kalau mau melakukan kebijakan moneter independen dengan menurunkan tingkat bunga, implikasinya nilai tukar akan mengalami pelemahan,” tambah Chatib.
Saat ini, tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar masih terjadi. Sehingga, nilai tukar rupiah pada dolar masih melemah, menjadi Rp16.248 pada 18 Februari 2025, menurut data dari Reuters.
Chatib melanjutkan, Indonesia berpeluang menjadi lokasi yang “potensial” untuk negara lain dalam membangun basis produksi. Karena, banyak basis produksi yang berlokasi di Cina. Ketika terjadi perang dagang antara Cina dan Amerika Serikat, maka sebuah perusahaan harus memindahkan basis produksinya demi memperoleh akses untuk pasar Amerika Serikat. Cara ini juga menjadi upaya perusahaan asing untuk melakukan diversifikasi risiko dan melihat relative return.
Kemenangan Trump sebagai presiden terpilih Amerika Serikat menimbulkan sejumlah kontroversi. Beberapa di antaranya adalah pengenaan tarif, yang menyebabkan The Fed memotong suku bunga. Selain itu, Trump juga memberlakukan deportasi pada pekerja yang tidak berdokumen resmi hingga perang dagang. Sehingga, kebijakan tersebut turut mempengaruhi nilai tukar rupiah dan kebijakan moneter dalam negeri. (*)