Irfan Pramono: Formula 333 dan 6 Keep People

null
"Tidak ada ide yang salah. Yang salah adalah tidak berani mencoba dengan mindset ‘If you never try, you’ll never know’,” kata Irfan Pramono (Foto: Essity Hygiene & Health Indonesia)

Saat mengambil alih kemudi sebagai CEO PT Essity Hygiene & Health Indonesia di tahun 2023, Irfan Pramono dihadapkan pada berbagai tantangan besar. Perusahaan yang induknya berbasis di Swedia dan bergerak di industri kesehatan serta kebersihan ini menghadapi tekanan dari berbagai arah, baik dari eksternal maupun internal.

Di sisi eksternal, kebijakan Pemerintah Indonesia yang semakin mendorong penggunaan produk dalam negeri membuat Essity yang mayoritas produknya berasal dari impor harus menghadapi persaingan yang semakin ketat. Daya beli masyarakat yang melemah juga menjadi tantangan tersendiri, terutama untuk produk premium yang menjadi fokus perusahaan.

Di sisi internal, Essity dihadapkan pada kompleksitas keberagaman produk yang mereka sering sebut sebagai “problem of plenty”, yaitu terlalu banyak varian produk. Karena itu, dibentuk tiga unit bisnis: Consumer Goods, Profesional Hygiene, dan Health Medical.

Selain itu, rantai pasokan menjadi faktor krusial, terutama karena produk Essity di Indonesia masih beroperasi dalam unit Health Medical, yang mencakup lebih dari 30 segmen dan subkategori dengan ratusan produk premium yang diproduksi di luar negeri.

Ketergantungan pada produksi luar negeri ini meningkatkan biaya transportasi dan membuat ketersediaan bahan baku sangat bergantung pada kondisi global.

“Tantangan tersebut membuat kami harus memilih dan menentukan skala prioritas terkait kategori dan subkategori produk yang memiliki potensi tumbuh serta channel distribusi yang bisa menjadi tumpuan pertumbuhan berkelanjutan,” kata Irfan.

Tiga Strategi

Untuk menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang, ia menerapkan tiga strategi utama. Pertama, eksekusi reshaping strategy, yang bertujuan memperjelas arah pertumbuhan perusahaan pasca-akuisisi Essity global di tahun 2017.

Setelah melalui fase transisi dan integrasi, Essity berada pada tahap akselerasi dengan target melipatgandakan skala bisnis dalam lima tahun ke depan. Strategi ini mengharuskan pertumbuhan mencapai 2,5 kali lebih cepat dibandingkan rata-rata pertumbuhan pasar.

Strategi kedua, menggelar inisiatif Triple 3 (333) Formula. Maksudnya, “(Kami) berfokus di tiga kategori utama di masing-masing top 3 segmen/subkategori, dan memilih tiga channel (saluran distribusi) prioritas sebagai battle ground,” kata Irfan.

Strategi ketiga, berfokus pada pengembangan talenta Indonesia untuk membangun tim berkinerja tinggi. Essity ingin menjadikan Indonesia sebagai Center of Excellence dengan menerapkan model kepemimpinan berbasis People Involvement (PI), bukan sekadar Performance Indicator.

Konsep tersebut dikemas dalam pendekatan 6 Keep People, yakni Keep People Informed, Keep People Involved, Keep People Interested, Keep People Inspired, Keep People Initiate, dan Keep People Innovate untuk memastikan keterlibatan semua karyawan dalam membangun high performing team.

Hal ini dijalankan karena Irfan percaya keberhasilan bisnis Essity tidak hanya bertumpu pada kepemimpinan CEO, tetapi juga pada bagaimana tim diberdayakan dalam mengambil keputusan yang berdampak positif.

Dua Pendekatan

Agar strategi tereksekusi dengan baik dan untuk memastikan visi perusahaan dipahami seluruh tim, Irfan menerapkan dua pendekatan utama. Pertama, komunikasi yang konsisten dan transparan melalui berbagai forum, seperti konferensi, townhall, business review, dan perayaan pencapaian kecil.

Ia juga menginisiasi sesi Tuesday Coffee Morning: ia berdiskusi langsung dengan tim untuk mendapatkan insight, masukan, dan aspirasi mereka.

