Produksi Sawit RI Turun, Gapki Minta Satgas PKH Segera Tuntaskan Penertiban Kawasan Hutan

null
Konsentrasi Gapki saat ini adalah membantu peremajaan sawit rakyat, yang menjadi salah satu solusi untuk menghadapi stagnasi produksi. (Foto: Eva Martha Rahayu/SWA).

Para pelaku usaha sawit yang tergabung dalam Gapki (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) mendukung Perpres No. 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan. Tujuan kebijakan ini untuk membenahi tata kelola sawit yang akan membantu penyelesaian masalah legalitas terkait hambatan peremajaan sawit rakyat.

Ketua Umum Gapki, Eddy Martono, menyebutkan anggota Gapki meminta satuan tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) untuk memperhatikan histori perkebunan sawit sebelum menetapkan satu kawasan dianggap masuk dalam kawasan hutan. Pasalnya, ada Rencana umum tata ruang (RTRW) provinsi yang berubah-ubah karena adanya perubahan regulasi dan kebijakan nasional. Perubahan ini dapat meliputi perubahan fungsi hutan, kawasan lindung, dan kawasan budidaya.

Satgas PKH diharapkan segera menyelesaikan penertiban kawasan hutan agar pelaku usaha mendapat kepastian. “Kami berharap , tidak terlalu lama masalah kawasan hutan bisa selesai. Saat ini, produksi sawit kita stagnan, sementara konsumsi terus meningkat. Ini harus diantisipasi dengan serius agar tidak berdampak pada berkurangnya pasokan kelapa sawit Indonesia,” jelas Eddy dalam acara Perayaan HUT Gapki ke-44 di Jakarta, Kamis (6/3/2025).

Eddy menjelaskan dari 436 perusahaan, yang sudah diverifikasi oleh Satgas, berdasarkan SK 36 ada sekitar 200 perusahaan anggota Gapki yang masih dalam proses verifikasi dengan luas kebun beragam, mulai 10 hektare hingga 100 hektare.

Konsentrasi Gapki saat ini adalah membantu peremajaan sawit rakyat, yang menjadi salah satu solusi untuk menghadapi stagnasi produksi.

Berdasarkan catatan Gapki, produksi CPO bulan Desember 2024 mencapai 3.876 ribu ton; lebih rendah 10,55% dibandingkan dengan produksi bulan November 2024 yang mencapai 4.333 ribu ton. Produksi PKO juga turun menjadi 361 ribu ton dari 412 ribu ton pada bulan November. Dengan demikian, produksi CPO tahun 2024 mencapai 48.164 ribu ton sedangkan PKO sebesar 4.598 ribu ton. Secara total produksi CPO dan PKO tahun 2024 mencapai 52.762 ribu ton yang lebih rendah 3,80% dari produksi tahun 2023 sebesar 54.844 ribu ton.

Total konsumsi CPO dan PKO bulan Desember 2024 mencapai 2.187 ribu ton; lebih tinggi dari konsumsi bulan November yang mencapai 2.030 ribu ton. Kenaikan konsumsi terjadi untuk pangan, biodiesel dan oleokimia. Secara total tahun 2024, konsumsi untuk pangan mencapai 10.205 ribu ton, lebih rendah 0,90% dari konsumsi tahun 2023 sebesar 10.298 ribu ton, konsumsi oleokimia 2.207 ribu ton, lebih rendah 2,69% dari 2.268 ribu ton pada tahun 2023 sedangkan konsumsi untuk biodiesel 11.447 ribu ton; lebih tinggi 7,51% dari 10.647 ribu ton pada 2023, sehingga secara total konsumsi tahun 2024 sebesar 23.859 ribu ton yang 2,78% lebih tinggi dari konsumsi tahun 2023 sebesar 23.213 ribu ton.

Total ekspor bulan Desember 2024 mencapai 2.060 ribu ton; lebih rendah 21,88% dari ekspor bulan November 2023 sebesar 2.637 ribu ton. Penurunan terbesar terjadi pada ekspor ke India sebesar 246 ribu ton, diikuti dengan tujuan China sebesar 39 ribu ton. Secara tahunan terjadi penurunan ekspor sebesar 2.680 ribu ton yaitu dari 32.215 ribu ton pada tahun 2023 menjadi 29.535 ribu ton. Penurunan terbesar terjadi untuk tujuan China sebesar 2.381 ribu ton, India sebesar 1.136 ribu ton. Untuk Bangladesh, Malaysia, Amerika Serikat, Uni Eropa dalam jumlah yang lebih kecil. Sedangkan yang mengalami kenaikan terbesar adalah Pakistan sebesar 486 ribu ton dan Timur Tengah sebesar 164 ribu ton. Rusia dan beberapa negara lain naik dengan jumlah yang lebih kecil.

Nilai ekspor yang dicapai pada tahun 2024 adalah US$ 27,76 miliar (Rp 440 triliun), yang lebih rendah 8,44% dari ekspor tahun 2023 sebesar US$ 30,32 miliar (Rp 463 triliun). Penurunan nilai ekspor terjadi untuk semua jenis produk kecuali oleokimia, meskipun dari dari segi harga FOB rata-rata dalam US$/ton semua produk mengalami kenaikan.

Dengan produksi, konsumsi dan ekspor demikian, stok CPO dan PKO di akhir tahun 2024 sebesar 2.577 ribu ton yang lebih rendah 18,06% dari stok akhir 2023 sebesar 3.145 ribu ton.

Dengan mempertimbangkan kecenderungan produksi dan konsumsi dalam negeri khususnya kebijakan penggunaan biodiesel serta mempertimbangan kecenderungan harga serta supply dan demand minyak nabati dunia, produksi minyak sawit Indonesia diperkirakan mencapai 53,6 juta ton, konsumsi diperkirakan mencapai 26,1 juta ton termasuk untuk biodiesel B40 sebesar 13,6 juta ton. Dengan perkiraan tersebut ekspor diperkirakan akan turun menjadi 27,5 juta ton yang lebih rendah dari ekspor tahun 2024 sebesar 29,5 juta ton. (*)

# Tag