Komitmen RupiahCepat Mendorong Keuangan Digital yang Aman dan Inklusif
Di era transformasi digital yang terus berkembang, fintech P2P lending atau kini dikenal sebagai Pinjaman Daring (Pindar) memiliki peran krusial dalam mendukung inklusi keuangan di Indonesia. Seiring dengan pertumbuhan industri ini, tantangan terkait persepsi publik, keamanan data, dan literasi keuangan menjadi perhatian utama bagi para pemangku kepentingan.
Menyambut ulang tahun ke-7, PT Kredit Utama Fintech Indonesia (RupiahCepat) menggelar “Pre-Event RC 7th Anniversary: Navigating the Future of Digital Finance Beyond Lending”, yang menghadirkan perwakilan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Asosiasi Fintech Pendanaan bersama Indonesia (AFPI), serta para pemangku kepentingan lainnya.
Direktur RupiahCepat, Anna Maria Chosani, menegaskan komitmen pihaknya dalam mendorong inovasi keuangan digital yang inklusif, bertanggung jawab, dan berdampak positif bagi masyarakat.
“Selama 7 tahun terakhir, RupiahCepat telah bertransformasi menjadi lebih dari sekadar platform pinjaman daring. Kami terus berinovasi untuk menghadirkan layanan keuangan digital yang tidak hanya aman dan transparan, tetapi juga mampu memberdayakan masyarakat dalam meningkatkan literasi keuangan," ujarnya (20/3/2025).
Menurut Anna, tahun 2024 lalu, RupiahCepat mengadakan "RC Greenovation Day", inisiatif yang berfokus pada pemberdayaan UMKM berbasis lingkungan. Program ini telah memberikan dampak nyata dalam mendukung keberlanjutan bisnis UMKM yang peduli terhadap lingkungan, sekaligus membantu mereka mengakses pembiayaan yang lebih mudah dan cepat.
Lebih lanjut, Anna menekankan pentingnya sinergi antara regulator, industri, dan media dalam membangun persepsi yang positif terhadap fintech lending. “Kami percaya bahwa edukasi dan komunikasi yang baik sangat berperan dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap fintech. Oleh karena itu, media memiliki peran strategis dalam menyebarluaskan informasi yang akurat dan konstruktif terkait industri ini.”
Dalam kesempatan yang sama, perwakilan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), NaomiTriyuliani, selaku Deputi Direktur Perencanaan, Pengembangan, Evaluasi Literasi dan Edukasi Keuangan, menyoroti perkembangan pesat industri Pindar dan pentingnya peningkatan literasi keuangan bagi masyarakat. Naomi juga menegaskan pentingnya memilih layanan keuangan yang legal dan berizin agar masyarakat terhindar dari risiko pinjaman ilegal.
Saat ini, terdapat 97 platform Pindar yang berizin dan diawasi oleh OJK dengan total 22,42 juta rekening pengguna aktif. Outstanding pendanaan mencapai Rp77,02 triliun dengan kontribusi signifikan terhadap UMKM, yakni sebesar Rp28,25 triliun atau 36,67% dari total pendanaan.
Sebagai bagian dari komitmennya dalam meningkatkan literasi keuangan, RupiahCepat telah menggelar berbagai program edukasi yang menyasar berbagai lapisan masyarakat. Aulia Maghfiroh, PR Specialist RupiahCepat mengungkapkan bahwa inisiatif edukasi akan terus dikembangkan sejalan dengan pertumbuhan industri fintech.
“Kami ingin memastikan bahwa masyarakat mendapatkan informasi yang benar dan akurat mengenai layanan fintech lending dan bagaimana peran industri ini mendukung literasi dan inklusi keuangan yang merata. Oleh karena itu, ke depan kami akan terus menggandeng berbagai pihak dalam menghadirkan program literasi, edukasi, dan inklusi yang lebih luas," jelasnya.
RupiahCepat adalah perusahaan fintech P2P lending yang berdedikasi untuk menyediakan solusi keuangan yang inovatif dan cepat bagi masyarakat. Sejak berdiri, RupiahCepat telah menjadi salah satu pemain utama dalam industri ini, dikenal karena layanan yang cepat, aman, dan transparan.
RupiahCepat terus berupaya untuk membangun ekosistem ekonomi yang baik di Indonesia dan akses finansial yang inklusif khususnya bagi masyarakat unbanked dan underserved.
Sementara itu, perwakilan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Gledys Sinaga, selaku Head of Corporate Communication and Training Development AFPI, menyoroti pentingnya rebranding dalam membangun persepsi positif terhadap industri fintech P2P lending.
“Kami ingin menegaskan bahwa fintech P2P lending bukanlah ‘pinjol’ yang selama ini memiliki konotasi negatif di masyarakat. Oleh karena itu, AFPI menginisiasi rebranding fintech P2P lending dengan istilah ‘Pindar - Pinjaman Daring’, yang lebih mencerminkan inovasi keuangan berbasis teknologi dan kepatuhan terhadap regulasi OJK," ujarnya.
Lebih lanjut, Gledys menegaskan bahwa fintech lending yang berizin dan diawasi OJK harus didukung oleh media dan masyarakat agar tidak disamakan dengan layanan pinjaman ilegal.
“Kami berharap semua pihak, termasuk media, dapat membantu mendukung disasosiasi istilah ‘pinjol’ dari fintech lending yang legal. Adopsi istilah ‘pindar’ adalah langkah awal untuk memperjelas perbedaan antara fintech legal dan ilegal di mata publik. (*)