Pendekatan kedua, mengaitkan visi perusahaan dengan misi sosial. Antara lain, kampanye Breaking Barriers to Well-Being dan edukasi masyarakat tentang perawatan luka yang benar.

Selain pendekatan di atas, Irfan terus mendorong semangat inovasi yang melibatkan seluruh tim dalam berbagai aspek bisnis. Saat peluncuran produk baru, misalnya, seluruh karyawan — termasuk dari kantor pusat — turun langsung ke lapangan untuk bertemu pelanggan dan mendapatkan insight.

Selain itu, juga menerapkan prinsip Think Big, Start Small, Scale Fast untuk mengurangi risiko dalam inovasi. Setiap ide diuji dalam skala kecil sebelum diterapkan secara luas dalam proyek besar yang memiliki strategi multi-tahun.

Pendekatan tersebut menciptakan lingkungan yang aman bagi karyawan untuk berbagi ide tanpa takut gagal. “Karena, tidak ada ide yang salah. Yang salah adalah tidak berani mencoba dengan mindsetIf you never try, you’ll never know’,” katanya.

Di tengah upaya mengatasi tantangan dan mengejar bisnis, peran pengembangan SDM (people development) tak luput dari perhatian Irfan. Metode yang dilakukan ialah menetapkan pilar kompetensi, khususnya bagi tim Sales, dengan menerapkan model 70:20:10 (70% pembelajaran dari praktik langsung, 20% dari interaksi dengan mentor, dan 10% dari pelatihan formal).

Pengukuran individu di tim Sales dilakukan berdasarkan dua faktor utama: Capability dan Performa, yang diukur melalui platform Essity League. Selain itu, pengembangan kompetensi pun diterapkan di semua departemen dengan tujuan akhir: “growth from within”, yakni memastikan bahwa ketika ada peluang, talenta internal menjadi prioritas sebelum mempertimbangkan talenta eksternal.

Kesempatan untuk mendapatkan eksposur dalam berkarier di luar negeri ini terbukti nyata, sesuatu yang jarang terjadi di perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia. Talenta-talenta Essity Indonesia bahkan berhasil menduduki posisi strategis di regional Asia Pasifik.

Empat Prinsip Utama

Selanjutnya, agar tetap relevan dan kompetitif, Irfan menerapkan empat prinsip utama. Yaitu, agility, fleksibilitas dalam strategi operasional; customer first, memahami kebutuhan pelanggan secara mendalam; continuous learning, dengan aktif dalam komunitas bisnis dan pemangku kepentingan; serta embracing courage and creativity, menciptakan lingkungan yang mendorong inovasi dan pengambilan risiko yang terukur.

Yang menarik, sekalipun mendorong tim untuk terlibat aktif dalam mencapai high performing team, Irfan tidak melakukan micromanagement. Ia lebih fokus pada arah strategis, sementara operasional sehari-hari dijalankan dengan disiplin melalui Operational Play Book.

Buku panduan ini menetapkan peran dan akuntabilitas setiap tim, serta dikembangkan lebih lanjut melalui proyek Symphonisity — inisiatif untuk membawa Essity Indonesia ke level berikutnya dalam hal struktur, efisiensi, dan kapabilitas organisasi.

Sejauh ini, bisa dibilang Irfan mampu membawa Essity ke performa yang baik. Hal ini terlihat dari pertumbuhan dua digit dengan CAGR >14% , peningkatan profitabilitas 1,3–1,5 kali lebih cepat dibandingkan pertumbuhan penjualan.

“Performa ini menjadikan Essity Indonesia selalu menjadi finalis, bahkan mendapat penghargaan Best Country of the Year di antara 150 negara Essity di dunia. Selain itu, Essity Indonesia menjadi Center of Excellence, menjadi role model negara lain untuk beberapa insiatif yang dilakukan,” katanya bangga.

Kendati meraih hasil-hasil positif, Irfan tak mau berpuas diri. Maklum, persaingan semakin keras. Kapan pun pesaing bisa menggusur kinerja positif yang sudah dikantongi ini. (*)

# Tag