Transformasi Senyap Merdeka Battery Materials (MBMA): Laba Melonjak 139%, Produksi Naik, dan Efisiensi Sukses
Tahun 2024 menjadi lembaran penting dalam perjalanan PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA). Di tengah derasnya arus transisi energi global, perusahaan ini melaju dengan kecepatan penuh, menunjukkan bahwa strategi integrasi vertikal dan efisiensi operasional bukan hanya jargon, tapi kunci nyata menuju pertumbuhan berkelanjutan.
Dengan pendapatan yang menembus US$1,84 miliar — melonjak 39% dibandingkan tahun sebelumnya — MBMA menunjukkan bahwa bisnis nikel bukan hanya tentang menggali bijih, tetapi juga membangun sistem yang terintegrasi dari hulu ke hilir.
Laba bersih perusahaan bahkan melonjak 139% menjadi US$80 juta. EBITDA pun ikut terdongkrak 67% menjadi US$163 juta. Angka-angka ini bukan semata hasil keberuntungan pasar, melainkan buah dari kerja sistematis dan terstruktur.
Kontributor terbesar datang dari tambang nikel milik PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM). Produksi limonit di tahun 2024 mencapai 10,1 juta wet metric tonnes (wmt), tumbuh 150% dibandingkan tahun sebelumnya. Produksi saprolit pun tak kalah agresif, naik 110% menjadi 4,9 juta wmt. Dari sinilah batu loncatan itu dimulai.
Smelter Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) yang terintegrasi dalam ekosistem MBMA menghasilkan 82.161 ton nikel dalam bentuk nickel pig iron (NPI), naik 26%. Ini bukan sekadar peningkatan produksi, tapi bukti bahwa strategi integrasi vertikal yang dijalankan mulai membuahkan hasil.
“Tahun lalu merupakan periode yang transformatif bagi MBMA. Kami berhasil meningkatkan produksi serta terus meningkatkan efisiensi di seluruh operasi,” ujar Direktur Utama MBMA Teddy Oetomo, Selasa (8/4/2025).
Transformasi itu bukan hanya soal angka. Di balik lonjakan produksi dan pendapatan, ada manuver-manuver strategis yang menjadi fondasi pertumbuhan jangka panjang. Salah satunya adalah pembangunan jalan angkut baru yang akan langsung menghubungkan tambang SCM ke kawasan industri Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).
Jalan ini bukan sekadar infrastruktur, melainkan urat nadi baru bagi efisiensi logistik dan penguatan rantai pasok internal. Jalur tersebut juga akan menjadi koridor bagi pipa dan transmisi bijih limonit untuk menyuplai proyek High Pressure Acid Leach (HPAL) MBMA di IMIP.
Tak hanya infrastruktur, strategi hilirisasi juga digarap dengan serius. Bersama mitra strategis seperti GEM Co., Ltd, MBMA tengah membangun dua fasilitas HPAL. PT Sulawesi Nickel Cobalt (SLNC) ditargetkan memproduksi 90.000 ton nikel per tahun dalam bentuk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP).
Sementara itu, PT ESG New Energy Material (ESG) dan PT Meiming New Energy Material (Meiming) masing-masing akan berkontribusi sebesar 30.000 dan 25.000 ton nikel per tahun.
Train A ESG sudah mulai berproduksi pada Desember 2024 dan menyelesaikan penjualan perdana MHP pada Maret 2025. Train B tengah memasuki tahap akhir commissioning, dan ditargetkan beroperasi di kuartal kedua 2025. Di sisi lain, konstruksi fasilitas SLNC telah dimulai sejak kuartal pertama 2025.
MBMA juga memantapkan langkahnya lewat pengembangan fasilitas Acid Iron Metal (AIM) yang dioperasikan oleh PT Merdeka Tsingshan Indonesia (MTI). Pabrik asam dan pirit di MTI sudah mulai beroperasi dan mencetak rekor produksi di kuartal keempat 2024: 164.985 ton asam dan 225.036 ton uap. Pabrik logam klorida dan katoda tembaga juga hampir rampung. Bahkan, pabrik klorida sudah berhasil memproduksi sponge copper pertamanya pada Januari 2025.
Sementara di sisi efisiensi, perusahaan menunjukkan bahwa disiplin biaya bukan sekadar wacana. Biaya tunai penambangan di SCM berhasil ditekan dari US$6 menjadi US$5 per wmt di kuartal akhir 2024. Biaya tunai NPI turun signifikan menjadi US$10.307 per ton — lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar US$12.095, dan berada di bawah panduan biaya US$10.000–11.000 per ton. Penurunan ini akan terus didorong oleh peningkatan ketersediaan saprolit dari produksi internal.
“Melalui kombinasi eksekusi yang disiplin serta investasi strategis, kami membangun landasan yang scalable dan berbiaya rendah untuk menciptakan nilai jangka panjang. Fokus kami tetap pada keunggulan operasional untuk mendukung transisi energi global melalui pertumbuhan yang berkelanjutan,” ucap Teddy.
Apa yang sedang dibangun MBMA hari ini bisa dilihat bukan hanya tentang produksi nikel. Ini adalah bagian dari narasi besar: bagaimana perusahaan Indonesia mengambil posisi strategis dalam peta transisi energi dunia. Dan tahun 2024 hanyalah permulaan dari babak baru yang lebih ambisius. (*)