Kreativitas Daudy Sukma Orbitkan Parfum Berbahan Minyak Nilam Aceh
Minyak nilam asal Aceh sesungguhnya telah lebih dari 100 tahun diekspor ke Eropa dan berbagai bagian dunia lainnya. Maklumlah, minyam nilam (minyak atsiri dari tanaman nilam) merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat terkenal dari Negeri Rencong ini. Hanya saja, masyarakat Aceh menganggap nilai tambahnya tak banyak mereka rasakan, termasuk tidak ikut mengangkat nilai-nilai budaya Aceh.
Itulah yang mendorong seorang pemuda Aceh bernama Daudy Sukma mengembangkan produk minyak nilam (patchouli oil) dari Aceh. Pada 2015, Daudy meluncurkan produk parfum berbasis minyak nilam dengan nama merek Minyeuk Pret. Kini Minyeuk Preut menawarkan beragam aroma, dengan desain kemasan yang sangat menarik.
Sebelum meluncurkan Minyeuk Pret, ia melakukan penelitian di kalangan petani di daerah pantai barat selatan Aceh pada 2012. Mahasiswa Jurusan Ekonomi yang pernah mengikuti Olimpiade Kimia ini cukup familier dengan metode penyulingan (destilasi) dan semacamnya.
Ia menemukan hasil yang mengejutkan: cairan minyak nilam ini menghasilkan aroma. Pada percobaan yang dilakukannya, dari pencampuran minyak nilam dengan berbagai jenis bahan baku lainnya, bisa dihasilkan 11 jenis aroma.
Daudy sempat bertanya-tanya, mengapa minyak nilam dari tanah kelahirannya tak pernah dimanfaatkan dengan baik, padahal memiliki kandungan untuk parfum.
“Banyak daerah di Indonesia, seperti Aceh, yang memiliki minyak nilam terbaik di dunia,” ujarnya. Sayangnya, di Indonesia sendiri belum ada merek parfum yang memanfaatkan minyak nilam.
Mulanya, ia mencoba mengenalkan aroma-aroma tersebut ke orang sekitar. Di Aceh, kebetulan banyak sekali orang yang duduk-duduk di warung kopi. Ia pun menyambangi mereka satu per satu dan mengenalkan 11 aroma itu. Dari situ, ia kemudian terdorong untuk meluncurkan produk pada 2015.
Meski masih berstatus mahasiswa, Daudy memberanikan diri membuat 200 pcs parfum dengan kemasan sederhana, dengan modal dari tabungan uang jajannya. Kala itu, hanya dengan berjualan melalui perangkat BBM (BlackBerry Messenger), ia berhasil memperoleh order sebanyak 1.683 pcs hanya dalam waktu delapan jam, padahal ia baru membuat 200 pcs. Terpaksa ia meminta maaf kepada konsumen dan meminta pengertian mereka bahwa ia akan mengirimkan produk sebulan kemudian.
Kata “Minyeuk Pret” berasal dari bahasa Aceh, yang artinya “minyak yang disemprot”. Sebutan bahasa daerah inilah yang ingin dipopulerkan Daudy pada produk parfumnya.
“Dengan menggunakan bahasa nenek moyang Aceh, tentunya menjadi kebanggaan tersendiri bagi orang Aceh, apalagi ketika disebut-sebut konsumen di luar negeri,” katanya.
Untuk menyediakan bahan baku bagi produk Minyeuk Pret, ia bermitra dengan 10 petani tanaman nilam. Tentu, ada juga bahan baku dari lahan milik perusahaannya sendiri yang berada di pantai barat selatan Aceh, mulai dari Aceh Jaya hingga Aceh Selatan. Ia tak bisa memastikan berapa luas lahan yang dimiliki Minyeuk Pret.
Dalam setahun, Minyeuk Pret memanen minyak nilam 2-3 kali dengan bobot 15 kg. Dari hasil panen tersebut, kapasitas produksi Minyeuk Pret mencapai 15 ribu pcs per bulan atau 180 ribu pcs per tahun.
Awalnya, Minyeuk Pret hanya menjual produknya melalui jejaring reseller, distributor, dan outlet mitra. Ketika meluncur pada 2015, tren penjualan secara online belum populer.
Ketika penjualan online menjadi tren, Minyeuk Pret kemudian mengikuti tren tersebut. Kini produknya bisa ditemukan di beberapa marketplace besar, seperti Shopee, Tokopedia, Lazada, dan Blibli.
Menurut Daudy, sampai saat ini, kekuatan terbesar penjualan Minyeuk Pret masih di kanal offline. Perhatikan saja, jejaringnya terdiri dari 613 reseller yang tersebar di berbagai provinsi di Indonesia.
Adapun subdistributornya ada tujuh, yang berada di tiap kota/kabupaten di Aceh. Jejaring itu masih diperkuat dengan 192 toko konsinyasi yang berada di seluruh Provinsi Aceh. Dengan begitu, untuk segmen penjualan domestik, 60% dikontribusikan oleh jejaring penjualan offline dan 40% secara online.
Segmen lainnya ialah pasar ekspor. Saat ini produk Minyeuk Pret telah ekspor ke Timor Leste, Malaysia, Makau, dan America Serikat. Pada 2025 ini, sedang dijajaki untuk memasuki Denmark. Nilai penjualannya sudah cukup signifikan. Pasar ekspor, dikatakan Daudy, telah menyumbang 15%-20% profit.
Tahun ini, pihaknya akan lebih memperkuat penjualan ekspor di Timor Leste dan Malaysia dengan menggunakan metode canvassing. “Perkembangan Minyeuk Pret di sana sudah cukup baik sehingga momentumnya cocok untuk canvassing, dengan menambah reseller dan distributor,” katanya.
Perlu diketahui, Timor Leste adalah negara ekspor pertama bagi Minyeuk Pret. Reseller di negara itu yang bisnisnya cukup besar, Sandra Maria Guiterres, awalnya merupakan konsumen loyal produk ini.
Produk unggulan Minyeuk Pret adalah parfum beraroma Seulanga, yang sudah ditawarkan selama hampir 10 tahun ini. Minyeuk Pret cukup rajin berinovasi, dengan menawarkan aneka varian parfum. Misalnya, pada 2024 meluncurkan varian Daun, Ombak, Jenin, dan Naba.
Sebagai contoh, aroma Ombak menyasar mereka yang menyukai kegiatan di pantai. “Jadi, tiap varian produk Minyeuk Pret sudah sangat segmented,” Daudy menandaskan.
Ia berambisi menjadikan Minyeuk Pret sebagai perusahaan aromatik lokal terkemuka di Indonesia, dengan mengembangkan produk otentik yang terinspirasi dari kekayaan dan kearifan lokal. “Sebab, Indonesia dengan iklim tropisnya melahirkan tanaman-tanaman otentik, seperti nilai yang tak dimiliki oleh negara seperti Prancis yang menjadi kiblat parfum dunia,” katanya.
Dengan mengangkat kearifan lokal, Daudy berharap Minyeuk Pret dapat membantu Indonesia menjadi kiblat parfum ketiga di dunia setelah Prancis dan Timur Tengah. (*)