Prabowo Subianto Tekankan Sektor Esensial untuk Topang Ekonomi Negara, Bagaimana Kinerjanya Kini?

Prabowo Subianto Tekankan Sektor Esensial untuk Topang Ekonomi Negara, Bagaimana Kinerjanya Kini?
Menteri Koordinator Perekonomian Republik Indonesia, Airlangga Hartarto di acara Sarasehan Ekonomi bersama Presiden Republik Indonesia. Tangkapan layar Nadia K. Putri/SWA

Presiden terpilih Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menekankan sejumlah sektor yang dinilai akan menjadi penopang perekonomian nasional, seperti pangan, energi, air, serta sektor-sektor yang mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).

“Karena itu, swasembada pangan menjadi sasaran kita. Swasembada energi dan manajemen air yang baik, dan tentunya industrialisasi supaya nilai tambah ada di republik kita,” ujar Prabowo berapi-api dalam pidatonya di acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4/2025).

Prabowo juga sempat menyinggung kebijakan tarif impor yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, sebesar 32% terhadap Indonesia. Namun, ia menekankan bahwa solusi terbaik adalah membangun ekonomi yang mandiri.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa kebijakan tarif impor tersebut meningkatkan ketidakpastian ekonomi dan mendorong potensi risiko resesi.

Sejumlah komoditas strategis Indonesia mengalami penurunan harga, seperti minyak mentah yang turun hampir 30%, minyak Brent turun 28%, batu bara turun 24%, serta disusul oleh minyak nabati (CPO), kedelai, gandum, dan beras.

“Satu-satunya yang naik ini adalah emas. Jadi Presiden meluncurkan bullion tepat waktu, karena ini menjadi komoditas yang recession proof. Safe haven itu ada dua, dolar dan emas. Kita punya emas,” jelas Airlangga dalam pemaparannya.

Meski demikian, Airlangga menyatakan bahwa pemerintah akan meningkatkan impor produk agrikultur dari AS, terutama kedelai dan gandum. Selain itu, akan dilakukan pembelian produk rekayasa seperti liquefied petroleum gas (LPG) dan liquefied natural gas (LNG).

“Arahan Presiden... Tetapi ini tidak menambah, tetapi realokasi pembelian, switch, jadi tidak mengganggu APBN,” ujar Airlangga.

Pemerintah pun berencana memberikan insentif fiskal dan non-fiskal agar barang impor dari AS bisa masuk, sehingga daya saing ekspor Indonesia dapat meningkat.

Di balik pengenaan tarif impor tersebut, Airlangga melihat peluang bagi Indonesia untuk memperkuat ekspor komoditas seperti emas, tembaga, dan furnitur. Hal ini disebabkan oleh konflik perdagangan antara AS dan Kanada terkait produk kayu (timber), yang membuat AS harus mencari alternatif pasokan melalui investasi mereka di Indonesia.

Sementara untuk industri pakaian dan alas kaki, pemerintah disebut masih dapat bernegosiasi dengan AS. Dibandingkan negara kompetitor seperti Vietnam, Kamboja, Tiongkok, dan Bangladesh, tarif yang dikenakan terhadap Indonesia tergolong lebih tinggi.

Untuk industri sepatu, tarif terhadap produk Indonesia bahkan masih lebih rendah daripada Tiongkok dan Vietnam.

“Dengan penawaran ini mudah-mudahan kita bisa lebih rendah, sehingga ini adalah peluang untuk kita kerjakan, dan kita harus cepat meningkatkan kapasitas dan efisiensi,” tutup Airlangga.

Ekspor Indonesia ke AS berkontribusi sekitar 2,2% terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional. Adapun negara tujuan utama ekspor Indonesia adalah Tiongkok, Amerika Serikat, dan India. (*)

# Tag