BEI: Kita Masih Sangat Beruntung Didukung Penuh oleh Otoritas

BEI: Kita Masih Sangat Beruntung Didukung Penuh oleh Otoritas
Ilustrasi pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) pada Rabu (9/4/2025). Sebelumnya, BEI menghentikan perdagangan sementara pada Selasa (8/4/2025) usai libur panjang Idulfitri. Foto Nadia K. Putri/SWA

Volatilitas kembali mengguncang pasar keuangan global, dan Indonesia tak luput dari dampaknya. Ketegangan dagang yang dipicu oleh kebijakan tarif impor dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump memicu koreksi tajam pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), menciptakan atmosfer ketidakpastian di lantai bursa dan ruang-ruang kerja manajer investasi.

Menanggapi kondisi tersebut, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) bergerak cepat. Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, menekankan pentingnya kewaspadaan dan kecepatan dalam menghadapi dinamika yang belum pernah terjadi sebelumnya.

“Untuk itu, kita perlu memberikan rambu-rambu supaya tidak kebablasan... Memang harus melakukan sesuatu dan harus cepat. Kita masih sangat beruntung, proses pengambilan keputusan kita itu didukung penuh oleh otoritas,” jelas Jeffrey di ruang media BEI pada Rabu (9/4/2025).

Menurutnya, tekanan terhadap IHSG kali ini tidak hanya bersumber dari faktor eksternal, tetapi juga dipicu oleh reaksi emosional investor yang terjebak dalam kepanikan pasar.

“Kondisi tarif impor yang dikenakan saat ini termasuk kondisi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kondisi ini menimbulkan kepanikan, kebingungan, dan ketakutan, yang turut mempengaruhi psikologis investor. Hasilnya, kondisi tersebut membuat investor akan mengambil keputusan yang tidak rasional,” jelasnya.

Jeffrey juga membandingkan langkah-langkah yang telah diambil oleh bursa efek negara tetangga. Thailand, melalui Stock Exchange of Thailand (SET), menerapkan mekanisme auto-rejection hingga 15%.

Sementara Singapore Exchange (SGX) sudah terlebih dahulu memberlakukan volatility control mechanism yang menghentikan perdagangan saham selama 10 menit jika terjadi penurunan 10% — bagian dari sistem perlindungan terhadap guncangan ekstrem di pasar.

Namun, di tengah kekhawatiran global, Jeffrey menegaskan bahwa secara makro, Indonesia masih menunjukkan daya tahan. Belum ada indikasi gangguan sistemik terhadap ekonomi riil.

“Belum ada. Buktinya mal masih ramai, jalanan masih ramai. Waktu COVID-19, bensin saja tidak ada yang beli. Konteksnya itu sangat berbeda,” tutup Jeffrey.

Investor Bertambah

Di balik volatilitas, data menunjukkan bahwa pasar modal Indonesia tetap menjadi pilihan bagi investor domestik. Hingga 8 April 2025, jumlah investor pasar modal tercatat mencapai 6.744.128 orang, meningkat dari posisi akhir 2024 sebanyak 6.381.444 orang. Dalam rentang waktu singkat antara 28 Maret hingga 8 April saja, jumlah SID saham bertambah sebanyak 38.676—setara dengan 10,7% dari total pertambahan sepanjang tahun.

Tak hanya dari sisi jumlah investor, fundamental perusahaan tercatat juga menunjukkan kinerja positif. Dari 703 emiten yang telah merilis laporan keuangan tahunan, mayoritas mencatat pertumbuhan yang sehat. Aset meningkat 6,31%, ekuitas naik 7,91%, pendapatan tumbuh 3,24%, dan laba bersih melonjak signifikan sebesar 19,32% dibandingkan tahun sebelumnya.

Kinerja korporasi yang solid ini menjadi bantalan penting di tengah tekanan eksternal. Namun, seperti disampaikan Jeffrey, keberhasilan menjaga stabilitas pasar tidak bisa dilepaskan dari peran regulator, pelaku pasar, dan investor itu sendiri dalam menjaga nalar serta respons yang proporsional terhadap dinamika global. (*)

# Tag